31 Maret 2008

Nasib RS Haji dan Preman Sewaan


Pukul 00.30, hp bututku berbunyi. "kriiing..". Dari seberang suara pria paroh baya menyapa dan menyatakan esok hari Wakil Gubernur DKI akan menggelar sidak. Tidak disebutan sidak kemanakah itu dan apa yang akan disidak. "Perintah Pak Wagub ini rahasia. Tapi harus dipublikasikan," katanya bingung menerjemahkan perintah atasannya itu.
Malam itu kebetulan aq piket. Jadi setelah seharian liputan, malemnya harus berjaga di kantor Indopos gedung Graha Pena Jakarta hingga dini hari. Esoknya pagi buta, aq terburu-buru bangun. Jika tidak pasti akan terjebak macet dan ketinggalan acara sidak. Setelah rombongan pejabat Pemprov DKI meluncur, ternyata yang dituju RS Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur. Ada apakah gerangan? dari penmberitaan media massa yang terbit pekan lalu, rumah sakit yang dibangun tahun 1994 itu memang sedang dirundung persoalan pelik terkait siapa yang berhak mengelola. Bahkan, setelah digelarnya rapat umum pemegang saham (RUPS) luar biasa di Hotel Grand Melia yang menghasilkan terpilihnya Salimar Salim menjadi dirut, ketegangan di rumah sakit semakin menjadi-jadi. Sebab, Departemen Agama yang ikut mengelola rumah sakit tersebut rupanya tidak bisa menerima hasil RUPSLB itu. Mereka menolak kepemimpinan dirut dan komisaris baru. Puluhan sekuriti sewaan berseragam serba hitam bertuliskan "Bravo Sekuriti" berjajar di setiap koridor untuk menjaga dan menghadang siapapun yang mencoba masuk di luar direksi lama. Bahkan, selain satpam sewaan, ada 150 preman dari Kelurahan Pinang Ranti disewa untuk mengintimidasi siapapun di luar direksi lama pilihan Departemen Agama.
Sekitar pukul 08.00, rombongan Wagub sampai di rumah sakit yang dibangun untuk mengenang tragedi Mina tersebut. Dari dalam rumah sakit berhamburan ratusan kayawan untuk menyambut mantan Aster TNI AD itu. "Allahu Akbar..hidup pak Wagub," teriak mereka sambil memenuhi pintu utama rumah sakit. Keluarnya ratusan karyawan itu membuat suasana mulai tegang. Mulai dari staf administrasi, perawat, dokter, seluruhnya campur baur dan meringsek kembali masuk ke dalam rumah sakit sambil mengawal Wagub dan rombongan dengan tak henti-hentinya meneriakkan kata takbir.
Sidak yang digelar Wagub Prijanto pagi itu pun berakhir ricuh. Saat mencoba melihat sejumlah ruangan vital yang mati suri sejak terjadinya pertikaian, Wagub dihadang dan diusir dari rumah sakit oleh sejumlah sekuriti sewaan. "Kamu tahu ga saya ini siapa. Saya ini Wagub DKI berhak untuk mengunjungi rumah sakit ini kapanpun untuk melihat pelayanan yang diberikan kepada pasien," kata Prijanto marah besar.
Ucapan Wagub ternyata tidak banyak digubris sekuriti tersebut. Puluhan pria berambut cepak itu tetap menghadang dan menolak membuka sejumlah ruang yang akan dikunjungi Wagub. Bahkan, ada di antara sekuriti mengancam jika Wagub tetap mendesak masuk ke ruangan direksi lama itu. "Ini Wagub saya. Kamu jangan macam-macam. Pemprov DKI punya hak datang kapanpun ke sini. Tahu siapa pemilik rumah sakit ini," kata Kepala Dinas Tramtib dan Linmas Harianto Badjoeri dengan nada keras dan muka merah padam karebna melihat atasannya dilecehkan.
Tak tinggal diam, ratusan karyawan yang sebelumnya melayani para pasien ikut berhamburan keluar ruangan dan meneriakkan kalimat takbir. "Allahu Akbar. Itu penghianat. Pecat saja," teriak karyawan di kerumuman massa yang berjumlah ratusan. Sebab, dari pintu masuk hingga dalam rumah sakit, seluruh koridor sudah banjir manusia.
Suasana pun semakin hinggar bingar. Beberapa kali antara karyawan dengan sekuriti terlibat ketengangan dan nyaris adu jotos jika tidak ada yang melerai. Sementara, sejumlah pintu ruangan tetap dikunci rapat. Salah satu direksi lama yang disebut bernama dr Johny juga mengunci pintu ruangannya dari dalam dan enggan menemui Wagub. Bahkan ruangan Aula Darussalam yang terletak berdampingan dengan ruangan direksi juga dikunci rapat. Begitu juga dengan ruang administrasi, keuangan serta gudang logistik yang digunakan untuk menyimpan peralatan serta obat-obatan. "Ini rumah sakit atau apa. Semua dikunci. Apa-apaan ini," kata Wagub semakin marah.
Setengah jam berlalu. Kondisi rumah sakit semakin mencekam. Wagub berinisiatif menuju ruang informasi yang terletak di lantai dasar. Lagi-lagi, orang nomor dua di DKI itu disabotase. Mikrofon yang biasanya digunakan untuk mengumumkan informasi bagi seluruh karyawan mati secara tiba-tiba. Dua orang IT yang datang untuk membantu mengaku tidak bisa berbuat banyak dan mengaku ada kerusakan pada mesin. "Catat, siapa saja yang menjadi penghianat di sini," kata Wagub kepada ajudannya. Baru setelah Wagub mengeluarkan ultimatum, mikrofon baru bisa difungsikan. Ratusan karyawan yang telah memenuhi koridor rumah sakit diimbau untuk kembali bekerja melayani pasien. Tapi tampaknya mereka tidak banyak beranjak dan tetap meneriakkan kecaman kepada sekuriti sewaan yang disebut-sebut sering melakukan intimidasi kepada para perawat dan staf rumah sakit yang tidak pro direksi lama.
Hari Jumat (28/3) aq menulis, esoknya Sabtu menjadi berita utama halaman 1 di Harian INDOPOS. Setelah itu, selama tiga hari berturut-turut aq tulis tentang kondisi rumah sakit yang semakin tidak kondusif. Dirut ngantor di mushola kosong yang lusuh tanpa meja apalagi komputer serta hanya ditemani karpet tua yang lusuh. Meja dan kursi hanya ditumpuk di pojok ruangan. Praktis, kondisi aula saat itu seperti gudang yang sudah lama tidak pernah dikunjungi. Sementara, para karyawan bekerja di bawah tekanan dan intimidasi dari sekuriti sewaan. "Sudah ada 19 karyawan yang dipecat dengan alasan yang tidak jelas. Gara-gara mereka tidak pro dengan direksi lama," kata ketua serikat pekerja rumah sakit Ma'muri yang juga menjadi korban arogansi direksi lama itu. Tragisnya, itu sudah terjadi tiga tahun silam tapi baru sekarang terungkap di permukaan.
Pihak Depag rupanya mulai merespon kejadian tersebut. Merujuk berita di Harian INDOPOS yang aq tulis pada hari Sabtu (29/3) (begitu yang tertulis dalam rilisnya), mereka akhirnya menggelar jumpa pers. Isinya menyatakan siap membeli saham Pemprov DKI sebesar 51 persen. Dalam tulisan hari Sabtu itu aq mengungkap, sebenarnya aksi yang dilakukan sekuriti sewaan serta sikap direksi lama yang tidak bersahabat tidak perlu terjadi. Sebab, masih ada cara yang lebih elegan dibandingkan dengan mengedepankan otot. "Apakah Pemprov akan membeli saham Depag 41 persen atau Depag akan membeli saham Pemprov 51 persen, itu bisa dibicarakan dengan duduk bersama," begitu aq tulis menyitir ucapan Wagub di hadapan ratusan karyawan rumah sakit.
Tapi tulisan yang aq ungkapkan tidak serta merta membuat pihak yang bertikai bisa duduk bersama. Justru perang siapa yang akan membeli menjadi konflik lanjutan. Depag menyatakan ngotot akan membeli saham Pemprov. Sementara Pemprov menolak menjual sahamnya dan ngotot akan membeli saham Depag. "Astagfirullah hal Adzim. Kok kanak-kanak sekali pejabat-pejabat ini," kataku dalam hati.
Maklum, kengototan baik Depag maupun Pemprov lantaran rumah sakit Haji dianggap mesin pendulang rupiah yang cukup membuat kantong tebal. Tapi, pertanyaannya, apakah mereka sudah sepicik itu. Apalagi, setelah satu pekan sejak sidak rusuh itu terjadi, pelayanan terhadap para pasien mulai terganggu. Para karyawan yang mendukung direksi lama dan baru enggan berbaur dan saling lepas tangan jika ada pasien telah ditangani karyawan dari kelompok yang berbeda. Bahkan, karena ketakutan, ada karyawan yang nekad lebih baik bolos kerja. "Saya dengar pelayanan terganggu. Saya akan panggil Gubernur DKI Fauzi Bowo untuk memberikan keterangan kepada dewan. Konflik ini murni antar instansi pemerintah dan masyarakat tidak ada urusannya. Kenapa harus jadi korban," kata ketua DPRD DKI Ade Surapriatna.
Bahkan, untuk menjadi penengah dalam kasus yang semakin meruncing itu, Pemprov DKI sudah kehabisan akal dan meminta Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk bisa menengahi di antara kedua belah pihak dan mencari jalan terbaik. Pertanyaannya, apakah JK cukup mampu untuk bisa mengusulkan solusi yang win win solution?
Bagi masyarakat, apalagi pasien yang tergeletak di rumah sakit Pondok Gede, apapun solusi yang dicapai, tidaklah penting. Apakah rumah sakit dikuasai oleh Depag atau Pemprov. Tapi yang lebih penting bagaimana persoalan itu cepat selesai sebelum stok obat-obatan habis dan karyawan atau sekuriti semakin larut dalam kisruh demi mempertahankan bisnis itu.
Dalam hati, aq pun kembali bertanya-tanya, jika antar instansi pemerintah saja mereka bentrok tak berkesudahan demi memperebutkan lahan bisnis, bagaimana jika itu dialami masyarakat? apakah jika sesuatu itu demi kemaslahatan masyarakat banyak harus dikalahkan demi secuil kepentingan bisnis. Bukankah mereka menjadi pejabat bisa hidup mewah karena dibayar dari hasil keringat bayar pajak masyarakat?


Pojok Balaikota, 31 Maret 2008

25 Maret 2008

Dana Siluman Rp 100 Miliar

Dana Siluman Rp 100 Miliar

Selama satu pekan terakhir, aq sibuk menulis munculnya dana siluman Rp 100 miliar yang ada di APBD DKI 2008 (Harian INDOPOS, 21,22,24 dan 25 Maret 2008). Dana itu muncul untuk pos anggaran pengadaan buku non wajib seperti sastra dan fiksi di lima sudin Pendidikn Dasar DKI. besaran anggaran satu sudin antara Rp 16 miliar hingga Rp 20 miliar. Total anggota dewan menyebutkan ada Rp 100 miliar anggaran itu yang muncul secara tiba-tiba setelah APBD DKI 2008 diselaraskan di Departemen Dalam Negeri. Tragisnya, anggaran itu tidak pernah dibahas di panitia anggaran dan dialokasikan untuk program yang sama sekali tidak mendesak dan dianggap mubazir.
Gencarnya aq menulis dana siluman itu lantaran keprihatinanku terhadap banyaknya persoalan di DKI ini yang belum bisa dituntaskan lantaran alasan minimnya dana. Sebut saja rehabilitasi ribuan bangunan sekolah yang nyaris ambruk atau bahkan yang sudah ambruk belum bisa dikaver seluruhnya. Atau ribuan siswa dari keluarga miskin yang terancam tidak bisa melanjutkan sekolah lantaran dana distop dari APBD. Atau ribuan guru bantu yang teriak-teriak belum dibayar selama tiga bulan terakhir. Atau persoalan banjir yang hingga saat ini masih saja terjadi dan menenggelamkan rumahku dan ribuan pemukiman warga lainnya. Atau perbaikan jalan rusak yang sampai saat ini masih terbengkelai bikin macet dan telah banyak menelan korban jiwa.
Selama berhari-hari seluruh pihak yang terlibat dalam pembahasan akhir APBD DKI 2008 bungkam. Baik itu Wakil Gubernur DKI Prijanto, Sekda Muhayat, Wakil Ketua DPRD Ilal Ferhard serta jubir Depdagri Saut Situmorang. Semuanya mengaku tidak pernah membahas anggaran tersebut. Kok bisa? padahal, di lingkungan DPRD DKI sendiri, fenomena adanya anggaran siluman Rp 100 miliar sudah menjadi rahasia umum. Setiap anggota dewan tahu tapi enggan mencampuri urusan tersebut lantaran bukan proyek garapannya. Begitu salah seorang anggota dewan dari komisi lain.
Bahkan Sekda Muhayat menyatakan tidak penting dan hanya menghabiskan pikiran membahas dana siluman itu. Mungkin benar bagi pejabat! karena mereka tentunya dapat "fee" jika bisa meloloskan proyek tersebut. Begitu juga dewan yang mengusulkan juga akan mendapat imbalan. Tapi apa manfaatnya buat masyarakat banyak? Rp 100 miliar bukan nilai kecil. Jika untuk membuat tanggul saja, sudah berapa ribu warga yang bisa terlindungi dari banjir. Tapi...? kenapa dana itu muncul untuk hal yang tidak terlalu penting. Aq tidak mau memberi komentar soal ini.
Tapi yang jelas, setelah satu pekan munculnya dana aq sorot. Pejabat Pemprov panik juga akhirnya. Seluruh dana tidak penting dicoret termasuk pengadaan mobil dewan. "Eksekutif ini apa2an. Dana dicoret semua. Kita ga dilibatkan lagi," begitu ketua komisi E Igo Ilham dan ketua komisi D Sayogo Hendrosubroto marah-marah. Pejabat Pemprov pun kembali panik setengah takut. Sore itu, Kabiro Keuangan Hari Sanjoyo dan Sekda Muhayat menghadap dewan. Pengadaan mobil dewan dputuskan tidak jadi dicoret. "Ga papa dana siluman dicoret, tapi kan Rp 100 m anggaran komisi E dimunculkan kembali," begitu aku Igo Ilham terang-terangan usai dua pejabat Pemprov itu melakukan kompromi dengan pimpinan dewan.
Pernyataan Igo ini tentu sangat disayangkan. Kenapa? karena, yang pertama kali teriak soal tidak pentingnya dana siluman adalah anggota komisi E dari FPKS Agus Darmawan. Kenapa mereka teriak. Apakah ini hanya trik agar mobil dewan bisa disetujui eksekutif? (aq hanya bisa bilang, Masya Allah.. semoga ini tidak ada kaitannya dengan pepatah maling teriak maling).
Bicara soal proyek dalam APBD DKI, memang banyak kasus yang mencuat. Mulai renovasi gedung dewan, pengadaan lift, AC, CCTV, serta seabrek item lainnya yang disebutkan hingga berjumlah 1000 item. Anda mungkin bisa membayangkan, berapa keuntungan yang diraup dari uang rakyat itu. Apakah proyek itu untuk kepentingan masyarakat banyak? jawabannya mayoritas tidak. Proyek kebanyakan untuk kepentingan sendiri atau sekadar gaya-gayaan melengkapi fasilitas kantor agar terlihat lebih mentereng karena sebagai pejabat. Mobil dewan saja sudah berapa yang menumpuk di parkiran. Mobil Altis saja belum ada satu bulan dipakai kini minta lagi. Apakah wakil rakyat, apakah pejabat Pemprov tidak pernah melihat warganya yang tidur digubuk reot? setiap hari tidur tidak nyenyak karena di bawah ancaman dibuldoser?
Soal proyek dewan bersama eksekutif ini aq juga telah berulang-ulang mengupasnya. SETIDAKNYA, agar mereka bisa malu (jika masih punya malu) bahwa masyarakat ini masih banyak yang membutuhkan pertolongan. Sebut saja proyek yang sudah diseret ke ranah hukum pengadaan filling cabinet (lemari arsip) tahan api senilai Rp 15 miliar yang merugikan negara Rp 4,6 miliar. Anehnya, proyek yang kini menjadi kasus tersebut dimakan secara beramai-ramai. Lima kotamadya di DKI serta satu Biro Perlengkapan berada di balik pengadaan itu. Sayangnya, kasus tersebut seperti berjalan di tempat. Kejaksaan Tinggi DKI seperti tidak lagi greget untuk menangani kasus yang menimpa para pejabat teras Pemprov DKI itu. (apakah karena sudah dapat "upeti" atau memang masih sibuk dengan kasus lain? tapi yang jelas tidak ada kabar pemanggilan pihak-pihak yang berkait hingga saat ini). Lalu mau jadi apa negeri ini? jika pejabatnya, wakil rakyatnya, penegak hukumnya sama-sama ingin mencari keuntungan sendiri-sendiri. Bicara lantang karena belum dapat kebagian proyek atau setoran, Masya Allah..
Tak heran, hidup di kota seperti ini, seperti hidup di tengah rimba. LALU kemana nurani kita?

Saat sendiri memikirkan kota ini, 25 Maret 2008

20 Maret 2008

Ketika Anak Tak Lagi Sekolah..


Ketika Anak Tak Lagi Sekolah..

Lagi-lagi, aq kembali ikut prihatin. Ribuan siswa yang berasal dari keluarga miskin (gakin) terancam putus sekolah. Begitu aq tulis di Harian INDOPOS, 20 Maret 2008. Hal itu menyusul dihapusnya seluruh dana pendidikan gratis untuk gakin tingkat SMA/SMK. Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi (Dikmenti) DKI menyebut, ada sekitar delapan ribu siswa miskin yang sebelumnya dibiayai APBD terancam tidak bisa melanjutkan sekolah. Sementara, di sisi lain, Kepala Dikmenti Margani M Mustar telah menginstruklsikan, bagi seluruh kepala sekolah di DKI, siapapun siswa tidak mampu yang sudah masuk sekolah, dilarang keras dikeluarkan dari sekolah karena alasan tidak mampu bayar sekolah. "Kalau APBD dihapus, kita membiayai mereka pakai apa. Para kepala sekolah juga bingung," ujar Margani.
Di antara para siswa yang terancam putus sekolah itu, 5000 siswa yang sebelumnya dibiayai melalui beasiswa sebesar Rp 6 miliar, 2.631 siswa yang dibiayai melalui program putus sekolah sebesar Rp 7,5 miliar serta 2.612 siswa yang sebelumnya dibiayai melalui dana inisiasi sebesar 7,5 miliar. Sementara dari APBN, sebanyak 29.635 siswa mendapat bantuan khusus murid senilai Rp 23,1 miliar serta sebanyak 1.527 siswa mendapat bantuan dari Baziz senilai Rp 1,8 miliar. Rincian tersebut alokasi 2007. Tahun ini jumlah yang diajukan relatif tidak banyak berubah. "Mau ga mau, kalau APBD tidak membiayai, terpaksa harus ada pungutan kepada orangtua siswa. Yang kaya memberi subsidi kepada yang miskin. Karena kita menjamin, semua harus bisa sekolah. Itu semua akan kita kawal hingga lulus," begitu janji Margani.
Lalu kenapa wakil rakyat di Kebon Sirih mencoret anggaran untuk siswa miskin itu? berbeda dengan pengakuan Margani, sejumlah anggota komisi E (membidangi pendidikan) mengaku tidak pernah menerima pengajuan anggaran untuk siswa miskin. Terutama tingkat SMA dan SMK. Terkecuali untuk pendidikan dasar memang dialokasikan. "Apanya yang dicoret. Mereka saja tidak mengajukan. BOP itu untuk Dikdas. Justru kita mengalokasikan sekolah gratis bagi siswa miskin dengan menambah dana Rp 69 miliar," bantah anggota komisi E Agus Darmawan.
Anggaran itu, diusulkan dewan untuk membiayai sekitar 30 ribu siswa tidak mampu di DKI. Sebab, sebelumnya Dikmenti tetap bersikukuh menolak menerapkan pendidikan gratis untuk tingkat SMA dan SMK. "Justru yang kita sesalkan, kenapa Dikmenti diam saja ketika banyak kepala sekolah melakukan pungutan liar kepada orangtua siswa. Jika alasan siswa miskin, APBD telah membiayai. Kemana dana pungutan itu larinya?. Bagaimana siswa miskin bisa masuk sekolah jika untuk masuk saja sudah dipungut jutaan rupiah," kata Agus menyesalkan.
Jika seperti itu, siapa yang patut dipercaya? dewan kah? kepala dinas kah? atau siapa.. masih-masing saling menuding telah berbuat untuk melindungi siswa miskin agar bisa terus sekolah. Justru, bagi aq, secara subyektif, kontroversi dicoret atau tidak dicoret bukan sebuah persoalan yang penting untuk dibahas. Yang penting realisasinya di lapangan. Apakah benar jika ada anggaran, siswa miskin yang tidak mampu membayar sekolah bisa dijamin terus sekolah?. Sebab, kenyataannya, hingga saat ini, siswa tidak mampu yang putus sekolah terus berjatuhan. "Kalau itu bukan karena kita tidak menjamin. Sekolah kita yang bayar. Tapi kalau sampai untuk naik angkot ke sekolah saja tidak mampu, masak kita juga harus membiayai," kelit Margani.
Ketika, melihat banyaknya siswa yang putus sekolah di Jakarta, aq jadi teringat saat di kampung dulu. Orangtuaku terhitung bukan tergolong kalangan mampu yang bisa membiayai anaknya sekolah hingga setinggi langit. Orangtuaku hanya petani yang nyambi jadi guru Tsanawiyah (SMP). Sebab, jika tidak sambil nyambi, untuk biaya makan bulanan pas-pasan. Mungkin menjadi petani ada duit, tapi hanya pada saat panen dua kali setahun. Maklum, di kampung sistem pertanian masih menggunakan tadah hujan.
Tapi, yang aq salut dari orangtuaku, mereka bersedia berjuang mati-matian demi pendidikan anaknya. Aq, dua kakakku serta satu adikku pun bisa mencapai bangku kuliah. Dua kakakku bisa menyelesaikan S2 di UGM, adikku saat ini tengah menyelesaikan studi akhir KKN S1. Apakah kami selama menyelesaikan SD, SMP dan SMA dapat beasiswa? jawabannya TIDAK.
Itu berkat kerja keras orangtuaku yang berusaha berhemat. Meski menurutku, terkadang sangat keterlaluan. Bahkan untuk membeli televisi 14 inch saja, biarpun merengek-rengek tetap saja tidak dibelikan. Alasannya cuma satu, dana untuk biaya sekolah. Begitu kata ayahku. Bahkan, untuk mendapatkan radio kecil saja aq harus menyandera saat mau sunat dulu. Aq bilang kalau tidak dibelikan radio, aq tidak mau disunat. Akhirnya, berkat aq sunat, rumahku pun ada bunyi suara radio.
Terlepas bagaimana cara orangtuaku berhemat, sebagai anak yang berhasil disekolahkan, aq ikut bangga. Dari ratusan orang yang kaya di kampungku, hanya orangtuaku yang berhasil menyekolahkan seluruh anaknya hingga ke perguruan tinggi. Sementara, tetanggaku yang emasnya menggelantung di tangan, leher dan kaki, tidak ada yang mampu menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi. Lulus SMA saja sudah syukur-syukur. Mereka lebih memilih dana yang ada untuk bisnis daripada untuk menyekolahkan anak-anaknya. Memang ada positif dan negatifnya. Tapi itu ga perlu dibahas lebih lanjut.
Kembali kepada ratusan siswa yang terancam putus sekolah di DKI, jika memang tidak ada dana untuk siswa miskin dari APBD, atau jika adapun "Tidak digunakan semestinya", apakah orangtua siswa itu bisa berjuang agar anaknya tetap sekolah? aq rasa, jawabannya TIDAK. Sebab, ada dua faktor yang dihadapi orangtua miskin di Ibukota ini. Pertama, saat ini, untuk masuk sekolah saja dibutuhkan jutaan rupiah. Belum lagi, pada saat kenaikan kelas, biasanya selalu saja ada alasan pihak sekolah menarik biaya tambahan. Uang buku lah..uang bangunan lah.,.uang ekstrakurikuler lah..atau seabrek alasan pungutan lainnya..jika sudah begitu, biasanya orangtua tidak bisa berbuat banyak...ikut permainan sekolah atau anaknya harus drop out.
Kedua, untuk hidup sehari-hari saja susah. Barang-barang semakin lama semakin mahal. Harga sembako melonjak naik. Jika sudah dihadapkan pada persoalan ini, orangtua yang putus asa akan mengambil keputusan singkat. "Kamu keluar nak dari sekolah..bantu orangtuamu nyari duit buat makan sehari-hari," begitu alasan yang selalu muncul.
Jika kenyataannya seperti itu, lalu mau jadi apa kota ini?. Pemerintah dan wakil rakyat selalu saja ribut soal dana. Ujung-ujungnya rebutan proyek. Tapi bagaimana nasib mereka yang tidak bisa sekolah atau yang terancam drop out dari sekolah? harus telantar kah mereka?... sementara teman seusianya dari golongan mampu duduk manis di bangku sekolah..pulang pergi diantar pakai mobil mewah. Sementara "si udin kecil" begitu sebut Iwan Fals dalam lagunya, harus putus sekolah, lalu menjadi gelandangan..
pengemis..pengamen..pemulung..atau menjadi preman pengedar narkoba..dan seribu profesi orang miskin lainnya.
Jika sudah seperti itu, mau dengar jawaban pemerintah. "Pengemis, pengamen, pemulung, pak ogah, harus digusur karena telah mengganggu ketertiban kota. Melanggar perda ketertiban umum,".
Kota ini memang sudah sangat semrawut. Hanya pejabat yang arif dan bijaksana yang bisa melihat persoalan itu secara jeli hingga ke akarnya dan tidak memandang masalah dengan sebelah mata. Apalagi hanya menerima laporan bawahan yang suka menjilat atasan (ABS). Tapi apakah pemimpin tertinggi kota ini sudah termasuk apa yang orang dulu disebut RATU ADIL. SEMOGA...

Saat libur, sunyi sendiri di pojok Balaikota, 20 Maret 2008

19 Maret 2008

Nasibmu korban Tewas Jalan Rusak..


Aq ikut prihatin dengan banyaknya korban tewas jalan rusak. Begitu mencoba membuka website TMC Polda Metro Jaya, disebutkan selama dua bulan terakhir jalan rusak sudah menelan korban 35 orang tewas. Sementara, sebanyak 283 orang lainnya luka-luka akibat terjerembab jalan berlubang.
Lalu apakah nasib mereka mendapat perhatian dari pemerintah setempat? Gubernur DKI Fauzi Bowo menyatakan, korban tewas jalan rusak itu bukan murni kesalahan pemerintah. Ada juga faktor human error. "Kan mereka ada asuransi.." kata Foke, sapaan Fauzi Bowo.
Setali tiga uang, Wakil Gubernur DKI Prijanto menyatakan, jika korban tewas harus dibiayai pemerintah, tidak ada dana untuk itu. Semua pos sudah diprogramkan secara terencana dan tidak bisa begitu saja diotak-atik. "Kalau kerohiman memang ada dan sudah saya perintahkan untuk memberikannya," katanya.
Bukankah dana pajak kendaraan bermotor sebagai penyumbang PAD tertinggi yang jumlahnya mencapai Rp 10,6 triliun. "Kita ini masih negara berkembang, tidak bisa pajak dari kendaraan khusus untuk fasilitas pengguna jalan. Apa mau pendidikan telantar..apa mau kesehatan telantar..," begitu kelit Prijanto.
Sungguh kasian korban tewas jalan rusak. Apakah benar asuransi bisa diklaim. Apalagi jika itu asuransi yang nempel waktu pembuatan SIM. "Sampai mampus ga bakalan bisa cair," kata Heru, wartawan Bisnis yang nyeletuk karena pernah mencoba membantu klaim asuransi korban jalan rusak. Mungkin bagi mereka yang ikut asuransi beneran bukan abal2, ada kemungkinan asuransi bisa keluar. Tapi apa benar mereka mengikuti asuransi. Bukankah yang mengendarai sepeda motor golongan menengah ke bawah? "Kita syukurlah kalau ada uang kerohiman. Tapi apa benar sudah disampaikan kepada yang berhak," tanya sekretaris komisi B Nurmansyah Lubis.
Sebenarnya, untuk memberbaiki jalan rusak, dewan sudah setuju untuk menggunakan dana cadangan sebesar Rp 500 miliar. Tapi, eksekutif tuding dia tidak pernah respon dan mau duduk bersama. "Kalau mau bilang mau pake dana cadangan untuk perbaikan jalan rusak, kita pasti setujui. Tapi ga pernah eksekutif berinisiatif," katanya.
Tak jauh beda dengan dewan, eksekutif juga menuding dewan dengan memanfaatkan kondisi jalan rusak untuk konsumsi politik. "Memperbaiki jalan rusak bukan seperti membuat martabak," begitu jawab Foke seperti yang saya tulis di Harian INDOPOS, 18 Maret 2008.
Jika dewan memang benar serius memikirkan nasib rakyat, kenapa dana jalan rusak dipotong. Begitu kata Foke marah besar. Dari Rp 54 miliar yang diajukan, yang disetujui hanya Rp 27 miliar. Padahal, tahun 2007 saja, dana perbaikan jalan rusak dianggarkan Rp 40 miliar. Sementara, tahun ini, jumlah jalan rusak semakin parah. Jauh lebih parah dari tahun kemarin.
Menurut Wakil Kepala Dinas Pekerjaan Umum Budi Widiantoro, hingga Selasa (18/3) kemarin, perbaikan jalan berlubang yang sudah dikerjakan baru sebanyak 21 ribu meter persegi atau 4,6 persen dari total jalan rusak 456 ribu meter persegi. "Kenapa yang sudah diperbaiki tidak pernah diberitakan, sementara yang muncul selalu saja yang rusak..Kita memperbaiki itu secara bertahap," kata Foke sekali lagi mencoba protes atas pemberitaan yang ada.
Bagi aq, secara subyektif, jika mental pejabat kita hanya mau diberitakan apa yang sudah dikerjakan atau yang baik2 saja, sementara borok tak pernah dibongkar atau bahasa halusnya diingatkan, mau jadi apa kota ini. Tidak diberitakan saja, penanganan masih lelet, apalagi hanya didiamkan.
Jika teringat soal ini, aq kembali teringat saat ditegur kepala humas dan protokol Pemprov DKI Arie Budiman. Pria berkacamata itu marah besar setelah aq menulis dugaan korupsi Dispenda atas pajak yang masuk senilai Rp 19,6 miliar lantaran perbedaan angka yang ada di kantor kas daerah dan Dispenda berbeda. Sementara angka yang ada di Dispenda nilainya jauh lebih kecil. Institusi pendulang rupiah Pemprov itu kembali aq gebrak setelah dewan menemukan selisih angka kendaraan bermotor yang ditengarai ada indikasi penyelewengan jumlah pajak yang masuk senilai Rp 800 miliar. "Kalau menulis lihat2 siapa yang ngomong dan apa motifnya," begitu Arie Budiman marah2.
Aq hanya menjawab singkat. "Saya tidak menulis jika itu tidak ada manfaatnya untuk kepentingan masyarakat banyak. Kalau bukan kita yang ngawal program pak Fauzi soal clean governance, lalu siapa lagi," kataku singkat.
Aq menulis seperti itu karena prihatin. Sebab, banyak di antara program yang digembor2kan untuk kepentingan masyarakat banyak terbengkelai. Sebut saja yang bisa dilihat di depan mata soal jalan rusak yang telah menelan korban jiwa, banjir yang hampir setiap hari datang, atau macet yang setiap hari menghadang. Untuk mengatasi itu semua, mulai dari Gubernur hingga kasubdit selalu saja bilang tidak ada dana. Kalau tidak ada dana, setidaknya jangan ada lagi yang mencoba main proyek. Nasib korban tewas saja ga pernah terurus. Begitu aq mencoba menulis.
"Tahun depan kita akan coba programkan asuransi bagi warga Jakarta. Agar kalau terjadi kecelakaan ada jaminan bakal dapat santunan," begitu janji Nurmansyah dengan memberi isyarat kepada Prijanto.
Apakah akan terealisasi? atau cuma janji2 seperti saat kampanye? "Semoga tidak,". Aq, kamu, atau siapapun warga Jakarta yang pernah merasakan tergilas akibat kesemrawutan penataan Kota Jakarta pasti akan mendukung penuh janji itu. Paling tidak, itu bisa menenangkan anak kita, keluarga kita, tetangga kita atau siapapun yang sedang terkena musibah.
Aq membayangkan, jika rumah Gubernur atau keluarga Gubernur atau pejabat teras lainnya kebanjiran, pasti penanganan banjir akan lebih cepat. Atau jika, Gubernur atau keluarga Gubernur atau pejabat teras lainnya pernah merasakan terjerembab akibat jalan rusak, pasti penanganan jalan rusak tidak akan terbengkelai seperti saat ini.
Karena, siapapun akan sepakat, pengalaman adalah guru yang terbaik. HANYA, keledai yang sengaja masuk ke dalam lubang yang sama.

Saat senja di pojok Balaikota menjelang libur, 19 Maret 2008

15 Maret 2008

Rumahku Banjir Lagi..


Rumahku Banjir Lagi..

Pukul 02.30 dini hari aq baru mulai bisa beranjak ke tempat tidur.. maklum, seperti hari biasa, setiap Jumat datang, liputan seperti habis2an. Soalnya, esoknya ada harapan bisa libur.. kasian Shelvia Jaflaun istriku lagi mengandung calon anakku tapi hari2nya selalu dihabiskan tanpa diriku..
Sementara aq nyaris tidak bisa banyak menemaninya karena tuntutan liputan.. pagi berangkat, pulang tengah malam.. begitu setiap hari. Tak jarang, terkadang kami bertengkar karena persoalan itu.. (yach.. mau apa lagi..beginilah takdirku saat ini..kenapa harus disesali..toh roda pasti berputar..begitu kata batinku setiap kami bentrok). Apalagi tak jarang acara gubernur DKI terutama saat sidak, acara selalu saja pagi buta..
"Yah..yah..yah..bangun..bangun..!!!.." teriak istriku membangunkanku. Aq masih bermalas-malas. "Ada apa sih ma..berisik amat.." begitu jawabku jengkel. Beratnya mataku untuk dibuka sangat wajar. Jika dihitung, baru beberapa saat lalu aq memejamkan mata.. (apalagi ini kan hari liburku..kata hatiku mencoba protes). Karena, pada hari biasa Senin sampai Jumat, jarang2 aq bisa tidur nyenyak.. jadwal pagilah..telpon itulah..pokoknya banyak banget yang membuat hari2ku sangat sibuk..
"Yah.. cepetan bangun..rumah kita kebanjiran.." kata istriku sekali lagi mempertegas sambil mondar-mandir ngangkat barang-barang yang ada di dapur untuk dievakuasi atau diletakkan ke tempat yang lebih tinggi..
"Bangun yah..males amat sih..banjir tau..banjir..rumah kita banjir.." kata istriku sepertinya agak kesal.
Dengan berat, aq mencoba membuka mataku..setelah agak sedikit sadar, aq langsung beranjak ke dapur.. aq lihat air sudah mulai beranjak pelan tapi pasti.. (Astagfirullah..rumahku banjir lagi..apakah ini cobaan, ujian atao peringatan..!!!). Jika peringatan..peringatan bagi siapa..bagiku..bagi keluargaku..tetanggaku..penguasa ku.. tak tahulah..!! YANG JELAS.. hari ini aq, istriku dan calon anakku harus kembali mengungsi..
Selama kali pertama datang ke Jakarta dua tahun silam, tepatnya usai lebaran 2005, aq dah tiga kali pindah kontrakan. Pertama di Kayu Putih, dekat Matraman, Jakarta Pusat. Tapi di sana rumah yang aq kontrak kebanjiran pada Februari 2007. Lalu aq memutuskan pindah ke Condet, Jakarta Timur. Tapi di sana tidak jauh berbeda. Rumah memang tidak banjir, tapi jalan menuju rumah selalu saja banjir dan jalan pun banyak yang terputus..
Usai banjir Februari, aq memutuskan untuk pindah ke Ulujami, Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Hitung2, selain dekat dengan kantor, juga jalan tidak terputus saat banjir..
Tapi siapa yang nyangka, jalan memang tidak terputus, tapi rumahku tenggelam..terkena limpasan Sungai Pesanggrahan.. (kasian amat ya..).
Banjir yang menimpa rumahku kali ini karena murni kiriman dari Bogor. Sebab, tadi malam hujan hanya gerimis..subuh tadi juga tidak ada tanda2 ada buturan air turun dari langit..
Menyesal tiada guna..yang penting bagaimana saat ini bisa menyelamatkan barang2 rumah tangga.. lalu mengungsi entah kemana..
Sejak mata terbuka, aq pun ikut sibuk bersama istriku mengangkat barang2 ke tempat yang lebih tinggi..peralatan dapur, bantal, guling, kasur, tape, TV, buku2, tumpukan koran..atau apapun yang berada di lantai harus diangkat satu persatu.. (untungnya hari ini libur tidak ada beban untuk liputan..). Mungkin Tuhan tahu..kok secara kebetulan, sudah dua kali berturut2, banjir yang menimpa rumahku selalu saja bertepatan dengan hari libur.. (al hamdulillah..terima kasih Tuhan.. setidaknya aq bersyukur karena masih bisa bantu istriku ngangkat barang2..). Meskipun, rencana untuk USG calon anakku gagal karena banjir ini.. sebab, sejak kali pertama mengetahui positif hamil, Shelvia Jaflaun istriku selalu saja ingin ditemani ketika USG. Agar aq bisa lihat calon anakku secara langsung, bergerak2 ingin cepat lahir ke dunia.. seperti ingin membantu ayahnya berjuang demi secuil harapan untuk keluarga, tetangga, teman, sahabat, lingkungan ini, kota ini..atau siapapun yang tergerus oleh keserakahan segelintir orang2 yang tidak bertanggungjawab).
Sejak zaman Gubernur DKI dipegang Sutiyoso hingga saat ini rejim telah berganti Fauzi Bowo, persoalan banjir memang selalu saja menjadi momok..
"Semua sudah kita rancang agar banjir di DKI ini bisa diminimalisasi. Pengerukan, pembangunan banjir kanal timur, peninggian banjir kanal barat, pembuatan situ, sumur resapan, perbaikan drainase...dan bla..bla.." seabrek janjinya Sutiyoso.
Tapi dari waktu ke waktu, banjir Jakarta bukannya bisa diminimalisasi, tapi justru semakin parah..parah..dan parah.. semenatara air terus naik, aq terus mencoba bercerita lewat blokku ini.. untuk bukti kepada calon anakku ketika tiga bulan ke depan sudah lahir ke dunia..(maafkan ayahmu nak..ayah tidak bisa berbuat apa2 untuk bisa mencegah banjir di calon kotamu ini..ayah hanya bisa menulis..menulis dan terus menulis agar penguasa kota ini bisa tergerak hatinya..dengan cepat bisa mengatasi banjir yang berkepanjangan ini..jika korupsi, hentikanlah sementara kalo bisa seterusnya..uruslah sejenak rakyatmu yang selalu tertimpa musibah kebanjiran..).
"Untuk mengatasi banjir tidak hanya bisa dilakukan seperti membalikkan telapak tangan..butuh waktu panjang dan biaya triliunan," begitu kata Gubernur DKI Fauzi Bowo berkelit.
Yah, kita bisa maklumi itu..Tapi apakah Pemprov DKI benar2 telah serius untuk menangani banjir..? buktinya, kenapa masih ada orang yang dibiarkan membangun puluhan ruko persis di bantaran kali Pesanggrahan di Cengkareng Timur.. kenapa pula lahan rawa di bantaran kali Pesanggrahan, Ulujami, Pesanggrahan, Jakarta Selatan dibiarkan diuruk persis di bantaran kali untuk pembangunan rumah elit.
Ini pula yang membuat rumahku banjir dan ratusan rumah warga lainnya yang jelas2 di mataku mereka tidak tahu dan tidak bisa berbuat banyak. Saat mengungsi tadi malam, aq dengar warga ngrumpi, sebenarnya sebelum bantaran Kali pesanggrahan diutruk untuk komplek bangunan mewah, mereka minta dibuatkan pintu air. Agar ketika sungai meluap, air tidak masuk ke perkampungan. Nyatanya, pengembang hanya membuatkan drainase kecil yang tragisnya tidak ada tembusan dan mentok di pemukiman warga. "Warga hanya bisa geleng2 kepala dan hyanya bisa mengatakan SELAMAT DATANG BANJIR...".
Lagi-lagi aq bertanya, apakah Gubernur DKI sudah berbuat? jawabannya BELUM. Jangankan gubernur, ketua RT, RW apalagi lurah setempat saja acuh tak acuh. lalu mau jadi apa kampungku ini. Mau jadi apa Jakartaku ini...sedih banget rasanya...
Setiap hari aq menulis soal banjir, liputan hingga sampai berenang, ternyata untuk mendesak pemegang kebijakan di kotaku ini saja aq tidak mampu... karena jawabannya pasti sama. Orang nomor satu di DKI itu hanya menyalahkan warga kenapa tinggal di bantaran kali. Apakah kami tinggal di bantaran kali? warga pun akan sepakat berkata "Tidak semua...". kalau mau dibertsihkan warga yang tinggal di bantaran kali, silakan SIKAT semua. Tapi jangan lupa, jangan ada lagi diskriminasi. Warga miskin digusur, tapi bangunan elit seperti di tempatku dibiarkan tidur nyenyak di ruangan ber-AC meskipun bangunan itu ada di bantaran kali.

Ulujami, saat air terus menenggelamkan rumahku, 15 Maret 2008

14 Maret 2008

Pulau Karam, Masa Depan Suram


Pulau Karam, Masa Depan Suram

Ancaman karamnya tujuh pulau di kawasan Pulau Seribu menghentakkan kesadaran kita. Bahwa alam sudah mulai bosan bersahabat dengan kita..begitu kata Ebit G Ade.. keangkaramurkaan dan keserakahan tangan-tangan manusia menjadi pemicu tenggelamya pulau di utara Jakarta itu. (Soal ini aq tulis di Harian INDOPOS, 14 Maret 2008).
Di antara pulau yang sudah tenggelam itu, Pulau Ubi Besar, Pulau Ayer serta Pulau Dapur. Sementara beberapa pulau yang menurut analisa pakar lingkungan akan tenggelam dalam waktu dekt itu seperti Pulau Laga, Pulau Kayu Angin Sepa, Pulau Kapas, Pulau Belanda, Pulau Kaliage Kecil, Pulau Gosong Sepa serta Pulau Kelor yang luasnya kurang dari satu hektare karena terus menyusut. Baik karena abrasi maupun lantaran pasir pulau tak berpenghuni tersebut diekploitasi besar-besaran demi sebuah bisnis untuk meraup segepok rupiah.
Bagi kalian yang suka baca berita-berita isu lingkungan, mungkin informasi tenggelamnya pulau kecil dianggap SUDAH BASI. Sebab, selama beberapa dekade terakhir, itu tersebut pernah menghiasi halaman depan sejumlah surat kabar terkemuka negeri ini selama berminggu-minggu.
Tapi bukan informasi itu yang perlu kita ributkan. Tapi lebih pada penyebab kenapa pulau bisa sampai tenggelam.. kenapa terjadi penyusutan pulau yang awalnya berhektar-hektar kini menjadi hanya secuil tanah dan tinggal menunggu waktu bersatu dengan air laut.. Apakah karena proses alam yang memang begitu...atau ada alasan lain yang lebih bisa diterima akal.. Bukan setiap ada asap pasti sebelumnya ada bara atau api?...(Begitulah gambaran isi kitab suci yang pernah saya dengar saat melintas di mushola saat di kampung dulu). Kerusakan yang ada di langit dan bumi karena ulah tangan-tangan manusia yang tidak bertanggungjawab...(Dhoharol fasadu fil ardhi wal bahri bima kasabat aidin nass...kalau ada yang salah mohon dikoreksi). Mustahil terjadi kerusakan tanpa adanya campur tangan ulah manusia yang sengaja mengekploitasi demi kepentingan bisnis mereka..
"Ya..memang pulau yang tenggelam itu karena dulu tanahnya diekploitasi untuk pembangunan runway Bandara Soekarno Hatta di Cengkareng," kata Bupati Pulau Seribu.
"Tapi kami sudah berusaha untuk menghentikan eksploitasi tanah itu. Kecuali untuk membangun bangunan di pulau," kata Bupati meyakinkan pulau tidak akan tenggelam lagi di kemudian hari."Benarkah itu...? bukankah air laut terus meningkat dari sekitar 5 cm per tahun. Sudah berapa meter jika 10 tahun ke depan, 20 tahun ke depan, 30 tahun ke depan atau 50 tahun ke depan... belum lagi permukaan air tanah terus merosot sekitr 40 cm per tahun...SUNGGUH TRAGIS...apakah ini tanda-tanda mau kiamat.. (wallahu a'lam..)
"Tapi, bagiku, mungkin juga bagi kalian semua..mau kiamat hari ini atau besok atau kapanpun bukanlah persoalan yang perlu kita ributkan.. yang paling penting saat ini bagaimana menyelamatkan hidup saat ini dan masa depan anak cucu kita di masa yang akan datang..
Bagiku, teori SURVIVAL OF THE FITTES, harus dirubah total paradigmanya. Untuk bisa terus survive, tidak hanya yang menyangkut persoalan perut, kelamin atau status sosial.. (Itu dah basi..kita punya otak..kita punya akal.. yang bisa berpikir..akankah kita korbankan masa depan anak cucu kita dengan menumpuk segepok rupiah sementara kita tidak memberi ruang harapan hidup bagi anak cucu kita di masa yang akan datang..
"Kita mungkin kaya raya saat ini... semua kita korbankan demi apa yang disebut DUIT.. lalu kita dengar lantunan syair Ebiet G Ade..alam pun bosan bersahabat dengan kita..banjir datang menenggelamkan 60 persen Kota Jakarta..tsunami pun menggulung kota Aceh..gempa bumi menggoncang Kota Jogja, Pangandaran...dan seterusnya..
Sementara..kita tidak pernah berpikir, jika lingkungan rusak..tatatan sosial rusak..dunia menjadi carut marut..apakah anak cucu kita masih bisa disebut punya masa depan..???
Aq bicara ngalor ngidul seperti itu sebenarnya mau mengatakan, tenggelamnya puluhan pulau atau yang saat ini masih terancam bukan karena eksploitasi di pulau seribu sendiri..tapi ada faktor lain yang juga ikut menyumbang hancurnya masa depan anak cucu kita..
Aktifis lingkungan tidak henti-hentinya menyuarakan, proyek pengurukan (reklamasi) pantai utara Jakarta sepanjang 30 km telah mengubur masa depan penduduk di sekitar pantai..terumbu karang menjadi rusak, biota laut menjadi punah.,.nelayan menjadi pengangguran..
Sementara tanah nelayan yang diuruk menjadi bangunan apartemen pencakar langit, hotel berbintang, restoran mewah, industri pembuat polusi..(karena kenyataannya seperti itu. sampah limbah industri telah mencemari laut sepanjang 30 km dari garis pantai..)..atau apapun bangunan yang dianggap bisa mendulang rupiah bagi pemerintah atau segelintir orang berdasi..
Dalam beberapa tahun saja, kehidupan nelayan pinggir pantai tidaklah lagi bisa kita lihat yang hidup bersahabat dengan alam..gubuk-gubuk reot yang yang dipenuhi orang-orang berwajah kumuh sambil bercerita bagaimana tangkapan ikan esok hari..atau ada yang menunggu pagi sambil melempar kartu remi dengan setenggak tuak..atau ada yang sekadar melepas hasrat di tempat sepi bersama perempuan malam dengan tarif goceng..atau ada yang sedang meringkuk di gubuk kedinginan bersama istri dan anaknya.. (terlepas positif dan negatifnya..yang jelas mereka tidak pernah merusak alam apalagi merugikan orang lain atau bahkan membunuh masa depan anak cucu mereka..). "Tapi kan di Singapura nyatanya tidak terjadi apa-apa. Ribuan hektare diuruk juga tidak menyebabkan pulau tenggelam..," kata Gubernur DKI Sutiyoso kala itu saat memprakarsai proyek reklamasi pantai utara untuk bangunan komersial. "Kalau alasan pemanasan global alasannya...mereka tidak melakukan reklamasi juga mengalami imbas yang sama..lalu kenapa harus kita hentikan..," katanya semakin tidak masuk akal.
Setali tiga uang, Gubernur penerusnya tidak jauh berbeda. Fauzi Bowo juga tidak ingin proyek yang sudah digarap setengah jalan itu dihentikan. Meskipun Menteri Lingkungan Hidup telah menggugat dan hingga saat ini belum ada keputusan di tingkat Mahkamah Agung. Semua itu harus dilihat negatif dan positifnya..kalau tidak kita tata, pantai Jakarta akan tetap kumuh.. tapi beda jika telah direklamasi dan dibangun bangunan komersial..hasilnya jelas buat PAD..lagipula, lahan di DKI sudah sangat sempit dan butuh pengembangan," begitu alasan Foke, panggilan Fauzi Bowo memperkuat pendahulunya.
Apakah kalian sepakat dengan alasan itu? (aq belum pernah menjadi pejabat..jadi tidak tahu persis apa yang ada di kepala mereka..tapi yang aku tahu..setiap pembangunan di DKI selalu saya dengar untuk kemanfaatan publik masyarakat banyak..itu yang aq dengar setiap hari di kantor gubernur Merdeka Selatan).
Lalu manfaat untuk siapa..? masyarakat yang mana..Mungkin kalian lebih tahu jawabannya. YANG JELAS, masa depan anak cucu kita telah sirna dengan sirnanya pulau-pulau yang nasibnya tidak jauh berbeda dengan masa depan anak cucu kita di masa yang akan datang...

Pulau Untung Jawa, 14 Maret 2008

12 Maret 2008

Macet Jalur Busway dan Ketidakdisiplinan TNI


Pemprov DKI telah berjuang mati-matian untuk mensterilkan jalur busway. Sejak kali pertama dibangun 2004 lalu, busway memang ditentang hampir sebagian besar masyarakat. Macet..bising..polusi.. begitulah yang banyak dikeluhkan bertahun-tahun hingga rejim DKI pun berganti dari tangan Sutiyoso ke tangan Fauzi Bowo. Tapi kondisinya tetap sama, busway tetap dituding biang macet meski banyak faktor lain yang juga bikin jalananan tambah runyam. Semisal angkot yang sembarangan berhenti mendadak atau sengaja ngetem berlama-lama menunggu penumpang datang. Padahal, puluhan kendaraan sedang antre di belakangnya telah memanjang. Tapi sopir angkot sepertinya tidak peduli. (Bodo amat dengan suara klakson yang bising..yang penting gue dapat penumpang..begitu kali pikiran yang ada di kepala sopir angkot). Sebab, meski telah diperingatkan berulang-ulang, sikap sopir angkot ini tidak pernah berubah.. (begitu juga ulah para PKL, parkir liar mobil2 mewah yang sengaja diparkir di badan jalan..kemana otak mereka..padahal sudah diperingatkan ribuan kali hingga diancam derek).
Belum usai masalah macet di jalan protokol, jalur busway yang sengaja didesain agar angkutan massal bisa melenggang ternyata juga terjebak kepada kemacetan. Sepertinya pengguna kendaraan pribadi, angkutan umum, sepeda motor tidak rela terjebak kemacetan sendirian. (Susah harus dibagi..begitu kali pikir mereka..). Program Pemprov DKI yang dicetuskan Sutiyoso itu pun kembali semrawut. Sebanyak 200 ribu pengguna busway per hari yang dulunya pengguna kendaraan pribadi dan beralih ke angkutan massal itu pun dikecewakan. Untuk sampai dalam jangka satu kilo saja harus berjam2. Para penumpang pun frustasi. Mereka beramai-ramai meninggalkan busway. BLU Transjakarta mencatat, sebanyak 20 persen pengguna busway kembali menggunakan kendaraan pribadi. (Toh naik busway juga sama2 macet..lebih enakan naik mobil pribadi..ber-AC meski macet..apalagi disamping kemudi ada cewek cantik yang menemani..pasti lebih nyaman dibanding naik busway yang juga berdesak-desakan tak jauh beda dengan naik angkot..begitu alasan mereka saat ditanyakan kenapa kembali menggunakan kendaraan pribadi).
Ketika kemacetan semakin menggila, Pemprov DKI bersama Polda Metro Jaya pun menggelar operasi Jala Jaya dengan membuat kebijakan buka tutup yang mengizinkan kendaraan pribadi boleh masuk jalur busway asal seizin petugas. Sayangnya, kebijakan itu hanya terkesan proyek. Para petugas hanya rajin berjaga selama tiga bulan pertama. Selebihnya, praktis tidak ada lagi satupun petugas yang berjaga. Baik polisi, Dishub atau Satpol PP. Pelanggaran pun seperti ditoleransi. Menerabas jalur busway sudah menjadi kebiasaan dan dianggap sangat lumrah. Apalagi saat kemacetan mulai memanjang. Lagi-lagi, Pemprov DKI dan Polda Metro Jaya tergagap kenapa jalur busway tidak steril dan banyak diterabas kendaraan pribadi. Jawabannya, Dulu diizinkan...sekarang keterusan. "Kalau pelanggaran terus ditoleransi, bagaimana anak cucu kita nanti..tidak bisa membedakan mana yang dilarang dan mana yang dibolehkan," begitu kata Gubernur DKI Fauzi Bowo marah-marah.
Sebanyak 2.500 pasukan pun dikerahkan untuk menjaga setiap pintu masuk jalur busway. Tapi ada yang aneh. Saat itu, pagi sekitar pukul 08.30, sebuah truk warna hijau di jalur busway Buncit, Mampang Prapatan nekad menerabas jalur busway. Pada saat yang sama, petugas sedang menghadang di pintu masuk jalur itu. "Tot..tot..tot.." begitu klakson truk tentara itu mengancam petugas yang sengaja memblokir itu agar segera menyingkir agar truk yang berisi pasukan berbaju loreng itu bisa lewat. "wuuuuushhhh,". Truk tentara itu masuk jalur busway. Petugas yang mencoba menghadang pun hanya terburu2 minggir dan hanya bisa geleng-geleng kepala.
Beberapa saat kemudian, puluhan kendaraan pribadi ikut menyusul di belakang truk. Tapi apa yang terjadi, aparat segera menghadang dengan mengusir mereka untuk kembali terjebak dalam kemacetan. (DISKRIMINASI..begitu pasti pikir mereka). (Soal kedisiplinan TNI ini aq tulis dua kali, terakhir aq tulis di Harian INDOPOS, 12 Maret 2008).
Tapi, perlu diketahui, sikap petugas itu tidaklah salah. Yang tidak disiplin itu rombongan tentara yang naik truk yang sengaja menerabas jalur busway. Sebab, larangan masuk jalur busway itu sudah dinyatakan untuk semua kendaraan umum dan pribadi. Kecuali dalam keadaan mendesak seperti kebakaran, banjir, kemacetan yang panjang atau ada aksi massa. (Artinya, mereka yang TIDAK disiplin dong...BEGITULAH KENYATAANNYA..bukankah mereka dibayar dengan uang rakyat untuk bisa hidup disiplin agar bisa menyelamatkan negara ini jika terjadi huru-hara...tak tahulah kita..karena itulah mental tentara kita...Tapi inga' ngga semua lho..ITU OKNUM).
Wakil Gubernur DKI Prijanto pun merasa dipecundangi. Sebagai mantan Aster TNI AD, dia merasa perlu untuk menegur aparat tentara yang sengaja melanggar aturan itu. "Saya sudah bilang ke Pangdam Jaya...kita kasih toleransi satu bulan..jika melanggar lagi tilang," kata Prijanto.
Kenapa harus satu bulan? alasanya banyak. Tentara dianggap tidak tahu kalau jalur busway dilarang dilewati kecuali angkutan massal itu. Apa mereka tidak melihat rambu lalu lintas yang jelas-jelas terpampang di pintu jalan..atau apakah mereka memang sengaja melanggar karena merasa bagian dari golongan elit negeri ini. "Siapapun sama di hadapan hukum..siapapun yang melanggar harus dikenai sanksi," tegas Fauzi Bowo. Apakah di hadapan hukum ada pengecualian? lagi-lagi Foke dengan lantang menjawab, "Tidak...".
Memang, jika dilihat dari kacamata sosial, tidak disiplinnya tentara dengan masuk jalur busway hanya salah stu contoh kecil dari ribuan contoh tentang masih banyaknya diskriminasi di negeri ini. Di Jakarta ini.. Masih untung ditegur, tidak jarang yang justru dicari pembenarannya dan bahkan ada yang sengaja didukung oleh pemegang kekuasaan. Alasan yang dibuat pun banyak. Mereka berbeda, mereka bukan rakyat miskin. Mereka penjaga negara ini..atau seabrek alasan lainnya. Begitu juga jika yang melakukan kesalahan seorang pejabat..HANYA dengan cincaw, semua beres..syukur-syukur ada yang ketangkep KPK atau kejaksaan..itupun hanya segelintir pejabat yang tidak bersahabat atau memang sengaja dikorbankan..karena dianggap tidak pernah bagi2 manfaat..SEMOGA INI BUKAN HANYA PRASANGKA).
Tapi lain halnya jika yang melanggar itu rakyat miskin. Pengemis, pengamen, pemulung, semua dianggap sampah di Kota ini. Mereka harus disingkirkan karena membuat kenyamanan menjadi hilang... apakah ada kata MAAF? jawabannya TIDAK..(banyak alasan yang bisa menjustifikasi..melanggar Perda ketertiban umum..melanggar ini itu atau apapun seabrek alasan yang sengaja dibuat dan bahkan dibuat dalam bentuk undang-undang...).
Ucapan bang Foke setidaknya masih memberikan angin segar. Meskipun kita tidak tahu apa bentuk realisasinya. Terlepas diwujudkan atau tidak, kita warga Jakarta wajib bersyukur masih ada iktikad baik dari pemimpin kota ini yang semakin lama semakin semrawut dan ketidakadilan terjadi di mana-mana.

Saat senja di pojok Balaikota, 12 maret 2008

11 Maret 2008

Jalan Rusak dan Janji-janji Itu


Jalan Rusak dan Janji-Janji Itu

Hari ini Gubernur DKI marah besar. Orang nomor satu di DKI itu seperti ditampar mukanya. 
Gara-garanya, dewan mendesak agar orang nomor satu di DKI itu segera mencopot 
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Wisnu Subagyo. Bagiku, dalam pandangan subyektif 
sebagai warga masyarakat, desakan dewan itu memang sangat wajar. Sebab, 
hampir tiga bulan lebih sejak banjir Februari lalu, jalan rusak yang ada di lima wilayah DKI 
praktis tidak pernah mendapat perbaikan. Bahkan, kerusakan semakin bertambah parah
seiring hujan masih terus mengguyur Ibukota ditambah bebasnya kendaraan besar yang 
melebihi muatan keluar masuk Jakarta. Tak heran, banyak yang bilang, jalanan di Jakarta 
seperti kubangan kerbau. Lubang mengangga dipenuhi dengan air lumpur. Bagi aku, kamu atau siapa saja yang biasa setiap harinya melakukan rutinitas di Ibukota. Banyaknya jalan rusak semakin membuat kepala stres. Belum lagi puluhan angkot yang dengan sengaja bandel menghadang jalan dengan cara berhenti atau ngetem untuk mencari penumpang.
"Beginilah wajah ibukotaku..rusak dan carut marut," kataku sedih.
Teriakan demi teriakan warga Jakarta terus terdengar nyaring di telinga Gubernur. Belum lagi hampir setiap hari kita tanyain hingga Gubernur berkumis itu bosan menjawabnya. Lagi-lagi jawabannya "dana belum keluar". Jika bukan itu, ada jurus lain yang biasa dikemukakan 
Gubernur. "Bagaimana kita memperbaiki jalan jika anggaran dicoret dewan," kelitnya. 
Yah, kalau untuk sekadar mengucapkan kata-kata itu, jangankan Gubernur, 
seorang pengamen pun bisa. Apa yang tidak bisa dilakukan jika duit menumpuk di depan mata. 
Semua bisa terselesaikan. 
Tapi haruskah seperti itu mental pejabat kita. Sementara, masyarakat Jakarta, 
termasuk aq di dalamnya, hampir setiap hari berangkat dan pulang kerja terpaksa harus 
melewati jalan yang sama. Rusak.. berlobang...dan macet... (aq yakin ribuan warga Jakarta 
lainnya juga merasakan hal yang sama..). Mungkin, bagi mereka yang pernah menjadi korban jalan berlubang. Jatuh terjerumus hingga 
terluka parah dan terpaksa dirawat di rumah sakit, pasti akan memaki maki. (Masya Allah..kasian amat yach..).
Lalu, apakah salah jika mereka menuntut pemerintah yang setiap hari hidup dengan mewah 
dari pajak rakyat untuk bisa segera mengambil sikap? jawabannya, TUNTUTAN itu wajib 
hukumnya. Justru bagi warga Jakarta yang hanya diam ketika melihat ada duri atau paku yang setiap saat mengancam akan mengoyak bagi siapa saja yang melintas, saya katakan DOSA BESAR. (Meskpun, hidup di Ibukota siapapun tahu..
Individualitas sudah menjadi ideologi nomor satu..Tapi jika itu untuk kepentingan bersama dan 
masyarakat luas akankah masih DIAM..).
Asal tahu saja, kalau kalian jeli memperhatikan jalanan yang rusak di Jakarta, 
tidak seluruh jalan rusak itu berusia tua hingga amblas dan memerlukan perbaikan total. 
TIDAK...TIDAK..banyak jalan yang baru diperbaiki hanya karena terguyur hujan beberapa hari 
tiba-tiba rusak, mengelupas dan berlobang.. (kalau seperti ini, apa jawaban pejabat?)
Kalau pengen tahu, Kepala Dinas PU Wisnu Subagyo dengan santai menyatakan, 
itu karena banyak dilindas sepeda motor..(benar-benar jawaban klasik..dan tidak masuk akal...). 
Lagi-lagi aq bilang, pengamen pun tahu, bagaimana modus korupsi jalan ini dilakukan. 
Kualitas bahan yang seharusnya bisa tahan lima tahun, seperti yang ada dalam MoU, 
tapi realisasinya hanya dibelikan bahan yang hanya bisa tahan satu tahun. 
Atau bahkan enam bulan atau tiga bulan. (Oh..Tuhan..maafkan aq jika ini dianggap 
sebuah prasangka..tapi itulah kenyataan yang semua orang bisa melihatnya.. hari ini jalan 
diperbaiki, minggu depan sudah rusak lagi).
Tapi, warga Jakarta tidak perlu khawatir, setelah dewan meluncurkan ancaman 
agar Kepala Dinas PU segera dipecat jika tidak segera memperbaiki jalan, 
sosok yang pernah diberitakan dijaga para preman di kantornya itu berjanji 
akan memperbaiki jalan rusak secara permanen paling lambat Minggu ketiga Maret mendatang.
"Kalau kinerja saya dianggap buruk..silakan saya tidak keberatan dicopot..," kata Wisnu.
Ucapan Wisnu setidaknya menjadi harapan baru bagi masyarakat Jakarta. 
MARI kita awasi dan terus tagih janji itu. Jika ingkar lagi dan Gubernur tidak mencopotnya, 
biar Tuhan yang menghukumnya.

Saat Senja di Pojok Balaikota, 11 Maret 2008          

10 Maret 2008

Harapan Baru Akankah Terkoyak Lagi

Hari ini, Sekda Pemprov DKI dilantik. Walikota Jakarta Pusat Muhayat akhirnya benar-benar melenggang sejak kali pertama disebut Gubernur DKI Fauzi Bowo saat mengikuti perayaan natal di Ibukota 25 Desember tahun lalu. "Masak sih kalian gak percaya.. Ini saya gubernur yang ngomong. Sekdanya itu pak Muhayat," kata Foke malam itu usai mengikuti misa di gereja Kelapa Gading.
Sejak saat itu, beberapa nama pejabat senior pun bermunculan diusulkan oleh masing-masing kelompok dengan kepentingannya masing-masing. Maklum, jabatan Sekda di DKI ibarat lumbung rupiah..(begitu kata orang-orang, aq sendiri belum pernah menyelidikinya meski desas-desus itu hampir setiap hari aq dengar). Selain, jabatan Sekda juga jabatan paling prestisius dan paling tinggi di sebuah pemerintahan provinsi. Wajar, jika siapapun menginginkannya..
Tapi, harapan para pejabat yang merasa telah mumpuni dan banyak makan garam di wilayah Ibukota itu harus kandas. Betapa tidak, gubernur kita ternyata bukan orang yang mudah terpengaruh masukan dari luar. meskipun itu dianggap cukup kapabel. Apa yang gue bilang, itulah yang harus terjadi...ibarat kasarnya seperti itu..
Beberapa nama yang sengaja dikorbankan untuk "pemanis" agar calon sekda yang diusulkan tidak calon tunggal pun hanya bisa gigit jari. Meskipun dari awal mengetahui, dicatutnya nama mereka hanya pemanis semata dan biarpun bumi bergoncang tidak bakal terpilih menjadi sekda. Sebut saja nama itu Kepala Dinas pertamanan DKI Sarwo Handayani dan Asisten Pembangunan Nurfakih Wirawan. (Tapi tak apalah asal .. gue ke depan masih dipakai..itu masih mending daripada diuang telantar tanpa jabatan..kata batin mereka mungkin seperti itu..!!!)
Sebab, dalam beberapa pengalaman, siapapun yang tidak pro kepada gubernur berkumis itu, siap-siap saja tersingkir (dalam bahasa kasar..disingkirkan?).
Contoh paling nyata adalah mantan sekda saat ini. Ritola Tasmaya. Sosok yang di kalangan jurnalis dianggap baik hati itu terpaksa harus menjadi salah satu korban. Kalau ada yang tanya apa jabatan Ritola setelah lengser dari sekda.. jawabannya TIDAK ADA... (kasian yach..aq juga sedih mendengarnya..)
Terlepas dari perebutan kekuasaan atau nasib orang-orang yang tersingkir itu, lalu apa harapan bagi warga Jakarta yang harap-harap cemas sekda di bawah kendali Muhayat.
Pertanyaan yang paling banyak menyeruak adalah masihkah PENGGUSURAN akan terus dilangsungkan. (jawabannya ..MASIH.. begitu saya menulis dengan kritik pedas buat Muhayat di Koran Harian INDOPOS, 10 Maret 2008). Setidaknya, itu penggusuran itu masih akan berlangsung hingga 2015 mendatang. Jadi bagi warga Jakarta, siap-siap saja jika sewaktu-waktu aparat satpol PP tiba-tiba datang dengan buldoser yang siap mengobrak-abrik bangunan yang mayoritas saya bilang reot dan ala kadarnya itu.
Tapi, warga kelompok miskin harap sedikit bersyukur. Setidaknya, Muhayat berjanji tidak akan melakukan diskriminasi. baik kaya atau miskin, jika melanggar akan "disikat". (beranikan dia..atau hanya janji gombal.. hanya tuhan yang tahu!).
Bagi saya, warga Jakarta yang tempat tinggalnya telah tergusur atau yang terancam tergusur, HARAPAN untuk tetap hidup harus terus ada. Karena, Tuhan hanya beserta mereka yang mau berusaha dan terus berjuang untuk bisa SURVIVE..

Pojok Balaikota saat senja, 10 Maret 2008