30 Oktober 2008

Sakit Itu Bukan Mistis

Sejak istriku sakit mulai Minggu (26/10) kemarin, aq jadi terbebani. Antara mikir liputan dan menjaga perempuan Ambon itu. Belum lagi anakku Najwa Syifa yang selalu atraktif ogah terus2an dibiarkan di atas kasur. Maunya gerak sana, gerak sini. Kakinya nendang2 tanpa henti. Mulut mungilnya terus saja ngoceh tanpa habisnya. Sementara mamanya tak bisa berbuat banyak untuk meladeninya. Jika sudah capek bergerak dan tak ada yang meladeni, biasanya Najwa langsung rewel. Jika sudah begitu, istriku hanya bisa beri ASI sambil terbaring lemas di atas tempat tidur. Soalnya, badannya menggigil, lalu kepanasan, kepalanya terasa pening. Jika tidak dikontrol, seharian pasti ogah2an untuk makan. "Gimana mau sembuh kalau makan aj ga mau. Orang sakit bisa sembuh kalau suplai gizi tercukupi. Paling penting lagi, cairan harus terjaga. Makanya minum air putihnya banyakin. Jangan nurutin mulut yang pahit. Yang penting masuk perut," kataku berceramah panjang.
Soalnya, setelah aq buka2 situs di internet, gejala panas dingin kepala pening bisa jadi gejala DBD. Tapi kulit istriku aq lihat tidak ada tanda2 kemerah2an. Aq hanya bisa menebak2 sakit apakah istriku gerangan. Sebelum sempat ke dokter, aq hanya memastikan cairan dalam tubuh istriku harus tetap terjaga. Begitu pelajaran yang sempat aq ambil saat dulu sering liputan di IDI. Istriku memang agak bandel. Untuk pergi ke dokter aj alasannya buanyak banget. ga mau berangkat karena inilah itulah. Ada aj alasannya. Kemarin aq paksa ke dokter jery tapi alasannya ujan ga berhenti2. Aq bilang ya udah ga papa. Tapi awas kalo besok ga berangkat. Kataku sangat kesal.
Untuk bisa menemani istriku berobat memang sangat tidak mungkin mengingat waktuku banyak tersita untuk liputan. Jadi aq hanya bisa nyaranin untuk ke dokter ditemani Najwa putri mungilku. "Naik taksi kan bisa. Panggil aj ke rumah kalo ga kuat jalan ke depan," kataku marah2.
Soalnya kalau istriku sakit aq juga repot. Tidak hanya kepikiran saat liputan, tapi juga kalau dah di rumah harus bantu2 beres2 rumah. Macam nyuci baju, piring, gelas, buang sampah atau beres2in barang2 yang tercecer. Padahal, kalau dah balik dari kantor pukul 22.00, badan capeknya minta ampun. Nonton TV aj kadang2 mpe ketiduran. Tahu2 terdengar suara Najwa nangis tandanya dah pagi. "Dah ma ayah yang beresin, mama istirahat aj," begitu kataku kadang2 kalau dia memaksakan diri beres2 melihat rumah berantakan.
Setelah mengendap selama tiga hari di rumah, siang tadi akhirnya berangkat juga istriku ke dokter Jery di Kebon Nanas, Jakarta Timur. Dokter Jery merupakan dokter langganan istriku sejak kecil. Dia orang Ambon tapi lama tinggal di Jakarta. Orangnya ramah, pasiennya berjubel tiap sore hingga malam hari. Saat sakit dua tahun silam, aq juga selalu ke dokter Jery. Entah karena keyakinan atau karena kecocokan, setiap habis berobat langsung sembuh. Aq dulu sering sakit saat masih floating. Jika musim penghujan tiba, tiap hari harus basah2an. Meskipun pakai mantel. Ditambah angin yang bertiup sangat kencang sering menerobos sela2 mantel. Karena pikiran terforsir, fisik jadi ikut ambruk saat kelelahan. Apalagi saat itu kontraanku masih di Condet. Dari kantor graha pena di Jalan Kebayoran Lama butuh satu jam untuk nyampe rumah. Jika ngebut hanya setengah jam. Jika banjir tiba, aq merasa menjadi orang paling aneh. Sementara keluargaku kebanjiran, aq justru cari tempat banjir yang menimpa orang lain. Bahkan aq sempat berenang untuk menjemput istriku saat banjir di Bidara Cina Cawang Atas. Ga ada perahu, banjir aq ukur hampir di atas kepala lebih. Tapi sejak kami pindah di Pos Pengumben, aq jadi jarang sakit. Aq bilang ke istri, aq hanya sakit jika lagi tak punya uang. Jadi jangan direcokin. Apalagi buat tingkah yang bikin emosi.
Barusan pukul 22.30, istriku dah balik dari berobat di tempat dokter Jery. Dia bilang dokter ga mau bilang sakitnya apa. Hanya disarankan untuk banyak istirahat dan rajin memijat punggung pakai minyak kayu putih. Bagiku, kabar itu menggembirakan sekaligus mencemaskan. Kadang ketidaktahuan itu membuat orang celaka. Meskipun karena tahu justru tambah celaka juga banyak. Tapi bagiku, mengetahui masih lebih baik.
Setidaknya, kemauan istriku untuk berobat sudah 50 persen menuju kesembuhan. Selebihnya tinggal perawatan yang benar serta keyakinan akan mendapat kesembuhan dari Yang di Atas.
Soalnya, kadang2 jika istriku sakit sering tidak mau berpikir rasional. Sakit selalu dihubung2kan dengan mistis. Jika lagi sakit berarti tanda kalau ada keluarga yang terkena musibah. Memang, itu pernah dia alami. Tepatnya saat pertengahan puasa lalu. Saat berkunjung ke Cikoko, baliknya tiba2 menggigil. Lalu berganti kepanasan. Sesampai di rumah, aq hanya memberikan minuman air hangat banyak2. Aq bilang suruh minum dah dikasih bacaan biar cepet sembuh. Istriku buru2 langsung meminumnya hingga habis. Padahal sih ga dibacain apa2. Cuma buat support aj biar dia mau minum air putih. Lalu aq suruh istirahat sambil suruh pakai tasbih buat kalung. Soalnya, kabarnya kayu stigi jika itu asli bisa menyerap atau mentralkan bisa ular. Begitu bisa menyedot panas dalam tubuh atau hawa dingin agar seimbang.
Entah karena faktor apa, esok harinya langsung sembuh. Lalu pagi2 ada kabar dari pae ambarawa katanya pak tri kecelakaan dan meninggal dunia. "Kok mama tiba2 menggigil trus kepanasan kayak kemarin yah. Kira2 ada apa ya," tanya istriku. Dengan cepat aq menjawabnya. "Ada apa gimana. Kamu menggigil kepanasan itu artinya ada yang tidak beres. Tidak beresnya ada di tubuhmu, pikiranmu. Bukan di luar sana. Itu artinya kamu sedang sakit. Sakit itu ya sakit. ga ada hubungannya dengan mistis," kataku menerangkan sok ilmiah. Aq bilang seperti itu karena aq ingin istriku cara berpikirnya bisa sistematis. Jangan semua dihubung2kan dengan mistis. Kecuali jika sakit itu tidak wajar dan setelah dibawa ke berbagai dokter menyatakan tidak menemukan penyakit apapun. Tapi kenyataannya yang bersangkutan kesakitan. Kalau kondisinya seperti itu boleh qta ga berangkat ke dokter dan siap2 rajin2 duduk bersila tengah malam putar tasbih.

Ulujami, 30 Oktober 2008

27 Oktober 2008

Ambonku Jatuh Sakit

Setiap libur tiba, kumanfaatkan mengunjungi keluarga dekat. Kebetulan Sabtu kemarin ada acara temen wartawan balaikota ke pantai anyer, serang. Jadi terpaksa ga bisa mencurahkan waktu buat keluarga kecilku. Najwa anakku yang baru tiga bulan Sabtu itu harus kembali imunisasi. Kebetulan jatah DPT. Aq bilang ke Shelvia Jaflaun istriku untuk berangkat aj ke rumah sakit kartini cipulir meskipun tanpa aq temani. Kan bisa naik taksi. Begitu kataku menyarankan.
Sekitar pukul 13.00, sms masuk ke hp bututku. Istriku tanya apakah Najwa anakku harus diimunisasi pakai yang panas atau dingin. Jika pakai yang panas cukup bayar Rp 300 ribu. Kalau dingin Rp 500 ribu. Konsekuensinya, jika bayi diimunisasi yang panas akan sering menangis karena pengaruh obat. Karena mikir kasian, aq bilang pakai yang dingin aj. Kasian Najwa. Duit kan bisa dicari. Apalagi buat anak. Begitu jawabku via sms.
Karena dokter telat datang, para pasien yang mendapat nomor urut antre belakangan harus rela bersabar. Istriku bilang Najwa baru bisa diimunisasi sekitar pukul 14.00 karena saking banyaknya pasien. Aq bilang asal ga rewel ga masalah.
Selama aq berlibur di pantai anyer, istriku tak bosan2nya sms atau telepon. Apalagi jika Najwa ogah tidur atau nangis merengek2. Kata mamanya, jika sudah dengar suaraku bisa langsung diem dan mau tidur. Syukurlah. Kasian juga istriku jika Najwa rewel terus.
Sabtu sore aq dah nyampe kembali di Merdeka Selatan. Karena saking macetnya, dari balaikota pukul 17.00, nyampe kontraan di pos pengumben pukul 18.30. Ga tahu kenapa libur2 jalanan jakarta masih juga macet. Begitu nyampe rumah, istriku langsung memprogramkan acara kunjungan keluarga. Perempuan Ambon itu bahkan minta malam itu juga meluncur ke Cikoko, Pancoran untuk mengunjungi kakak kandungnya. Kak Mino. Anak ketiganya yang bernama Fabiano memang dua hari lalu terus nanyain Najwa. Dia menyebut adik wawa (jawa) kemana. "ga ada..adik wawa kemana..ga ada," begitu kata kak mino dari telepon menceritakan tingkah Bian yang selalu menanyakan Najwa.
Karena masih capek, aq menolak jika harus meluncur ke cikoko malam itu. Toh masih ada hari esok. Pagi sekitar pukul 10.00, setelah kelar beres2 rumah, istriku ngajak ke acara kawinan tetangga sebelah. Tapi aq bilang kalau harus datang biar dia aj yang berangkat. Atau kalau malu titipin aj amplop ke bude. Tapi istriku membatalkan rencana itu dan kembali konsen untuk mengunjungi keluarga ambon di cawang. Setelah memandikan Najwa, kami bertiga meluncur ke cikoko menggunakan sepeda motor bututku.
Bian, anak ketiga kakmino langsung girang begitu melihat Najwa datang. Adik wawa datang.. Begitu mulut mungilnya bicara terbata2. Sementara istriku, Najwaku bernostalgia, aq mulai menghubungi semua kawan yang hari ini masuk liputan. Sial, ternyata semua libur. Jika ada yang masuk pun tidak ada yang membuat berita. Hanya aq seorang. Justru mereka menunggu hasil tulisanku. Sial..bener2 sial. Aq sangat kesal dalam hati. Otak pun aq putar hingga 180 derajat. Ada kejadian apa hari ini. Ada berita apa yang bagus untuk diangkat esok hari. Siapa yang bisa dihubungi. Pertanyaan2 itu muncul di pikiranku secara berputar2. Sementara di balaikota hanya pak haji darul rakyat merdeka ama pak drajat lampu merah. Dia bilang taruna nihil.
Biasanya, sebelum helmi sindo ama nana republika pindah pos dulu, kami bertiga selalu berbagi isu apa yang akan kita angkat. Kadang2 juga pak bagus media indonesia ikut nyumbang pemikiran hingga mengurangi beban. Maklum, untuk kawan2 yang lain banyak yang libur. Atau jika masuk pun paling2 agak sorean telpon minta dipantulin. Maka, jadilah kita tim buser. Tapi sejak mereka berdua pindah, praktis hanya aq sendiri yang harus berjuang mati2an. Berpikir sendiri, cari narasumber sendiri. Puyeng juga puyeng sendiri.
Cikoko sore itu hujan tak mau berhenti hingga menjelang magrib. Alhamdulillah, sekitar pukul 19.30, semua tugas sudah selesai. Empat brita dah dikirim semua. Selama setengah jam aq tunggu, mas yani atau mas tir tak sms atau telpon. Artinya, halaman sudah aman. Sebab, sejak sis memutuskan libur hari minggu, di jakarta raya yang dua halaman itu hanya ada dua orang. Aq ama eos. Biasanya eos kebagian buat brita feature untuk boks serta brita2 lifestyle. Sisanya tengah, kirian ama HL aq yang harus mati2nya nyiapin.
Istriku bilang badannya ga enak. Dia menggigil. Sementara badannya aq terasa panas. Aneh, jangan2 kena DBD. Tidak berselang beberapa lama, istriku tak lagi menggigil, tapi justru kepanasan. Kakinya aq sentuh sangat dingin. Sebagian ada yang panas. Ni pasti darahnya ga lancar. Pikirku. Aq coba pijak telapak kakinya. Tapi tak banyak kemajuan. Istriku tetap saja mengeluh. Najwaku aq lihat masih tidur pulas setelah tidur sejak sore tadi. Karena ga kuat, istriku ngajak buru2 balik pulang.
Sampai di kontrakan pukul 22.00, istriku langsung rebahan. Aq suruh minum air putih hangat yang banyak lalu aq pijit kakinya kembali. Setelah aq yakin peredaran darah lancar, aq suruh tidur. "Yah, kalau mama sakit Najwa tar gimana," kata istriku mulai berpikir macam2. "Enak aja sakit. Kalau sakit ya ga ada yang ngurus. Kecuali Najwa aq ajak liputan. Mau aq gendong kesana kemari sambil liputan," jawabku sekenanya.
Sampai malam ini pun istriku masih terbaring di tempat tidur.. aq ajak ke dokter ga mau, suruh pijit ga mau, suruh makan ga mau, suruh istirahat ga mau alasan Najwaku rewel terus. Trus gimana mau sembuh.. aq jadi bingung...

Depan Kantor Graha Pena saat menunggu tukang sate ngipas2, 27 Oktober 2008

Melepas Penat ke Pantai Anyer


Terakhir aq mengunjungi pantai ini sekitar tiga tahun lalu. Saat masih bertugas di Bogor. Tiga tahun berlalu, pantai Anyer masih seperti dulu. Tidak banyak yang berubah. Hanya bangunan yang kulihat menjamur sepanjang pantai. Sejak kawasan pabrik baja krakatau steel hingga karang bolong. Villa, cottage, hotel atau gubuk2 sederhana banyak dibangun untuk tujuan komersil. Nyaris, sisi kanan dan kiri jalan tak ada lagi lahan yang tersisa. Kawasan pantai pun tidak seluruhnya bebas untuk umum. Setiap pemilik villa, cottage, atau hotel memberi batas pantai sebagai wilayahnya dengan cara ditembok. Jika ada yang mencoba menerobos, harus membayar sebagai kompensasi. Aneh..! baru kali ini pantai dikotak2 jadi milik privat. Demi kepentingan komersil tentunya.
Setelah berangkat dari Jakarta pukul 22.00, pukul 00.30 kami nyampe pantai carita, Anyer. Lumayan jauh juga. Padahal, kami menggunakan bus enjoy Jakarta. Tapi perjalanan tak terasa karena kuhabiskan sambil chating dengan kawan sam di Bogor. Sementara kawan2 yang lain dengan riangnya bernyanyi di dalam bis sambil teriak2. Memang perjalanan ke Anyer untuk liburan melepas penat tugas harian yang membosankan.
Sampai di Anyer, pemilik villa langsung mempersilakan santap malam. Suasana cukup cair malam itu. Karena sambil makan, ada potan ben radio yang gile itu terus menerus melucu mencari simpati. Jika sudah kehabisan bahan lawakan, giliran si billy CTV yang menjadi bahan ledekan. Sesekali aq ikut tertawa lepas sambil sesekali menghisap rokok dalam2.

Usai santap malam, anak2 banyak yang nongkrong di pantai. Suara tawa lepas masih terdengar bersahut2an atau bergantian di depan warung si mak. Isi pembicaraan masih seputar topik di meja makan. Tapi ada saja yang bikin bahan tertawaan. Sebagian anak2 aq lihat ada juga yang berlari2an di pantai sekedar nendang2 bola. Ada heru bisnis indonesia, guruh poskota and entah siapa lagi. Pokoknya tendang sana tendang sini. Semua cukup hepy malam itu. Semua tertawa lepas. Semua bergerak bebas. Lari kencang dan menendang bola sekuat2nya.
Aq memilih duduk di kursi menghadap pantai. Air laut tak terlalu jelas terlihat. Hanya suara deburan ombak yang membahana. Sementara pak harto investor daily samar2 terlihat seperti melakukan ritual menghadap laut. Tangannya gerak2 diayunkan pelahan dari atas ke bawah. kata anak2 biar di jakarta sukses. "Kamu kok diem sendiri ak. Inget anak ya," kata seorang kawan tiba2 menyapa.
Malam itu memang pikiranku terbelah dua. Satu sisi ingin menumpahkan seluruh kepenatan pikiran, satu sisi bayang2 anakku si Najwa selalu saja muncul. Aq membayangkan malaikat kecilku duduk di pangkuanku. Sementara mamanya duduk di sampingku. Angin sepoi2 lalu menerpa kami bertiga disertai suara deburan ombak. Lamunanku buyar ketika hp bututku terdengar melantunkan ayat2 suci. Satu pesan singkat sedang masuk. Melalui sms istriku bilang Najwa rewel terus ga mau tidur. Padahal, arloji aq lihat sudah mendekati pukul 02.00. Buru2 aq menelfonnya.
Mendengar suaraku, Najwaku langsung diem dan mau tidur. Dasar anak manja..
Pagi harinya, cuaca sangat cerah. Semua bersenang2 di pantai. Untuk menambah semarak, bapak2 nelayan menawari kami naik perahu karet yang ditarik boat. Sekali angkut untuk lima orang. Semua dibekali pelampung. Di depan tempat duduk disediakan sebuah tali untuk berpegangan. Pelan2 boat menarik tali yang telah dikaitkan. Perahu karet yang kami tumpangi melaju dengan kencangnya. Kanan kiri berpacu dan menabrak dengan ombak. Kamipun pontang panting atas bawah menyesuaikan deburan ombak. Setelah satu putaran habis, boat melaju dengan kencangnya ke kanan lalu tiba2 dibanting ke kiri. Hasilnya, kami semua terjungkal. Mata, hidung, kuping, terasa pengab kemasukan air. Untungnya kami mengapung karena memakai pelampung. Setelah berusaha naik ke perahu karet, boat kembali menarik kami memutar. Setelah dua putaran, kamipun dibanting kembali dengan kerasnya. Semua terdorong ke depan lalu tercebur ke laut tanpa ada yang tersisa. Secara bergantian, kawan2 bergantian merasakannya. Ada yang shock berat kembali ke pantai dengan mata merah sambil muntah2. "Sialan lu ga nolongin gw. Gw ga bisa berenang tahu gelagapan," kata salah seorang kawan setiap balik dari pantai. Jawaban yang munculpun tak pernah berubah. "Ngapain juga ditolong, kan dah ada pelampung. paling2 juga ngapung. bodoh, dasar penakut".
Jika kuingat kejadian sepele di pantai pagi itu, aq langsung teringat malapetaka kapal levina 2006 dulu. Kenapa juga kawan2 yang dulu meliput levina yang terbakar tak ada yang memakai pelampung. Benar2 bodoh. Atau barangkali sok bisa berenang kali. atau tak tahulah.. karena kadang2 kita memang sok angkuh padahal sebenarnya kita tak mampu. Jika kuingat, saat itu aq sendiri selamat berkat uang 10 ribu. Karena setiap yang akan ikut kapal harus bayar 10 ribu per orang. Hampir smua anak tv ikut pada naik. Hanya yang cetak, radio ama online yang enggan ikut naik. Itung2 daripada untuk liat bangkai kapal mending buat beli kopi sambil merokok menunggu kabar dari kapal KRI. Sapa tahu ada kabar ditemukannya mayat baru. Karena hanya itu yang kami tunggu. Tapi nahas, yang kami dengar bukannya jasad kaku para penumpang kapal levina yang hanyut tiga hari lalu itu. Tapi jasad kawan2 kita yang dua jam lalu masih sempat bersenda gurau dan tanya sudah ada kabar apa dari levina yang terbakar. Tapi jawaban itu mereka sendiri yang jawab. Karena mereka datang kembali ke pelabuhan sudah menjadi mayat. Semoga kebodohan2 seperti itu tak pernah terulang kembali.

18 Oktober 2008

Kemacetan di Tengah Kepulan Asap Sate Rawabelong

Kemacetan di Jakarta seperti sudah menyatu dalam kesibukan warganya. Hampir selama 12 jam penuh, kemacetan tidak pernah berhenti. Sejak jantung kota berdenyut dengan kencangnya pada pukul 06.00 pagi, hingga pukul 00.00 malam nyaris tak ada jalan yang tak macet. Paling tidak, jika tengah malam, kemacetan akibat ulah angkot2 yang ngetem sembarangan atau sengaja berhenti di tengah jalan sembari sopirnya tengok kiri kanan cari penumpang.
Jalur Kebayoran Lama, Rawabelong, Kemanggisan, Palmerah, Petamburan, Jatibaru, nyebrang Sudirman Thamrin tembus Kebon Sirih sudah ribuan kali aq lewati. Sebelumnya memang setiap kali akan meluncur ke kantor Gubernur DKI di Jalan Merdeka Selatan, aq selalu menggunakan jalur Palmerah, Slipi. Tapi saat ini, kemacetan di daerah itu sudah sangat parah. Angkot yang ngetem berjajar kiri, tengah, kanan sudah tidak tidak manusiawi lagi. Makian, cercaan tidak lantas merubah keadaan. Satu angkot yang berhenti menghadang di tengah jalan menyingkir, datang lagi angkot di belakangnya dan berhenti di tempat yang sama. Anehnya, mereka tidak menurunkan atau menaikkan penumpang. Tapi hanya sekadar ngobrol dengan sopir angkot lain yang terlebihdahulu ngetem di pinggir jalan. Alhasil, seluruh ruas jalan terhadang. Suara klakson, makian hampir menjadi rutinitas. Itu selalu terjadi setiap waktu sepanjang Palmerah depan Polsek, sepanjang pasar hingga Slipi. Belum lagi ditambah pedagang sayur yang sudah siang bolong tak kunjung bubar setelah berdagang sejak pagi buta atau bahkan tengah malam. Berhasil lepas terjebak kemacetan di Palmerah-Slipi, kemacetan di Petamburan siap menanti. Kemacetan semakin parah terus terjadi sepanjang pasar hingga stasiun Tanah Abang. Bukan hanya angkot yang ikut menambah runyam jalanan, para pedagang kaki lima hampir menghabiskan separoh jalan. Siapapun yang pernah lewat situ, pasti akan ngrasain yang namanya jengkel dan marah. Memang sekali melewati jalur itu, tidak ada pilihan lain. Sebab, pertigaan Petamburan yang biasanya terbuka tiba2 ditutup portal oleh Dinas Perhubungan DKI. Berulangkali kita kritik, bebal juga pejabat Dishub itu. Kasian juga yang tinggal di sepanjang Petamburan. Jika mengikuti aturan harus memutar jauh hingga jalan S Parman. Alih2 menghilangkan kemacetan di pertigaan itu, justru kemacetan di titik-titik lain semakin banyak dan menyebar. Penduduk setempat pun tak ambil pusing. Meskipun diportal, terjang saja daripada harus memutar jauh. Akibatnya, saat ini, pertigaan Petamburan justru menjadi kemacetan baru lantaran banyak warga yang nyelonong potong kompas. Tidak hanya bikin macet, tapi juga sering hampir terjadi tabrakan. "Sudah kami kaji secara mendalam," kata pejabat Dishub. Tapi dalam hatiku bilang "Mbel gedes. Trima laporan anak buah yang ABS doang ga tahu kondisi lapangan. Sekali kali dong terjun langsung pelototin seharian biar tahu kalau kebijakan menutup dengan portal adalah kebijakan bodoh,".
Lho, kok jadi marah2 sih...gimana ga marah kalau setiap hari harus telat hadiri acara gubernur gara2 terjebak kemacetan. Bayangin aj, masak dari Kebayoran Lama hingga ke Merdeka Selatan satu jam lebih. Edan tenan. Kembali ke cerita kemacetan.
Setelah kapok lewat Slipi, haluan kuputar arah. Kemanggisan adalah alternatif terakhir. Lumayan sih, jika macet paling2 setengah jam. Jika lancar, 15 menit sudah sampai. Tapi kadang2 di jalur tersebut juga sangat menjengkelkan. Terutama di setiap pertigaan. Jarak antar pertigaan tidak lebih dari 50 meter. Kemacetan paling parah ada di pertigaan Binus. Gara2nya, pak ogah yang nyambi cari duit dengan cara membantu mobil mewah menyeberang atau potong kompas setelah parkir. Dari kanan ke kiri, dari kiri ke kanan. Bahkan dari depan putar arah ke belakang. Yang lebih menjengkelkan lagi, sudah sabar ditunggu untuk menyeberangkan mobil mewah, masih saja tak tahu diri. Mobil mewah selanjutnya didahulukan dan berikutnya dan berikutnya. Padahal, kemacetan di belakang sudah 100 meter lebih. Jika satu macet, seluruhnya jadi macet. Sebab, kendaraan yang datang terus bertambah. Tidak hanya dari arah Kebayoran Lama tapi juga dari arah Kemanggisan. Pak ogah baru bersedia minggir setelah raungan klakson bersahut-sahutan memekakkan telinga. Belum lagi yang emosi pasti akan mengumpat keras2. Yang sudah terbiasa paling2 hanya melihat2 jam tangan terus menerus sambil mencari2 celah siapa tahu bisa mendahului mobil di depannya.
Dari sejumlah pertigaan yang berada di sepanjang kawasan itu, menurutku, pertigaan Binus yang paling keterlaluan. Masih mending kalau pagi ada satpam kampus yang secara telaten mengatur jalan. Jika matahari sudah terbenam, praktis pak ogah yang berkuasa.
Malam itu kebetulan aq dah kelar liputan. Brita sudah dikirim semua. Arloji aq lihat sudah pukul 20.00. Artinya harus segera meluncur ke kantor. Apalagi saat baru beranjak meninggalkan Balaikota mas tir redaktur jakarta raya minta dibuatin brita lagi. Malam itu, sejak keluar dari kantor gubernur, jalanan sudah mulai macet. Merdeka Selatan, Indosat, KPUD, Hotel Milenium hingga perempatan Jatibaru hanya bisa merayap. Sekali jalan, berhenti lagi. Jalan sebentar berhenti lagi. Itu terus terjadi sepanjang jalan hingga Kemanggisan. Brita kemacetan sudah ribuan kali kita tulis bersama kawan2 yang lain. Dua bulan lebih, hampir setiap hari ada brita soal kemacetan. Ujung2nya, sadar juga gubernur ama kapolda. Operasi jala jaya untuk mengurai kemacetan pun digelar. 15 ribu personel diterjunkan. Tapi itu crita lama. Hanya berjalan tiga bulan. Setelah itu tak ada kelanjutannya hingga saat ini.
Back to pertigaan Rawabelong. Setelah berhasil berjalan merayap, motor bututku praktis tak bisa jalan lagi. Untuk menyelip ke kiri, dihadang angkot. Buntu ces. Untuk menyalip lewat kanan nyaris tak ada ruang mengingat kendaraan dari arah yang berbeda sangat mepet. Cukup untuk lewat satu mobil. Sebab, jika malam tiba, jalur tersebut nyaris hampir kepotong dua ruas dari arah utara. Dari selatan hanya tersisa cukup satu mobil. Jika angkot berhenti satu menit saja, kemacetan semakin tambah panjang.
Jika sudah begitu, klakson akan terdengar bersahut2an. Jika tidak sabar, suara2 sumbang akan terdengar. "Hoi, gantian hoi..". Dari samping teriakan terdengar. Disusul lagi teriakan di belakangnya yang memaki2 pakai bahasa indonesia dengan baik dan benar. Busyet deh. Jadi ikut2an emosi nih. Setelah berhasil menelikung ke kanan dan ke kiri mencari sela2 yang kosong sampai juga di ujung kemacetan. Pertigaan Rawa Belong. Malam itu asap sate mengepul menutupi hampur seluruh jalan. Baunya menyengat sekali. Pak ogah yang berdiri menghadang di tengah pertigaan persis tak henti2nya mencoba mengeruk keuntungan dari macetnya jalanan. Satu mobil mewah dikendarai seorang mahasiswi mencoba potong belok arah. Tapi terhadang. Pak ogah langsung sigap mengawal seraya menyetop kendaraan yang mencoba melintas. Selesai menyebarang, pak ogah terlihat mengintip di balik kaca pengemudi. Siapa tahu pemilik mobil memberikan recehan. Tapi yang didapat justru lambaian tangan. Dari wajahnya aq lihat kesal sekali dia. Lewatnya mobil tersebut aq coba gunakan untuk menerobos, tapi pak ogah dengan sigap lagi menghentikan laju motorku. Persis di samping tubuhnya hanya berjarak 30 cm. Untungnya aq langsung rem mendadak. Setelah kali ini, mobil dari arah sebaliknya dipersilakan melintas. Lagi2 usai menyebarangkan mobil itu, pak ogah hanya geleng2 kepala. Kaca samping kemudi yang diketok2 hanya dibalas lambaian tangan. Aq pun jadi marah sekaligus kasian. "Orang kaya pelit lo belain. Giliran motor lo hadang2. Emang ga tahu macetnya di belakang sana berapa panjangnya," kataku akhirnya kesal. Aq mencoba merogoh kantong jaketku. Siapa tahu ada uang ribuan yang bisa kuberikan pada pak ogah itu. Biar dia punya sadar dikit. Jangan hanya orang kaya yang diprioritaskan. Apalagi kalau pelit kayak gitu. Udah macetnya minta ampun, dibela2in, ngasih gopek aja kagak. Keterlaluan..!
Asap sate di pertigaan Rawabelong aq lihat masih terus mengepul. Ada yang menutup hidung, ada juga yang justru menghirupnya dalam2. Lumayan dapat bau sate.
Setelah berhasil melewati pertigaan Rawabelong, hatiku langsung lega. Sejauh mata memandang tak ada kemacetan lagi. Sementara di belakang sana, suara2 klakson masih aq dengar sayup2 sampai. Selamat jalan kemacetan. Sampai ketemu esok hari lagi. Busyet..pagi2 hari libur masih macet..untungnya si kecil ga rewel. Jakarta..Jakarta..

Penas, 18 Oktober 2008

14 Oktober 2008

Belajar Jadi Orangtua Bijak...


Pagi-pagi keributan kecil terjadi di kontraan kecilku. Antara sadar dan tidak sadar, terdengar tangisan bayi tepat di sebelah tempat aq tidur. Semakin lama, suaranya semakin keras. Karena masih terasa ngantuk, mataku hanya sempat melihat sekilas istriku lagi menyuapi Najwa anakku yang baru berumur tiga bulan. Suap demi suap terus dijejalkan dalam mulut mungil anakku. Tangis tanda pemberontakan terdengar semakin keras. Aq mencoba kembali memejamkan mata kembali. Tapi suara tangisan terus menderu dan menyayat hati.
Kubuka mataku lebar-lebar dan aq langsung bangun dari peraduan. Terlihat jelas Najwaku disuapin bubur ama mamanya. Tapi makanan itu seperti tidak bisa ditelan. Penuh di mulut anakku. Sambil terus menangis, Najwa mencoba meyakinkan mamanya dengan tangisannya tersedu-sedu. Agar mamanya segera menghentikan suapannya.Tapi malaikat kecilku seperti tak berdaya. Setiap bubur yang meleleh di mulut anakku kembali dimasukkan. Coba dipaksakan agar bisa tertelan. Anakku terus mengiba. Suaranya terdengar menyayat hati. Melihat itu, akupun langsung naik pitam. "Kalau ga mau ya jangan dipaksain. Toh makan bubur kan bukan saatnya. Baru setelah empat bulan ga papa disuapin terus. Udah hentikan," kataku setengah membentak istriku.
Istriku masih mencoba membereskan sisa-sisa bubur di mulut anakku yang belum tertelan. "Udah mama...udah..! jangan diterusin lagi. Kalau satu sendok ga papa. Wong ga mau kok dipaksain. Emang romusha yang dipaksa-paksa," kataku semakin kesal. Melihat kemarahanku meledak, istriku lalu menghentikan aksinya. "Ini juga satu sendok ayah," katanya membela diri.
Setelah diletakkan dari pangkuan ke tempat tidur, Najwa langsung aq gendong ke luar rumah. Aq ciumin, aq peluk dengan penuh kasih sayang. "Ayah sayang kamu nak. Apapun akan ayah lakukan demi kamu," kataku berbisik di telinga mungilnya. Najwaku hanya diam. Dia mencoba melihat sekeliling lewat mata lentiknya. Aq melihat ada sesuatu kebebasan di matanya. Dia mulai mau berbicara dengan bahasanya sendiri. Meracau entah apa artinya. Aq pun membalas kata-katanya dengan kata apapun yang bernada kasih sayang. "Najwa sekarang sudah gede. Cantik, pinter. Ga boleh rewel. Najwa anaknya ayah. Harus pintar. Harus bisa jagain mama," kataku lagi membalas racauannya.
Dari luar rumah, aq lihat mamanya beres2 di dapur. Terdengar sesuatu sedang digoreng. "Kasihan mamanya. Mungkin karena terlalu capek ngasih asi. Jadi untuk membantu terpaksa dikasih bubur untuk tambahan makanan," kataku dalam hati setelah kemarahanku reda. Aq ajak Najwa masuk kembali masuk rumah kontraan. Aq letakkan di karpet dengan bantal kecil di kepalanya. Aq nyalain TV. Sambil melihat berita di TVone, aq mencoba membaca koran hari ini. Tidak beberapa lama, mamanya datang. "Sini nak. Ayo mandi biar seger," katanya seperti kangen setengah kehilangan setelah aq marah-marahin.
Memang, sejak balik ke Jakarta usai mudik dari kampung, Najwaku semakin kuat minum asi. Sekali mimik, dia bisa berjam-jam. Jika dilepas selalu rewel. Praktis, jika sudah manja seperti itu, mamanya tidak bisa kemana-mana. Jangankan keluar rumah, untuk beres-beres rumah saja tidak sempat.

Jika sudah begitu, sepulang kerja pukul 22.00, dan aq melihat rumah masih berantakan, aq langsung beres2in sendiri. Baju, sampah aq angkut2in ke belakang. Aq ambil sapu lalu kubersihkan lantai rumah. Terkadang, melihat kelakuanku, istriku marah2. "Biarin tar mama yang beresin. Emang mama ga kerja apa. Seharian anakmu tuh netek mulu. Kalau dilepas nangis. Tidur harus ditemenin. Ditinggal rewel," katanya mencoba protes.
Apapun kondisi rumahku, aq males ribut. Apalagi untuk hal-hal yang kecil yang menurutku tidak ada gunanya diributin. Jika istriku sudah protes, semua langsung aq tinggal. Terkadang, jika terlalu capek, istriku jadi kesal. "Ayah ini, bentar-bentar ganti baju. Ini baru satu menit dipakai, dah ganti lagi. Mama capek. Dah kerjaan banyak, anak rewel-rewel terus," katanya menerangkan kondisinya. Jika sudah bilang begitu, aq menjadi ikut kesal. "Udah ga usah banyak ngomong. Apa yang bisa dikerjakan, kerjakan. Kalau ga bisa ya ga usah dikerjakan. Kerja itu yng penting ikhlas. Tanpa paksaan. Kalau ga bisa, tar aq sendiri yang ngerjain. Yang penting kamu ngurusin anak," kataku.
Biasanya, usai bertengkar seperti itu, setiap ada sesuatu yang ga beres di rumahku, langsung aq tangani sendiri. Nyuci, ngepel, beresin barang2 yang tercecer di kamar tidur, ruang tamu atau buang sampah ke belakang. Biasanya, juga kondisi sudah pulih seperti semula, istriku tidak lagi capek, kondisi lagi fit, perempuan ambon itu mulai bermanja2 lagi. "Ayah, tar Najwa dapat adik lagi kan," katanya merajuk. Mendengar itu, singkat aq langsung jawab. "Gak. Ogah. Gimana mau dapat adik lagi kalau ngurus Najwa aja masih belum beres. Kalau dah bisa buat najwa ga nangis, baru boleh ada adik," jawabku.
Untuk mengurus malaikat kecilku memang hanya ada istriku yang menjaganya di rumah. Sebab, untuk mencari pembantu susah. Si mbah yang pernah bantu2 di rumah hanya bertahan dua minggu. Karena sakit lalu izin ga bisa ke rumah lagi. Praktis, hanya istriku yang mengasuh anakku. Termasuk beres2 rumah.
Najwaku sendiri, jika kondisinya lagi fit tidak terlalu rewel. Setiap dibilangin jangan nangis kecuali lapar, dia menurutinya. Habis dikasih asi langsung tertidur pulas. Guling kecil dipeluknya erat. Badan mungilnya tertidur miring. Persis layaknya orang dewasa. Jika habis dimandiin sore hari, dikasih mimik, langsung tidur hingga tengah malam. Jika sepulang kerja belum bangun2 juga, aq ciumin hingga terbangun. Supaya mimik dulu biar ga bangun lagi sampai pagi.
Jika tidurnya lelap banget, pukul 04.30, baru bangun. Padahal aq sendiri masih terlelap. Soalnya terkadang, jika habis sholat n zikir, aq baru tidur pukul 03.00 dini hari. Jika pagi buta anakku sudah menendang2, lalu suaranya meracau, kami pun tidak bisa tidur lagi. Sebisa mungkin anakku mencoba membangunkan mamanya. Nendang2 ke kanan dan ke kiri. Jika tidak mempan, dia menggunakan trik pura2 menangis. "hu..uuu..uuu,". Begitu aq bangkit dari tidur dan melihatnya, Najwaku malah tersenyum dan bicara meracau. "Udah deh kalau dah ngajak ngobrol pasti ga mau tidur lagi," kata istriku. Jika aq masih ngantuk banget. Aq bilang ke istriku untuk melilingnya. Atau jika mamanya kebetulan lagi capek, aq terpaksa bangkit dari tidur sambil mendekatkan wajahku ke mukanya. Karena saking ngantuknya, sesekali mataku aq buka, lalu terpejam lagi. Hanya untuk memastikan anakku ada teman untuk diajak bicara.
Najwa...Najwa...moga jadi anak pintar ya nak...semua harapan ayah, mama, jika saat ini belum kesampaian, semoga engkau bisa mewujudkannya kelak..

Ulujami, 15 Oktober 2008

DKI Gagas Tol Bendungan


Belajar dari Moskow Tangani Banjir Rob

Pemprov DKI Jakarta terus mencari upaya penanganan banjir di DKI. Saat ini tengah digagas pembangunan bendungan sepanjang pantai utara Jakarta. Bendungan tersebut nantinya sekaligus dimanfaatkan untuk jalan tol.
"Di Rusia ada kota namanya St Petersburg. Di situ ada bangunan sejarah yang selalu terkena banjir rob dua meter. Kontur tanahnya persis seperti di Jakarta Utara," ujar Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo usai melakukan lawatan di Moskow kemarin.
Untuk menghadang banjir, pemerintah Rusia akhirnya membangun bendungan sepanjang 40 km. Di atas bendungan dibangun jalan layang yang menghubungkan antarkota. Sementara di dalam bendungan dibangun pelabuhan besar untuk menampung kapal-kapal yang lewat.
Agar kapal besar bisa lewat, dibuatkan pintu sepanjang 200 meter. Sedangkan untuk jalur kapal kecil dibuat pintu sepanjang 100 meter. Jika ada rob datang, pintu langsung ditutup. Namun, pada hari biasa, pintu dibuka untuk mengalirkan air dari darat ke laut.
Pembangunan bendungan tol yang telah dimulai sejak 1979 itu hingga saat ini masih terus berlangsung pengerjaannya. Konstruksi bangunan didesain untuk mengantisipasi rob setinggi 5,5 meter. Seluruh biasa pembangunan infrastruktur disubsidi pemerintah. "Beberapa kali sempat terhenti pembangunannya karena pergantian pemerintahan," ungkapnya.
.
Foke, sapaan akrab Fauzi Bowo itu menyatakan, bendungan yang dibangun di St Petersburg tersebut sangat efektif membendung banjir lantaran seluruh kota dan bangunan sejarahnya terlindungi. Apalagi, perubahan laut Atlantik terus berlangsung. Untuk membendung banjir rob di pantai utara Jakarta pun akan diterapkan sistem serupa. Namun, persoalannya membutuhkan biaya besar. Hal itu tidak mungkin jika hanya ditanggung DKI. Sebab, seperti St Petersburg, pembangunan diteken Rusia dan Uni Eropa.
Menurut Foke, dengan membangun bendungan sepanjang pantai itu, ada dua keuntungan besar yang bisa diperoleh. Banjir bisa dihadang, penambahan ruas jalan melalui pembangunan jalan layang di atas bendungan bisa mengurai kemacetan. Jika diterapkan di Jakarta Utara, jalan layang itu bisa menghubungkan Tangerang bagian barat hingga Muara Gembong. "Tapi ini masih harus dikaji lagi," katanya.
Sementara itu, menurut pakar planologi Trisakti Yayat Supriatna, pembangunan bendungan di pantai utara untuk menghadang banjir rob bisa saja dilakukan. Namun, jika harus diterapkan seperti di St Petersburg, hal itu membutuhkan biaya cukup besar. Sehingga, lebih efektif jika di sepanjang pantai utara dibangun bendungan parsial. Hanya kawasan tertentu yang memiliki tingkat kekritisan tinggi dibendung. Selebihnya cukup dibuat hutan bakau. "Wilayah kritis yang harus diprioritaskan seperti Muara Baru, Cilincing serta pantai dekat Bandara," terangnya.

Jika di atas bendungan harus dibangun jalan tol, hal itu harus dilihat tingkat efektifitasnya. Sebab, jika harus ada tol, artinya bendungan harus dibangun sepanjang pantai hingga ke daerah sekitar. Hal itu tentu saja membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Apalagi sejak keluarnya Perpres Tata Ruang, setiap ada pembangunan baru yang menyangkut lingkungan, harus diusulkan ke pemerintah pusat terlebihdahulu. Agar bisa dilakukan sinkronisasi dengan daerah lain. "Saya pikir skala prioritas itu yang harus didahulukan. Apalagi, di pantai utara mau direklamasi. Kalau dibenteng semua kan tidak mungkin," ungkapnya. (aak)

Birokrasi DKI Adopsi Sistem TNI


Ada Kepastian Hukum Hingga Kelurahan

Perampingan birokrasi di tubuh Pemprov DKI Jakarta sudah mencapai tahap akhir. Selama sepekan penuh, perampingan tingkat asisten, biro, bagian hingga subbag berhasil diselesaikan. Terhitung sejak Senin (13/10), nasib dinas-dinas beserta unit-unit kerja di bawahnya akan ditentukan.
"Perampingan sudah selesai 99 persen. Senin besok (hari ini) sudah siap dipaparkan," ujar Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto, kemarin.
Untuk menyusun struktur baru tidak terlalu banyak kendala yang dihadapi. Yang paling rumit justru membuat kerangka tugas masing-masing unit setelah digabung. Sebab, jika tidak hati-hati bisa tumpang tindih antara satu unit dengan unit lainnya. Untuk perampingan dinas, jika dikebut, diperkirakan membutuhkan waktu sekitar satu pekan. Selanjutnya, nasib para pegawai yang terkena perampingan yang harus dipikirkan.
"Birokrasi DKI tingkat provinsi kan gemuk sekali. Sementara tingkat kelurahan sangat kekurangan pegawai. Ini juga menjadi pekerjaan rumah kita," ungkapnya.
Sayangnya, Prijanto belum bersedia membeberkan akan dikemanakan nasib ribuan pegawai tingkat provinsi yang terkena perampingan itu. Mantan Aster TNI AD itu hanya menyatakan, tingkat kelurahan saat ini yang paling membutuhkan sentuhan reformasi birokrasi. Di tingkat bawah itu rata-rata hanya memiliki delapan pegawai untuk melayani ratusan ribu warga. Tragisnya, dari delapan pegawai tersebut, ada yang bukan PNS.
Wagub melihat kondisi tersebut sangat prihatin. Apalagi, dengan pegawai yang sangat minim tersebut banyak yang tidak ditunjang dengan fasilitas yang memadai. "Ada pohon tumbang, kelurahan dibilang lelet kok ga diangkat-angkat dan dibersihin. Gimana mau bersihin kalau truknya tidak ada, gergaji tidak ada," terangnya.
Begitu juga ketika ada keluhan sampah yang berserakan belum terangkut. Bukan pihak kelurahan yang tidak sigap, namun lantaran tidak didukung fasilitas yang memadai.
Setelah diusut, ternyata fasilitas yang ada dalam kelurahan tidak ada payung hukumnya. Apakah itu Perda atau Pergub. Termasuk kepastian personel di dalamnya. Kondisi tersebut menyebabkan kinerja institusi paling vital itu tidak bisa maksimal dalam melayani masyarakat banyak. Sebab, setiap ada kebutuhan mendesak tidak bisa segera mengajukan dalam anggaran daerah. Jumlah kelurahan di DKI sebanyak 267 keluarahan itu rata-rata mengalami masalah yang serupa. Meskipun ada juga yang sudah mandiri. "Kalau di TNI semua ada kepastian hukumnya. Berapa jumlah personelnya, berapa peralatan yang ada, anggarannya, semua jelas. Seharusnya kelurahan juga seperti itu. Apakah lewat Pergub atau Perda. Jadi kalau ada yang tidak beres, gampang identifikasinya," ungkapnya.
Prijanto menambahkan, satu hal lagi yang perlu direformasi terkait keberadaan sudin dan UPT di wilayah. Saat ini, masih banyak yang satu garis komando ke dinas. Idealnya, sudin atau UPT berada di bawah komando Walikotamadya. Sehingga, ketika ada persoalan di wilayah bisa langsung dikoordinasikan dengan unit teknis terkait. Sementara saat ini, akibat komando masih berada di bawah dinas, ketika wilayah membutuhkan bantuan sering terbentur persoalan birokrasi.
Sementara itu, menanggapi reformasi birokrasi di tubuh Pemprov DKI Jakarta, Direktur Eksekutif Forum Cipta Bangsa (FCB) Budi Siswanto menyatakan, perampingan yang dilakukan Pemprov jangan sampai dipolitisasi. Sebab, restrukturisasi birokrasi bukan hanya memangkas jumlah dinas, biro dan badan lainnya. Tapi lebih dari itu. Justru yang harus diperhatikan terkait kebutuhan akan peningkatan pelayanan publik. Yang terpenting, figur-figur yang dipercaya duduk mengisi jabatan tersebut adalah orang-orang yang memiliki komitmen akan pelayanan masyarakat. "Memiliki integritas menempati posisi. Bukan asal comot," ungkapnya. (aak)

13 Oktober 2008

Menangis di Tanah Terakhir...


Warga yang tinggal di Taman BMW telah kiamat. Penggusuran yang dilakukan aparat Satpol PP Pemprov DKI seperti tak lekang oleh waktu. Setidaknya, sudah tiga kali penggusuran di lakukan di tempat yang sama. Warga sepertinya juga tak pernah lelah. Bertahan dan terus bertahan. Hari ini digusur, mengungsi dan esok kembali lagi. Anak-anak korban penggusuran pun ikut pontang-panting bersama orangtuanya. Begitu ada penggusuran harus siap-siap pergi menjauh dan mengemasi seluruh keperluan sekolahnya. Tak jarang, brutalnya aparat membuat baju seragam sekolah atau peralatan lainnya tak sempat diamankan. Memang sejak kali pertama penggusuran dilakukan, warga yang tinggal di gubuk-gubuk kumuh tersebut terus berkurang. Hanya mereka yang idealis yang tetap bertahan. Siapa tahu ada keadilan. Siapa tahu ada kabar baik dari Komnas HAM. Atau siapa tahu Pemprov menjadi berbelaskasihan.
Tapi harapan tinggal harapan. Janji Komnas HAM untuk mendesak Pemprov DKI menghentikan penggusuran hanya janji enak didengar tak enak dinanti. Upaya hukum yang dijanjikan LSM dan LBH untuk menggugat Pemprov juga tak ada kabar kejelasannya. Semuanya hanya janji. Warga tetap saja digusur siang dan malam. Warga tetap saja dihantui kekhawatiran datangnya buldoser dan aparat Satpol PP yang garang-garang. Mereka tetap saja tinggal di rel. Semua mengeruk keuntungan dari penderitaan yang tak pernah ada habisnya.
"Salahnya sendiri mereka tidak mau tinggal di rusun. Siapa suruh percaya pada provokator. Coba lihat warga yang tinggal di rusun Marunda. Mereka adalah bekas tinggal di kolong tol semua. Buktinya, sekarang mereka enak," kata Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto.

Penggusuran ribuan warga di Taman BMW memang membawa penderitaan tak berkesudahan. Terutama bagi anak-anak. Penyakit yang datang akibat lingkungan yang tidak sehat semakin menjadi-jadi. Hal itu belum lagi manusia kecil itu harus menyesuaikan orangtuanya yang tak menentu. Hari ini mendirikan gubuk di seberang rel, besok sudah harus pindah di seberang kali. Begitu mahalnya harga yang harus ditanggung untuk bisa tinggal di Jakarta. Bahkan, untuk bisa tetap sekolah pun, anak-anak korban penggusuran itu terpaksa tidak pakai seragam. Jika di sebuah sekolah ada siswa yang kucel tanpa seragam, sudah bisa dipastikan itu adalah anak-anak korban penggusuran Taman BMW. Ribuan warga yang tinggal di kawasan tersebut memang dilematis. Bagaimana mau tinggal di rusun jika Pemprov hanya menyaratkan yang punya KTP DKI. Bukanya ngurus KTP bagi warga yang tinggal di kawasan kumuh sulitnya minta ampun. Anehnya, justru mereka masuk dalam daftar RT atau RW setempat. Buktinya, setiap ada pemilihan dari tingkat RT hingga Gubernur, suara mereka menjadi rebutan. Jika disurvey pro kepada sang calon langsung dibuatin KTP, jika tidak sudah bisa ditebak ga bakalan namanya bisa tercatat. Meskipun punya KTP sekalipun.

Lalu apa mereka harus pulang kampung? ya kalau di kampung ada tanah atau rumah untuk bisa tinggal, keluarga pun bisa jadi mereka sudah tidak punya. Itu lantaran mereka rata-rata telah tinggal di Jakarta puluhan tahun. Lalu kemana mereka harus tinggal untuk bisa survive jika tanah terakhirnya terus digusur dan digusur.
"Kami sudah memiliki program yang terencana untuk pengentasan kemiskinan. Ada gakin, pendidikan gratis, PPMK di tiap kelurahan yang anggarannya miliaran," kata Wagub yang diamini Sekda Muhayat.
Yah, itu memang benar. Tapi apakah petinggi-petinggi Pemprov itu tidak tahu. Anggaran pemberdayaan yang digembor2kan itu hanya menyentuh kalangan menengah. Bahkan, terkadang dimonopoli kalangan atas yang jelas2 berduit dan tinggal di rumah mewah. Kondisi itu terus dibiarkan lantaran Pemprov tidak ingin dana yang dikucurkan menguap begitu saja. Jika dipegang warga yang telah memiliki usaha mapan, modal pasti bisa kembali. Jadi ga mungkin dana PPMK diserahkan warga yang jelas2 untuk rumah pun tidak punya. Lalu sisi mana pemberdayaan warga miskin itu? biar rumput yang bergoyang yang menjawab.

Yang jelas, yang miskin akan tetap miskin. Yang kaya akan semakin kaya. Karena, tinggal di tanah terakhir di Jakarta begitu mahalnya.
Maka, siap-siap saja jika 24.375 kepala keluarga yang menempati 21 kawasan ilegal di Jakarta Utara lainnya mendapat gusuran yang sama. Karena itu sudah menjadi nasibmu warga miskin yang tinggal di Jakarta.
Siapa suruh datang ke Jakarta. Begitu lagu yang selalu terdengar di TV swasta yang membuat hati semakin pilu ketika dari jauh terdengar raungan mesin buldoser.

Bengong saat menunggu Wagub rapim, 13 Oktober 2008

09 Oktober 2008

23 SKPD DKI Resmi Digabung


Pejabat Senior Siap Gigit Jari

Pemprov DKI Jakarta terus menyeriusi perampingan birokrasi yang saat ini dinilai sangat gemuk. Sebanyak 23 satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dipastikan akan digabung. Konsekuensinya, nantinya diperkirakan banyak pejabat senior yang saat ini menjabat sebagai kepala SKPD akan tergusur. Apalagi, Pemprov DKI Jakarta memastikan tidak akan melakukan pensiun dini. Perampingan tersebut nantinya hanya menyentuh level atas, sementara level bawah dipastikan tidak banyak berubah.
"Targetnya 2009 selesai. Jadi nanti anggaran baru bisa menyesuaikan birokrasi baru," ujar Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto usai melakukan rapat rencana perampingan birokrasi di Balai Kota kemarin.
Perampingan sejumlah SKPD tersebut sudah lama digodok. Tidak hanya melibatkan internal Pemprov, pihak independen seperti MIPI (Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia) juga dilibatkan untuk menyusun formasi birokrasi DKI. Saat ini, materi Perda Organisasi juga sudah siap dan dalam waktu dekat akan diajukan ke DPRD DKI.
Di antara sejumlah SKPD yang akan digabung tersebut seperti Dinas Dikdas digabung dengan Dinas Dikmenti menjadi Dinas Pendidikan. Seluruh unit di bawahnya dilebur dalam satu atap dan tetap berdiri sendiri. Selain itu juga Kantor Pengelola Teknologi (KPTI) digabung dengan Biro Humas menjadi Dinas Komunikasi dan Informatika.
Untuk Dinas Kebudayaan dan Permuseuman digabung dengan Dinas Pariwisata menjadi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Dinas Perumahan digabung dengan Kantor Tata Bangunan dan Gedung Pemda (KTBG) menjadi Dinas Perumahan dan Gedung Pemda. Dinas Pertamanan digabung dengan Kantor Pelayanan Pemakaman jadi Dinas Ruang Terbuka Hijau dan Pemakaman.
Sedangkan Dinas Tata Kota digabung dengan Dinas Pertanahan dan Pemetaan menjadi Dinas Pemetaan dan Pemanfaatan Ruang. "Dengan adanya dinas tersebut, wewenang Dinas P2B dipangkas. Jadi nanti yang mengeluarkan izin IMB bukan P2B lagi. Ada dinas lain. Agar pengawasan bisa optimal," ungkapnya.
Lebih lanjut, Prijanto mengungkapkan, dinas yang juga terkena perampingan yakni Dinas Pertanian dan Kehutanan digabung dengan Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan (Disnakan) menjadi Dinas Ketahanan Pangan dan Kelautan. Begitu juga Dinas PJU dan SJU digabung menjadi satu dengan Dinas Pekerjaan Umum.
Selain dinas, kantor dan biro, untuk asisten juga akan digabung. Nantinya Asisten Keuangan digabung dengan Asisten Perekonomian, Keuangan dan Administrasi. Sehingga asisten yang tidak terkena perampingan hanya Asisten Tata Praja dan Asisten Kesejahteraan Sosial. "Ini baru uji teori tingkat satu di bawah Wagub. Habis ini baru akan dibawa ke Gubernur untuk mendapat keputusan. Yang saya omongkan belum final," terangnya.
Sebab, sesuai ketentuan, jumlah dinas yang diizinkan maksimal 21 dinas. Nantinya, item rumpun dinas yang harus tetap eksis akan diatur dalam PP dan Permendagri. Namun, secara garis besar, setelah dilakukan perampingan, rumpun dinas dilarang masuk ke badan. Begitu juga sebaliknya. Selain kepala SKPD, sejumlah pegawai dipastikan akan berada di luar formasi lantaran perampingan. Hingga saat ini, pihaknya belum memikirkan akan didrop kemana para pegawai tersebut. "Apakah akan didrop ke kecamatan atau kelurahan belum tahu. Tapi di tingkat bawah juga akan ditata," jelasnya.
Sementara untuk pejabat senior yang saat ini menjabat kepala SKPD, jika terkena perampingan tidak sampai harus ada pensiun dini. Sebab, rata-rata sudah menjelang pensiun. Selain beberapa pos juga masih banyak kosong. Seperti asisten deputi masing-masing ada dua orang.
Sekda Pemprov DKI Muhayat menambahkan, selain yang disebutkan Wagub, ada juga SKPD yang masuk daftar perampingan. Seperti Kantor Arsip Daerah digabung dengan Unit Perpustakaan Daerah, Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah, Biro Perlengkapan digabung dengan Biro Keuangan menjadi Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah. Sementara ASP dipecah menjadi dua unit kerja.
Sesuai PP no 41 tahun 2007, diamanatkan daerah cukup ada 15 dinas. Namun, lantaran DKI memiliki kekhususan, dinas yang saat ini ada 26 unit akan dirampingkan menjadi 21 unit. Sementara biro dari 12 unit menjadi 11 unit. Badan dan lembaga teknis daerah dari 16 unit menjadi 11 unit. "Bapeda dan Bawasda tetap ada. Begitu juga dengan BPLHD dan BKD," ungkapnya.
Dengan adanya perampingan itu, penghematan birokrasi diperkirakan sekitar 25 persen. Sejumlah penghematan bisa dilakukan seperti tunjangan jabatan menurun, biaya untuk organisasi berkurang serta biaya sarana dan prasarana juga berkurang. "Setelah perampingan, lima dinas dan satu badan yang boleh ada wakil. Dinas yang digabung boleh ada wakil. Sementara badan hanya Bapeda yang ada wakil," pungkasnya. (aak)

07 Oktober 2008

Operasi Yustisi Merambah Kawasan Elite


Pemprov DKI Jakarta mulai mengincar ratusan ribu pendatang baru yang sudah mulai berbondong-bondong memasuki kawasan Ibu Kota. Tahun ini, Pemprov memastikan akan menyisir habis seluruh kantong yang dijadikan tempat penampungan para pendatang. Tidak hanya kawasan kumuh, kos-kosan, tempat kontrakan, tapi juga sejumlah apartemen dan komplek perumahan. Pasalnya, dari hasil pantauan di sejumlah pintu masuk seperti bandara, pelabuhan, stasiun dan terminal, jumlah arus balik sudah melampaui jumlah warga yang mudik beberapa waktu lalu.
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) DKI mencatat, hingga H+3 (5/10) dini hari, jumlah arus balik sudah mencapai sekitar 1,5 juta orang. Padahal, warga yang mudik tercatat 2.828.508 orang. Artinya, ada penambahan warga baru sekitar 50 persen. Praktis, dibanding tahun lalu, jumlah arus balik tersebut naik 8,2 persen. Sebab, tahun lalu hanya berjumlah 2.614.163 orang. “Khusus untuk apartemen, nanti kami akan meminta para pengelola untuk melaporkan jika ada pendatang baru. Jika tidak, mereka juga akan dikenai sanksi,” ujar Wakil Kepala Dinas Tramtib dan Linmas DKI Sitinjak kemarin.
Operasi yustisi tersebut akan digelar mulai tanggal 23 Oktober mendatang. Selanjutnya kembali digencarkan pada pekan berikutnya hingga Desember mendatang. Pihaknya memperkirakan, jumlah pendatang baru akan berkisar antara 250 ribu hingga 300 ribu orang. “Sebanyak 400 petugas akan kami terjunkan serentak di lima wilayah. Kami sudah menyiapkan dana Rp 900 juta untuk 10 kali operasi selama setahun,” ungkapnya.
Menurut Kepala Dukcapil DKI Franky Mangatas Panjaitan, jumlah arus balik yang mencapai 1,5 juta tersebut masih akan terus bertambah hingga tembus angka 2 juta hingga 3 juta orang. Sebab, saat ini, belum seluruh aktivitas masyarakat DKI normal seperti sediakala. Seperti sekolah misalnya. Para pelajar baru akan masuk pada pekan depan (13/10). Sehingga, sebelum operasi yustisi dilakukan, pendataan jumlah pendatang baru masih akan terus dilakukan hingga H+7 mendatang. Alasannya, sebelum dilakukan operasi, masih ada kesempatan para pendatang baru untuk melengkapi kewajiban administrasi kependudukan melalui kantor kelurahan setempat selambat-lambatnya 14 hari sejak tanggal kedatangan. “Setelah lewat H+7, yang terjaring akan ditindak tegas,” ungkapnya.
Sesuai Perda no 4 tahun 2004 tentang pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil, bagi pendatang yang melanggar ketentuan, diancam pidana kurungan maksimal tiga bulan atau denda sebesar Rp 5 juta. Selain itu bagi setiap badan hukum yang memberi izin tinggal juga wajib melapor melalui Kelurahan.
Menurut dia, operasi yustisi hanya menyisir pendatang baru yang datang ke Jakarta tanpa melengkapi persyaratan. Seperti tanpa surat pindah, tanpa jaminan tempat tinggal serta tanpa adanya kepastian pekerjaan. Yang lebih penting lagi, setiap pendatang baru harus ada yang menjamin. Sehingga, kemungkinan para pendatang menjadi PMKS bisa diminimalisasi.
Menurut Ketua Fraksi PKS DPRD DKI Selamat Nurdin, operasi yustisi yang dilakukan setiap tahun tidak efektif mengingat tidak adanya penguatan fungsi RT dan RW. Sehingga, pengawasan melekat seharusnya bisa diintensifkan di tingkat paling bawah tersebut. Jika ada warga baru yang 1 X 24 jam tidak melaporkan kepada aparat terkait, harus diproses sesuai dengan aturan yang berlaku.
Data Dukcapil DKI menyebutkan, pada 2005 lalu, pendatang baru sejumlah 180 ribu. Pada 2006 jumlah pendatang baru sebanyak 124.427 orang dan 2007 lalu, jumlah pendatang baru sebanyak 109 ribu orang. (aak)

Ribuan PNS DKI Mangkir


Kedisplinan pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemprov DKI Jakarta masih sangat rendah. Hal itu terbukti dengan masih banyaknya para PNS yang mangkir kerja pada hari pertama setelah cuti Lebaran kemarin. Dari hasil sidak yang digelar Badan Kepegawaian Daerah (BKD) dan Badan Pengawas Daerah (Bawasda) menemukan sedikitnya 1.091 pegawai tidak hadir pada hari pertama kerja. Praktis, mangkirnya para PNS yang mencapai 11 persen dari jumlah pegawai di satuan kerja perangkat daerah (SKPD) sebanyak 9.833 orang itu sangat memprihatinkan. Tragisnya lagi, sebanyak 290 pegawai bolos kerja tanpa adanya keterangan apapun.
Sidak yang digelar mulai pukul 07.00 tersebut juga menemukan 88 pegawai yang tidak masuk lantaran sakit, 78 pegawai izin, 454 pegawai cuti, 79 pegawai mengikuti pendidikan serta 105 pegawai tugas di luar kota. Secara rinci, di sekretariat dewan, sidak menemukan 28 pegawai tidak hadir. Terdiri dari enam orang sakit, 10 izin, tiga cuti serta sembilan tanpa keterangan. Di tujuh badan ditemukan 107 pegawai tidak hadir. Terdiri dari 10 sakit, sembilan izin, 35 cuti, delapan pendidikan, tujuh tugas luar serta tanpa keterangan 38 pegawai.
Untuk 26 dinas ditemukan 471 pegawai tidak hadir. Sebanyak 39 pegawai sakit, 35 izin, 200 cuti, 47 pendidikan, 55 tugas luar serta tanpa keterangan 95 orang. Sedangkan untuk 11 biro, pegawai tidak hadir sebanyak 118 orang. Sakit 16 orang, izin enam orang, cuti 48 orang pendidikan tujuh orang, tugas luar sembilan orang serta tanpa keterangan 32 orang.
Di sembilan kantor, sebanyak 128 pegawai juga ditemukan tidak hadir. Sakit 12 orang, izin delapan orang, cuti 37 orang, pendidikan tujuh orang, tugas luar 25 orang serta tanpa keterangan 39 orang. Terakhir, 15 UPT ditemukan sebanyak 239 pegawai tidak hadir. Lima orang sakit, tujuh izin, 131 cuti, 10 pendidikan, sembilan tugas luar serta tanpa keterangan 77 orang.
Dibanding tahun lalu, jumlah pegawai DKI yang mangkir memang berkurang. Tahun 2007 usai cuti Lebaran ditemukan 1.519 pegawai mangkir kerja pada hari pertama. Sementara pada 2006, total pegawai yang tidak masuk mencapai 2.497 orang.
Menurut Wakil Gubernur Jakarta Prijanto, secara keseluruhan, jumlah pegawai yang mangkir mengalami penurunan. Meskipun masih banyak yang mangkir. Bahkan, tidak sedikit di antaranya mengulang kesalahan yang sama seperti tahun sebelumnya. Padahal, pada mangkir tahun lalu telah diberi peringatan. "Sehingga, kami putuskan dikenakan penurunan pangkat. Ini dalam rangka pembinaan," ujarnya kemarin.
Sementara itu, untuk pegawai yang terlambat datang atau pulang lebih awal akan dikenakan sanksi ringan. Yakni teguran ringan. Selain itu pegawai bisa dikenai hukuman disiplin dengan pemotongan uang kesra Rp 25 ribu per hari. Sedangkan untuk pegawai yang mangkir kerja tanpa disertai alasan jelas, akan dikenakan sanksi sesuai PP no 30 tahun 1980. Meskipun demikian, pihaknya tidak akan asal-asalan dalam memberikan sanksi. Setiap pegawai yang mangkir akan dilihat lebih jeli apa faktor penyebabnya.
Sesuai PP no 30 tahun 1980 tersebut, pegawai yang melanggar ketentuan jam kerja tanpa pemberitahuan dapat dijatuhkan sanksi disiplin. Jika lantaran kelalaiannya dikenakan sanksi berupa penurunan gaji berkala paling lama satu tahun. Sedangkan, jika lantaran kesengajaan, sanksi berupa penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah setidaknya selama satu tahun.
Menurut mantan Aster TNI AD tersebut, atas mangkirnya para pegawai tersebut, dipastikan memastikan akan memberikan sanksi terberat berupa penurunan pangkat. Pegawai yang bakal menerima nasib sial itu dari Biro Administrasi Wilayah. Pegawai tersebut diturunkan pangkatnya dari IIIA ke IID. Sementara bagi 289 PNS yang absen lainnya, penjatuhan sanksi disiplin," ungkapnya.
Dari pantauan koran ini, sejak pagi, situasi kantor Balai Kota di Jalan Merdeka Selatan memang sangat sepi. Tidak seperti biasanya yang ramai banyak pegawai berlalu lalang. Menjelang siang, ada juga yang baru datang. Anehnya, di antara mereka justru banyak yang mulai meninggalkan tempat kerja. Untuk menghindari sanksi lantaran mangkir, para pegawai membuat modus tanda tangan absen manual. Sehingga, tidak terdeteksi kapan jam pulangnya. Sebab, mereka menuliskan jam kepulangan mundur satu
hingga dua jam ke depan. Jika pegawai pulang pukul 15.00, dalam absen ditulis pulang pukul 16.00. Begitu juga yang pulang lebih awal lagi. Suasana tersebut terlihat di lantai 2 Blok G, Balai Kota. Anehnya, para pegawai yang mendapati modus tersebut menjadi ikut-ikutan mangkir agar bisa pulang cepat. (aak)

06 Oktober 2008

Perjalanan Panjang Malaikat Kecilku


Sejak kelahiran anakku yang pertama, istriku Shelvia Jaflaun gembira luar biasa. Setelah lama ditunggu, akhirnya malaikat kecil yang didambakan lahir juga ke dunia. Saking bangganya, sejak anakku mulai bisa berumur satu bulan, mamanya terus merengek-rengek ngajak bepergian dengan membawa malaikat kecilku.Terutama untuk berkunjung ke sejumlah sanak keluarga dekat. Mulai dari Cawang, Jakarta Timur, Ciledug hingga Bekasi. Maklum, sejak kami menikah 2006 lalu, aq hanya bilang setelah satu tahun baru akan punya anak. Tahun 2007, istriku kembali menagih kenapa tak kunjung punya anak. Istriku semakin sedih saat periksa ke dokter dinyatakan kandungannya lemah. Tapi aq bilang dokter hanya manusia. Anak itu pemberian Tuhan. Jika Dia menghendaki, tak ada siapapun yang bisa menghalanginya. Begitu juga jika Dia tidak menghendaki sesuatu, maka tak ada siapapun yang bisa menolaknya. "Gusti Allah itu Maha Kuasa istriku," kataku meyakinkan. Tapi istriku tetap ngotot mencari cara agar bisa cepat hamil. Mulai minum ramuan, makanan ini itu, rajin ke bidan dan ke dokter hingga pijat urut kandungan di Bekasi yang suruh bolak balik bawa kelapa hijau. Saat itu, aq cuekin dan ternyata memang hasilnya tetap nol. Setiap telat datang bulan, tidak beberapa lama pasti haid lagi.
Setiap kami berkunjung ke tempat keluarga atau ketemu dengan kawan, istriku selalu ditanya-tanya kapan punya momongan. Jika pertanyaan itu muncul, aq buru-buru menjawabnya. "Habis lebaran kami baru akan punya anak,". Pertanyaan itu selalu saja terulang-ulang hingga ratusan kali. Aq pun menjawabnya dengan jawaban yang sama berulang-ulang kali. Lebaran 2007, saat pulang ke kampung, istriku gembira bukan main karena saat itu sudah telat sekitar dua minggu. Tapi, aq bilang itu bukan hamil tapi telat biasa. Dia ngamuk dan ngotot mengklaim kalau hamil. Tapi begitu balik ke Jakarta, istriku kembali datang bulan. "Tu akibatnya kalau tidak yakin ama gusti Allah. Udahlah, ga usah neko-neko, kalau gusti Allah menghendaki pasti terjadi. Kalau dihekendaki punya anak, ya punya anak. Kalau tidak ya tidak. Gitu aja kok repot," kataku untuk meredam kekecewaannya.

Waktu terus berjalan, lambat laun istriku sudah mulai melupakan obsesinya punya anak. Kepasrahannya sudah mulai tumbuh pelan tapi pasti. Setiap aq suruh sholat untuk berdoa agar dikaruniai anak, Shelvia Jaflaun istriku selalu manut. Suatu malam istriku muntah-muntah. Aq bilang, mama hamil kali. Begitu mendengar aq mulai merestui dia punya anak, istriku girang bukan main. Malam itu juga dia minta dibeliin sensitif untuk tes kehamilan. Tapi aq bilang besok aj sekalian berangkat kerja. Diapun luluh dan rela menunggu. Esok harinya sepulang dari liputan pukul 22.30, istriku gembira sekali aq belikan sensitif. Malam itu istriku ngajak cerita terus seputar rencana nanti kehamilannya dan rencana-rencana setelah punya anak. Karena dah capek, aq males membahasnya panjang lebar. "Cara pakainya habis tidur. Sekarang tidur dulu sana," kataku malam itu. Karena capek, habis sholat, nonton tv bentar, aq langsung tidur. Pukul 03.00 dini hari, istriku membangunkanku. "Yah..yah..mama hamil yah..mama positif..lihat ini," katanya menggoyang-goyang badanku yang masih tidur pulas.
Istriku pun melonjak-lonjak kegirangan. Setengah ngantuk aq masih sempat berpikir. Pasti istriku tidak tidur semalaman sejak dibeliin sensitif. Tapi ga papa lah kasian juga dia tak kunjung punya anak. Meskipun saat itu, yang ada dalam pikiranku hanya satu. Aq pingin punya anak setelah gajiku naik. Karena ga mungkin membiayai keluarga sementara gajiku masih pas-pasan.
Tapi begitu istriku hamil, harapanku mulai aq pompa. "Toh rezeki dari Gusti Allah," kataku. Alhamdulillah, memasuki tiga bulan kehamilan, tepatnya 1 Mei 2008, seluruh karyawan gajinya naik. Termasuk diriku. "Itu rezeki anak," kata istriku.
Sejak saat itu, kampanye istriku untuk mengabarkan calon anakku terus dilakukan. Tetangga dekat, tetangga jauh, keluarga dekat, keluarga jauh. Praktis, tidak ada waktu luang untuk istirahat selama hari liburku. "Mungkin karena saking bangganya punya anak. Wajarlah," kataku dalam hati.

Maka, begitu Lebaran tiba, bayangan istriku sudah ada di kampung halamanku. Bagaimana nanti malaikat kecilku yang dibangga-banggakan akan dikenalkan ke seluruh keluarga besar Tuban. Tapi rencana untuk pulang kampung itu banyak ditentang. Baik tetangga, keluarga maupun teman. Alasannya sederhana. Anakku masih terlalu dini untuk diajak bepergian jauh. Sangat riskan jika harus naik angkutan umum berdesak-desakan dengan orang lain. "Kamu bisa bayangin bagaimana jika anakmu berkumpul dengan orang-orang yang memiliki riwayat penyakit berbeda-beda. Ya kalau sehat semua. Bagaimana jika ada yang sakit lantas menularkan lewat udara. Kalau mau mudik masih bisa ditoleransi jika naik kendaraan pribadi," saran seorang teman. Tapi saran apapun yang melarang membawa anakku mudik ke kampung tak membuat istriku goyah. Aq sendiri juga memberi masukan untuk mempertimbangkan bagaimana jika tak mudik saja. Toh itu justru menguntungkan. Biaya transportasi Jakarta-Tuban PP yang menghabiskan sekitar Rp 3 juta bisa ditabung. Apalagi nyari tiket kereta juga susah. "Ga ah..pulang aja. Tar nenek ama uyutnya nyari-nyari. Kan belum lihat Najwa. Mereka kan mau nggendong," kata istriku tetap ngotot. Dalam hati, aq berpikir, apakah ini keegoisan orangtua atau justru bentuk kasih sayang sekaligus pembelajaran bagi anakku. Pertanyaan itu aq biarkan mengambang tanpa jawaban.
Senin (29/9) kami akhirnya mluncur naik KA Gumarang eksekutif dari Stasiun Gambir. Kami dapat kursi paling belakang, gerbong paling belakang kursi duduk 13C dan 13D. Pukul 18.00, kereta melaju dengan pelan. Untungnya, malam itu, penumpang KA masih wajar dan tidak terlalu membeludak. Sehingga tidak ada yang duduk di bawah atau di lorong-lorong. Selama perjalanan, Najwa seperti baru menyesuaikan diri. Maklum, perjalanan itu termasuk yang pertama sejak dia lahir. Kereta terus melaju, gerbong paling belakang terus bergoyang-goyang keras. Kulihat mata lentiknya hanya terpejam sesaat lalu terbuka kembali. Begitu seterusnya hingga tengah malam. Mungkin dia membayangkan kenapa ada goyangan terus menerus. Padahal, saat tidur di rumah, hal itu tidak pernah terjadi. Tapi Najwa tidak rewel lantaran gerbong sangat sejuk dilengkapi AC. Selama 12 jam perjalanan, kami bergantian menggendongnya. Jika terbangun dan nangis, mamanya langsung menepuk2 badannya atau jika tidak mempan langsung memberinya ASI. Lalu kami gantian menggendongnya di pangkuan. Selama perjalanan, kami selalu membisiki kupingnya. "Jangan rewel ya nak. Kita mo mudik pulang kampung. Najwa harus kuat, harus sehat. Biar nanti bisa ketemu uyut di kampung. Kalau adek kuat, nanti gantian pulang kampungnya ke Ambon," kataku dan istri memberikan spirit.

Alhamdulillah, pukul 05.00, kami kereta sudah masuk di Stasiun Bojonegoro. Sesaat kami menunggu karena jemputan belum tiba. Setengah jam kemudian, de tatho (adik sepupu), Ida (adik kandung) ama pak ten ira (paman) jemput kami dengan tiga sepeda motor. Sampai di rumah, semua keluarga menyambut dengan hangat untuk melihat malaikat kecilku. Semua bergantian menciuminya lalu menggendongnya. Oleh-oleh lebaran berupa baju koko, sarung, jilbab, baju langsung dibagikan habis. Istriku terlihat sangat gembira dan bangga anaknya dilihatin banyak orang.
Memasuki hari kedua di kampung, Najwa nangis tak henti-hentinya. Bukan nagis biasa, tapi histeris. Semua kaget. Ibu bapak yang tidak biasa melihat tingkah sang bayi panik luar biasa. Begitu juga Shelvia Jaflaun istriku. "Biasanya di Jakarta tak pernah nangis seperti itu," kata istriku kehabisan akal menenangkan Najwa Syifa anakku yang dari siang hingga sore tak henti-hentinya menangis.
Memang hari kedua lebaran, panas terik matahari di kampungku Prambon, Soko, Tuban, Jawa Timur panasnya luar biasa. Kipas angin yang dipasang tak mampu menepis hawa panas yang merasuk hingga ke dalam rumah. Najwa terus menangis dan menunjukkan sikap gelisah yang luar biasa. Semua bergantian untuk menggendongnya. Tapi tak satupun yang berhasil menghentikan tangis histeris Najwa kecilku. Saking lamanya menangis, muka anakku menjadi keluar bintik-bintik merah. Aq mencoba membawanya ke belakang rumah. Siapa tahu dengan mendapat angin segar karena banyak pohon bisa menenangkannya. Tapi Najwa hanya berhenti menangis sebentar. Lalu rewel lagi. "Ga papa. Merah2 di keningnya itu hanya karena kepanasan. Tar juga hilang," kataku menenangkan istriku yang ikut panik.
Karena udara sangat panas, Najwa menjadi sensitif. Memasuki hari ketiga, anakku sudah mulai bisa menyesuaikan diri. Tapi, dia terlihat manja. Jika ada yang mengusiknya sedikit saja, nangisnya luar biasa dan tak mau berhenti. Apalagi, jika mamanya menyedot ingus di hidungnya atau kelamaan memakaikan bajunya. "Siapa yang ngajari begitu. Mama tidak pernah mengajari cengeng," kata istriku terkadang kesal.
Tapi aq bilang ke istriku. Najwa itu sensitif seperti ayahnya. Badan boleh body Ambon, tapi hati dan perasaannya seperti orang Jawa. "Ya kayak ayahnya itu. Makanya kalau apa-apa jangan kasar. Pelan-pelan, yang halus, jangan dikasarin, jangan dibentak. Ayahnya juga sama, jangan digituin," kataku setengah ngomel.

Sabtu (4/9) kami memutuskan kembali ke Jakarta. Setelah menghadiri reuni keluarga Maskur-Maslehah di rumahnya Kakmuh Tuban, kami langsung meluncur ke Stasiun Bojonegoro menunggu KA Gumarang yang akan meluncur ke Gambir. Kabetulan kami dapat tiket bisnis. Karena eksekutif ludes semua sampai tanggal 13 Oktober.
Dalam kereta, suasananya memang sangat tidak nyaman. Panas, ditambah penumpang berjubel. Ada yang lesehan di lantai, ada yang tiduran di lorong-lorong, ada juga yang berdiri bersandar bangku tempat duduk. Najwaku mulai rewel2. Rambut kepalanya sebentar penuh keringat setelah dilap dengan tangan. Tidurnya pun tidak tenang. Sebentar-bentar bangun dan menangis. Yang lebih membuat istriku marah-marah, kereta setiap stasiun berhenti. Meskipun itu stasiun kecil sekalipun. Praktis, perjalanan ke Jakarta terasa sangat lama. Hal itu baru pertama kali terjadi. Sebab, tahun2 sebelumnya, KA Gumarang melaju dengan kencang. Hanya berhenti ketika memasuki stasiun besar. Seperti Purwokerto, Tegal, Semarang dan Cirebon. Selain itu hanya lewat saja.
Meskipun telat tiga jam, akhirnya kami sampai juga di Jakarta. Jika sesuai jadwal, KA Gumarang sampai di Gambir pukul 06.30. Tapi baru tiba pukul 08.30. "Ya memang semua kereta telat mas. Soale harus antre dengan kereta di depannya. Banyak KA ekonomi yang diluncurkan," kata Kahumas PT KA Daops 1 Jabotabek Ahmad Sujadi ketika kami bertemu di pintu keluar stasiun.
Perjalanan itu memang sangat melelahkan. Terutama pada anakku. Tapi alhamdulilah, Najwa sampai di rumah tidak menunjukkan gejala yang tidak mengenakkan. Semoga itu bisa menjadi pembelajaran bagi anakku di masa yang akan datang. Terlepas karena keegoisan orangtuanya atau karena kasih sayangnya.

You are all that we need Najwa Syifa.

Saat teringat cerita mudik malaikat kecilku, 6 Oktober 2008