25 Januari 2009

Ambonku Tlah Pergi untuk Selama-lamanya... (1)

Akhir penyesalan..


Sampai detik ini aq masih tak percaya Ambonku tlah pergi untuk selama-lamanya. Senin, 19 Januari 2009 pukul 05.30, di ruang ICU RSUD Koja tiba2 jantungmu berhenti berdetak. Aq masih tak percaya kau tlah tiada. Kenapa kau meninggalkanku Ambonku. Kenapa kau tinggalkan Najwa malaikat kecilmu. Kenapa..! kenapa..kenapa..! Shelvia Jaflaun namamu. Perempuan keturunan Ambon campuran darah Belanda. Setelah menikah 2006 lalu, aq selipkan nama Zahra di tengah namamu agar kau menjadi harum seperti bunga. Shelvia Zahra Jaflaun.

Aq tak pernah menyangka smua berjalan begitu cepat. Aq masih merasa baru kemarin aq mencintaimu. Baru kemarin qta menikah. Baru kemarin qta menghabiskan bulan madu. Lalu malaikat kecil yang kau harapkan sejak lama hadir ke dunia. Najwa Syifa kuberi nama si mungil itu. Dengan bibir kering dan gemetar, kau masih sempat menerangkan arti Najwa Syifa kepada orang-orang yang menjengukmu di lantai 8 kamar 508 RSUD Koja, Jakarta Utara. Kau sebut Najwa Syifa sebagai rahasia Tuhan yang diturunkan untuk menjadi obat. Obat bagi keluarga. Obat bagi kita berdua. Tapi kenapa kau pergi..

Sampai saat inipun aq masih tak percaya kau telah tiada. Setiap saat aq mengingatmu, aq selalu bertanya, kenapa semua itu berjalan terlalu cepat. Kenapa kau pergi. Kenapa kau tak bernafas lagi. Kenapa smua serba terlambat. Baru dua tahun kau mendampingiku. Yah, cuma dua tahun. Tak lebih. Kau hanya menikahiku untuk melihatmu terbujur kaku lalu ditimbun tanah merah di TPU Cikoko. Sudah puluhan tahun aq tak pernah menangis istriku. Sehebat apapun cobaan itu, aq coba untuk tegar. Tapi kenapa saat kau tiada, aq begitu terpukul. Kesedihan yang tak terkira. Aq merasa kembali menjadi sebatang kara. Tangisku akan kembali meledak ketika kuingat Najwa masih terlalu dini untuk kau tinggalkan. Siapa yang kan mendekapnya selepas kau pergi istriku. Siapa yang kan memberi kasih sayang seperti yang kau berikan.
Jika di alam sana ada internet dan kau bisa buka blog ini, bacalah secara berulang kali agar kau tahu betapa aq tak mau kau tinggalkan. Aq memang ikhlas melepasmu karena itu sudah menjadi kehendak-Nya. Tapi yang aq sesalkan kenapa harus sekarang. Saat Najwa baru saja terlahir ke dunia. Saat malaikat kecil yang kau damba-dambakan telah hadir ke dunia. Kenapa tidak nanti saja kau pergi saat Najwa sudah dewasa. Saat malaikat kecil kita sudah sukses. Sekolah setinggi-tingginya, menjadi dokter gigi lalu menikah. Bukankah kau menginginkan punya anak tiga istriku...ambonku.. cintaku... baru kuberikan satu, kenapa kau buru-buru pergi.

Sebenarnya, di ruang ICU ketika dokter menyatakan kecil kemungkinan kau bisa bertahan, aq masih bisa berfikir rasional. Aq masih cukup tegar. Tapi setelah menyadari bahwa ketika saat-saat terakhirmu tak ada satupun keluarga yang menungguimu, memberi semangat untuk tetap bertahan dan mendoakanmu, aq merasa diiris-iris sembilu. Perih, pilu, tragis dan sangat ngenes. Itu pula yang membuatku sangat terpukul. Aq menangis sejadi2nya. Meskipun tanpa suara dan hanya air mata yang terus menetes tak henti2nya.
Menjelang malaikat mencabut nyawamu di ruang ICU lantai 3, hanya aq, sam sama mbak arie yang sudah empat hari empat malam menungguimu sepanjang waktu tanpa lelah. Aq menangis sesenggukan. Dalam dada terasa sesak ada yang menyumbat. Pilu. Pilu sekali.. sambil menangis setengah marah, kakmino, opi, ina, tante lena, tante fora, kaktutik aq telponin satu per satu. Kenapa saat terakhirmu saja keluarga masih sibuk dengan urusannya masing2. Ini Jakarta bung. Yah, ini memang Jakarta. Tapi apakah rasa kemanusiaan itu harus terkalahkan dengan egoisme pribadi. Apalagi, yang tengah meregang nyawa itu adalah saudaranya sendiri, keluarganya sendiri...
Kerja? smua orang juga kerja. Aq juga kerja.. cari duit buat bayar rumah sakit.. nungguin sepanjang malam di rumah sakit.. kawan Sam yang jelas2 ga ada hubungan darah juga nungguin sepanjang malam juga kerja. Tapi rela meninggalkan kerja karena rasa kemanusiaan itu masih ada. Bahkan, bukan hanya tenaga yang sudah banyak dia curahkan. Tapi juga biaya. Uang jutaan yang tak terhitung jumlahnya.

Di depan ruang ICU aq terus menangis sambil telpon semua yang bisa dihubungi. Kesedihan yang tak pernah kurasakan sebelumnya. Sedih karena melihat nyawa istriku melayang tanpa ada satupun kluarga yang sigap. Bukankah Minggu siang dokter dah bilang nyawa istriku pernah hilang lalu muncul lagi. Jika nafas pernah hilang, artinya ada kemungkinan bakal hilang lagi. Kenapa kluarga hanya datang sebentar lalu pergi lagi. Nungguin kek. doain kek. toh cuman sekali seumur hidup. Bukankah saat dirawat di RS Budi Kasih Ambarawa keluarga Jakarta memaksa agar kau bisa dirawat di sini. Tapi setelah permintaan itu aq penuhi, tak ada satupun yang benar2 konsisten memberimu perhatian penuh. Apa harus terus ngandalin kaktutik? bukankan dia dan keluarganya tlah cukup membantu biaya rumah sakit dan beli obat yang harganya melangit? wajar jika aq tak terlalu berharap. Bantuan itu sudah cukup berarti. Tanpa harus ikut nungguin di rumah sakit, bagiku tak masalah. Tapi bagaimana dengan keluarga jaflaun yang lain? atau trah ngelyaratan yang lain? atau keluarga2 ambon-jakarta yang lain?
Minggu malam memang keluarga sudah datang semua ketika dokter menyatakan kondisi istriku tambah kritis. Tapi begitu malam mulai merayap, satu per satu keluarga pergi semua. Yang tersisa tinggal kami bertiga. Aq, sam sama mbak arie. Air mataku terus mengalir tak bisa kutahan. Aq duduk lemas tak tahu harus berbuat apa. "Pak dipanggil dokter ke ruang ICU," terdengar suara membuyarkan lamunan dan kesedihanku.
Di dalam ruangan, istriku masih terbujur kaku di atas ranjang. Bedanya selang2 infus sudah tak membelit lagi. Sekujur tubuh ditutup dengan kain. "Tolong diisi lengkap data istrinya pak untuk surat kematian," kata perempuan yang duduk di depanku. Setelah mengisi data lengkap, perempuan itu kembali menyodorkan satu kertas yang berisi daftar tagihan biaya perawatan selama di ICU dan obat2an tambahan yang harus segera dibayar sebelum jenazah bisa dibawa pulang. "Bapak selesaiin dulu di bagian administrasi lalu kembali lagi ke sini," katanya singkat. Sambil menengok jasad kaku istriku, aq melangkah keluar ruangan.

Di lantai bawah, tagihan itu tidak aq langsung bayar. Aq masih belum bisa menahan kesedihanku. Karena sejak meninggal pukul 05.30, sampai pukul 08.00 belum ada satupun keluarga istriku yang nongol. Sementara ibu dan maskin yang baru datang dari kampung masih terjebak kemacetan lantaran Kelapa Gading pagi itu banjir. Semua kendaraan harus lewat tol. Tiap detik aq lihat arloji yang berjalan sangat lambat. Aq semakin pilu. Dengan apa aq harus membayar tagihan. Duit bantuan yang dikasih Pak Prijanto Wagub DKI Sabtu (17/1) siang Rp 2 juta sudah terpotong Rp 1,5 juta untuk nebus obat. Tinggal tersisa Rp 500 ribu. Kenapa keluarga tak kunjung datang. Aq cari tempat yang tidak ramai lalu lalang orang. Setelah itu aq telpon Pak Sekda Muhayat. Aq bilang Epi dah ga ada. Aq bilang ga ada orang di rumah sakit. Aq hanya sendirian menanggung kepiluan. Setelah bilang itu, lalu aq menangis sejadi2nya. "Sudah ga papa. Yang sabar, yang tabah Ak. Tuhan pasti memberi jalan yang terbaik," kata Pak Muhayat singkat.

Pukul 08.30, ibu dan maskin akhirnya sampai juga di rumah sakit. Ibu langsung menubrukku lantas menangis. Mungkin kasihan melihatku. Lalu aq antar ke ruang jenazah yang terletak di lantai 1 paling pojok. "Ini Epi bu. Epi dah ga ada," kataku membuka kain yang menutupi wajah istriku. Karena tak kuat, aq akhirnya kembali menangis. Ibu justru aq lihat lebih sedih. Sambil membisikkan lafal thoyyibah la ilaha illallah, ibu mengusap rambut di kening istriku. Tangisnya sesenggukan terasa sangat berat. Tidak beberapa lama, willy, istrinya dan dua anaknya Fadli dan Imar datang. Pukul 08.45, kakmino dan opi sampai rumah sakit. Aq langsung ajak Sam ke depan untuk nyelesain administrasi. Setelah dihitung ternyata cuma Rp 5 juta. Aq langsung ke ATM. Cek saldo ternyata ada Rp 1,5 juta dan aq ambil smua. Duit itu dikirim mas tir redaktur indopos jkt ry yang datang pagi2 sebelum ibu datang. Alhamdulilah. Setelah digabungin ama yang dari orang2 sampai juga Rp 5 juta. Aq langsung suruh sam untuk bayar. Sekaligus biaya ambulan Rp 150 ribu.

Ambulance meluncur menyisir kemacetan Ibukota menuju kontrakan mungilku di Cikoko, belakang Menara Saidah Cawang. Aq, sam naik sepeda motor di belakangnya. Maskin diboncengin fora suaminya opi. Sampai di rumah, sudah banyak petugas Satpol PP dan Dishub yang berkerumun di jalan depan kontrakan. Suara motor BM petugas meraung2 di sekitar kampung mencari alamatku. Kebetulan saat sms ke semua orang, termasuk Gubernur, Wagub, Sekda, Asisten, Kepala Dinas dan seluruh pejabat DKI, aq tulis alamat sesuai KTP yang kebetulan itu alamatnya kakmino. Berulang kali petugas memastikan alamatku yang banyak orang melayat adalah Shelvia Jaflaun istriku. Aq bilang ya ini kontrakanku. "Untuk memastikan saja pak. Soalnya pejabat DKI mau datang," kata petugas Dishub yang datang ke rumah.

Pukul 10.00, Pak Rinta orang humas tiba di kontrakan langsung tanya jenazah mo dikubur di mana. Aq bilang yang dekat rumah. Kalau bisa di TPU Cikoko saja. Lalu aq diajak ke makam sama Pak Rinta. Setelah aq cek, kata petugas makam ga ada yang kosong. "Gimana makam dah beres belum," kata Pak Muhayat dari telpon. "Sedang dipersiapkan pak," jawab Pak Rinta. Karena ga ada yang kosong, Kepala Dinas Pemakaman lalu ditelpon. "Masih ada yang kosong. Kepala TPU Cikoko Pak Abdurrohim nanti yang kesitu," kata suara dari telpon. Karena perintah dari atas harus beres, akhirnya plang papan TPU dibongkar dan digeser. Sebab, kalau tidak di situ, tak ada tempat lain yang kosong. "Ya udah, bongkar saja plangnya. Saya yang tanggungjawab," kata Pak RW 03 ngasih dukungan. Saat ribut cari tempat makam yang kosong, Hp bututku berbunyi. Katanya Pak Sekda Muhayat sudah nyampe rumah. Aq buru2 balik.
Entah mengapa, air mata yang tadi sudah mengering kembali jatuh ketika melihat Pak Muhayat. Aq langsung salamin dan memeluknya. Aq merasa Pak Muhayat telah menjadi teman sekaligus orangtua yang memberi dukungan bagi anaknya. "Yang sabar Ak. Kamu harus kuat. Tabah. Si kecil masih membutuhkanmu," katanya memberi semangat.
Dengan duduk di kursi depan rumah, aq lalu bercerita seputar sakitnya Epi dan perlakuan rumah sakit yang sangat diskriminatif. Yang selalu bilang ICU penuh, harus dirujuk ke RS Puri Indah yang DPnya Rp 20 juta atau RS Thamrin yang DPnya Rp 15 juta. Meskipun kenyataannya ICU RSUD Koja ada tiga yang kosong. "Ini ga bener. Terlepas meninggalnya Epi sudah menjadi kehendak-Nya, jika pelayanannya seperti itu jelas tidak bener. Ini harus dibenahi," katanya. Dalam kesempatan itu juga aq cerita kalau perawat, suster sangat judes dan tidak berperikemanusiaan. Karena ada kesibukan, Pak Muhayat akhirnya pamit dan tidak bisa ikut mengantar ke makam. "Terima kasih banyak Pak Muhayat, atas semua dukungan, bantuan dan doanya," kataku kemudian.

Awalnya, aq rencanakan jenazah istriku akan dikubur pukul 14.00. Namun, Pak Rinta bilang Pak Prijanto Wagub mo datang pukul 15.30. Akhirnya aq putuskan menunggu. Skalian nanti Pak Pri yang nglepas. Pukul 15.30, rombongan Wagub tiba di kontrakan. Masih menggunakan seragam PNS warna hijau, mantan Aster TNI AD itu langsung berdiri di depan pintu. Aq langsung menyalaminya sambil sesenggukan meneteskan air mata. Lalu aq memeluknya. Sementara jenazah Epi dah dibawa keluar untuk segera diberangkatkan. Kaktutik aq suruh menjadi MC pelepasan. Setelah sambutan perwakilan dari keluarga Jaflaun, Pak Wagub lalu memberikan sambutan skaligus melepas jenazah diberangkatkan ke makam. "Semua yang ada di dunia ini adalah milik-Nya. Tidak ada yang abadi. Karena milik-Nya, kapanpun bisa diambil-Nya. Bagi Aak, saya harap bisa sabar, tabah dan bisa mengasuh anaknya yang masih berumur 6 bulan. Semoga menjadi anak yang sholehah," kata Wagub lalu mengakhiri sambutan.
Setelah itu, rombongan menuju masjid pancasila yang terletak di sebelah rumah. Wagub dan pejabat teras lainnya ikut nyolati di masjid. Tidak beberapa lama, jenazah langsung dibawa pakai ambulan ke makam TPU Cikoko. Andi menantunya tante Lena bertugas azan di liang lahat. Petugas lalu menguruk galian. Air mataku tak henti2nya menetes.
Setelah liang lahat membentuk gundukan, pak ustad memulai memimpin zikir bersama. Sambil tertunduk, air mataku terus keluar tak mampu kutahan. Ada penyesalan yang tiada tara. Sekitar setengah jam, zikir telah selesai. Tapi para pengantar masih berkerumun. Lalu aq taburkan bunga sambil menangis. Lalu kuputuskan untuk zikir lanjutan sendiri. Dalam lamunanku aq melihat istriku terbang dibawa dua orang bersayap. Dia hanya menoleh ke arahku lalu hilang ditelan awan.

Semoga kau damai di sisi-Nya istriku. Aq kan selalu mendoakanmu setiap saat aq mengingatmu. Doakan juga agar ayah bisa mengasuh Najwa hingga dewasa menjadi anak yang sholehah.

Mungkin ini adalah akhir sebuah penyesalan...
Tapi aq berharap, ini bukan benar2 sebuah penyesalan. Karena mungkin gusti Allah punya rencana lain demi kebaikanmu, kebaikan orang2 yang kau tinggalkan.. dan aq kan selalu belajar untuk bisa menerima itu semua..

Jelang 7 hari sejak kau tinggalkan. Cikoko, 24 Januari 2009

5 komentar:

JUST NOTHING!! mengatakan...

Ak...kalau sedih mausiawi banget kok. tapi jangan lama2 ya sedihnya:) anyway, waktu Nana sms kasih tau mbak Selvi meninggal aku kaget banget, soalnya anak2 balkot ga ada yg kasih tau waktu sakitnya. Sori yah Ak...jadi ga jenguk di RS.

LonelyWanderer mengatakan...

aak, turut berduka cita... maaf gak bisa bantu banyak..

bigazzu mengatakan...

HEBAT.

Kalau kau berhasil melampauinya, kau hebat Ak. Jalan Tuhan memang sulit bahkan mustahil untuk dimengerti, karena itulah Dia disebut Yang Maha Kuasa..

Aku tahu lo bisa melaluinya Ak, gw lihat kamu bisa. Niscaya, rencanaNya adalah rencana yang baik. Tabah dan tetap kuat yah, salam kangen buat malaikat kecilmu..

Ibnul A'robi mengatakan...

Terima kasih kawan...!

vraboo mengatakan...

Sahabatku aku turut berduka cita atas kepergian Kekasih Tercintamu semoga selalu ditempatkan sejajar dengan orang-orang yang Sholehah dan menunggumu di surga Allah SWT. kami semua (keluarga besar) Orang tuban di Tangerang juga turut berduka cita dan ikut mendo'akan dan juga semoga engkau dan selurh keluarga besarmu diberi kekuaan lahir dan batin tegar melangkah untuk menyambut hari esok yang cerah amiin ya Robbal 'alamin