23 Desember 2008

Duh Gusti Allah, Sembuhkanlah Istriku

Selasa, 23 Desember 2008. Memasuki hari kedua di Ambarawa, istriku sudah menunjukkan progres report yang menggembirakan. Jika waktu datang praktis tak bisa jalan, sejak tadi malam sudah mulai bisa jalan. Dari kamar tidur ke kamar mandi mau berjalan bolak balik sendiri tanpa dituntun. Panas tubuhnya juga mulai turun pelan2. Wajah yang pucat juga mulai berangsur normal tak sepucat saat baru tiba Senin subuh lalu. Sebab, ibu istrinya Pae selalu maksa agar istriku menghabiskan makan yang disuguhkan dan minum air putih sebanyak2nya. Alhamdulillah, satu piring bisa habis. Pepaya, jeruk dll juga dimakan dengan lahap. Meskipun batuknya masih terdengar sesekali memecahkan kesunyian malam. Begitu bangun tadi pagi, aq langsung paksain agar berjemur di halaman rumah. Kaki menapak di tanah bergantian di rumput. Dengan cara itu saraf kaki sekaligus bisa terefleksi. Jika malam, telapak kaki juga aq pijit untuk menetralkan urat saraf yang terjepit. Air Ampel yang disediain Pae aq suruh minum. Sebelum dipijit dan usai dipijit serta setelah makan. Air Ampel itu diambil dari masjid Sunan Ampel Surabaya. Biasanya, Pae menggunakan air tersebut untuk ngobati para pasien. Mulai dari penyakit fisik hingga non fisik. Dengan air itu pula, Pae berusaha membantu orang memecahkan persoalan mulai pertengkaran rumah tangga hingga masalah yang dihadapi para pejabat elit. Percaya atau tidak, sumber air Ampel diyakini memiliki jalur secara langsung dengan air zam-zam di Makah. Sebenarnya, air di sumber2 lain juga memiliki jalur serupa. Namun, tidak setiap saat. Hanya pukul 03.00 dini hari hingga sebelum subuh. Secara ilmiah, aq belum sempat menelusuri kebenarannya. Di kalangan kedokteran, tidak ada perbedaan pendapat soal air. Semuanya sepakat, air memang memiliki peran menyembuhkan. Sebab, mampu membantu metabolisme tubuh.
Selain berusaha mengobati secara fisik, tiap malam Pae menggenjot zikir untuk menetralkan hawa negatif yang ada. Usai memijit telapak kaki istriku lalu menyuruh minum air, aq ikut gabung sholat dan memutar tasbih. Pukul 01.00 sudah bisa selesai, merokok satu batang, minum kopi lalu aq putuskan istirahat di kamar sebelah. Najwa sendiri aq lihat sudah terlelap di pelukan mamanya.
Di Ambarawa memang suasananya beda dengan Jakarta. Dengan dikitari deretan perbukitan, areal sawah yang menghijau dan rawa pening yang menghampar, praktis kota kecil yang dikenal luas dengan Tugu Palagannya itu hawanya sangat dingin. Tidak hanya malam hari, tapi juga saat siang. Matahari hanya sesekali muncul lalu tertutup awan kembali.
Tadi malam aq cukup kedinginan. Lupa ga bawa jaket pelapis dan celana tebal. Dengan hanya pakai celana pendek, aq terpaksa tidur meringkuk kedinginan hingga pagi menjelang.
Dengan hawa yang sejuk dan suasana tenang, aq berharap bisa membantu secara psikologis upaya penyembuhan istriku. Minimal, perempuan keturunan Ambon itu bisa istirahat dengan tenang. Sebab, malaikat kecilku telah dijaga oleh istrinya Pae. Mulai memandikan, menemani untuk bercanda hingga menggendong jika nangis. Hanya jika istriku kangen dan teriak2 panggil Najwa baru si kecil di sandingkan di pelukannya untuk disusui.
Pagi2, Ida adik kandung yang kuliah di Jogja sms akan menjenguk ke Ambarawa jika tugas2 kuliah dah kelar. Masaris malamnya juga sms ngasih saran agar suplai gizi bisa tercukupi. Sebab, aktivitas menyusui membutuhkan tenaga ekstra.
Kawan Sam dari Bogor tadi pagi juga telpon kaget setelah membaca blog. Katanya kok dadakan ke Ambarawanya. Beberapa kawan liputan kemarin juga sms dan telpon tanyain kok seharian ga nongol di Balaikota. Aq bilang izin dulu bentar nganter istri ke Ambarawa. "Wahai kawanku semua, saudaraku smua, aq hanya mengharapkan doa kalian smua. Moga2 Gusti Allah ngasih kesembuhan istriku, menjaga istri, si kecilku dari segala penyakit dan mara bahaya". Aq rela berkorban apapun demi kesembuhannya. Jika ada dokter, paramedis, atau apapun namanya yang bisa menyembuhkan istriku, dengan apapun caranya, ilmiah, non ilmiah, atau tidak masuk akal sekalipun aq sangat berterimakasih. Yang penting istriku bisa sembuh. DUH Gusti Allah, sembuhkanlah istriku. Angkatlah penyakitnya dan turunkanlah obat untuknya. Hanya kepada Engkau kami berserah diri. dan hanya kepada Engkau pula kami minta pertolongan. Tiada kekuatan apapun yang bisa menandingi Kekuatan-Mu. dan tiada apapun yang bisa mencegah jika Engkau berkehendak.

Rawa Pening, 23 Desember 2008

22 Desember 2008

Kereta Menuju Ambarawa

Suara gemuruh gerbong melintas di atas rel baja terus terdengar sepanjang perjalanan. Arloji aq lihat pukul 22.30. Entah sampai mana aq tak tahu. Dari cendela, yang terlihat hanya gelap. Lampu-lampu kecil yang jauh di sana terlihat samar-samar. Aq kembali ke bangku no 15 C dan 15 D yang terletak di barisan sebelah kiri. Malaikat kecilku aq lihat terlelap di atas bangku lusuh kereta. Mungkin Najwa tengah menikmati mimpi indahnya. Sementara istriku Shelvia Jaflaun terlihat makin tak berdaya menopang tubuhnya yang tengah diterpa sakit. Dengan menggelar kain sarung di bawah bangku, aq sarankan untuk pejamkan mata biar ada sedikit tenaga saat turun dari kereta pukul 03.00 dini hari nanti.
Pandanganku mencoba menyisir setiap bangku yang diisi para penumpang. Rata-rata sudah pada terlelap dalam mimpinya masing-masing. Petugas yang menawarkan kopi, rokok, nasi goreng, hilir mudik setiap saat. Aq tak menghiraukan mereka yang mencoba curi-curi pandang kepadaku. Aq terus menulis blog ini sambil menjaga Najwa di atas bangku agar tidak terjatuh jika sewaktu-waktu bergerak tiba-tiba.
Kereta Fajar Utama terus melaju untuk bisa mengantarkan penumpang tepat waktu ke Semarang. Lewat kereta ini pula aq mencoba mencari asa bagi kesembuhan istriku yang tengah dilanda penyakit aneh sejak kepindahan kontrakanku dari Ulujami ke Cawang dua bulan lalu. Perempuan keturunan Ambon yang tinggi gempal itu kini makin kurus dan pucat. Konsultasi dan berobat ke berbagai dokter telah aq lakukan. Tapi keinginanku untuk mengetahui apa penyakit istriku gagal. Hasil pemeriksaan negatif. Termasuk hasil ronsen minggu lalu di RS AURI juga negatif. Aq sudah lelah mencari pengobatan ke dokter ilmiah atau pengobatan alternatif.
Demi kesembuhan istriku, aq terpaksa ambil cuti tiga hari untuk bisa ke Ambarawa. Niat itu sangat kuat ketika Kakmino, kakak iparku juga melihat keanehan penyakit yang diderita adiknya. Sorot mata dan tingkah laku yang ditunjukkan istriku lain dari biasanya. Tatapan kosong dan tindak tanduk seorang renta yang telah bungkuk.
Nyonya Klementin yang sudah berumur dan tinggal di Bekasi juga terkaget ketika dijenguk ama istriku. Dia bilang ada yang menempel di punggungnya. Aq sendiri baru sadar penyakit istriku tak wajar dua pekan terakhir. Saat Fauzi, muridnya Pae yang tugas di Mabes TNI AD beberapa waktu lalu ketemu di Balaikota dan melihat keanehan dalam diri istriku. Fauzi yang pangkatnya baru balok kuning dua di pundaknya itu awalnya mo minta saran atas kepindahan tugasnya. Tapi justru berbalik ngasih saran agar sakitnya istriku ditelaah lebih lanjut. "Coba smsin pae di Ambarawa," katanya setelah aq bercerita hasil pemeriksaan semua dokter negatif.
Setelah dikasih saran itu, aq langsung sms pae di Ambarawa. Pukul 22.30, pae balas sms. Isinya perintah agar aq bisa sholat malam lalu memutar tasbih. "Deloen le mengko bengi. Tak bantu soko kene. Memang ono sing ga wajar. Sakno bojomu nek ngono terus," kata pae melalui sms.
Karena saking capeknya liputan, tanpa sadar aq tertidur pulas. Padahal aq janji pukul 00.00 atau pukul 01.00 tengah malam akan sholat malam. Pukul 03.00 aq terkaget ketika istriku membangunkanku sambil mengeluh kakinya sakit ga bisa digerakkan. Badannya kepanasan sambil batuk2. Aq teringat perintah Pae. Lalu aq ambilkan air putih agar diminum istriku. Dalam kulkas aq ambil jeruk dan kubuatkan susu coklat agar bisa diminum untuk tambah tenaga. Lalu aq tinggal sholat dan berzikir. Begitu sampai setengah perjalanan, Masya Allah, baru kali ini aq menemui makhluk Gusti Allah segalak itu. Bulu kudukku berdiri. Badanku merinding. Tasbih terasa begitu berat aq putar. Seorang nenek tua renta berambut putih menunjuk2 ke arahku sambil teriak marah besar. Aq jadi emosi. Ingin kuteriak saat itu juga agar makhluk itu bisa kembali ke tempatnya dan tidak mengganggu istriku. Toh selama ini qta saling hidup berdampingan dan tak saling mengganggu. "Jika tak mau main kasar. Saya yang minta tolong agar sudi kiranya menjauh dari istriku," kataku kemudian. Dia bilang mau kembali ke tempat asalnya jika diantar.
Usai berzikir, aq keluar rumah sambil menyalakan rokok sebatang. Lalu aq telepon Pae di Ambarawa. "Pae nek piyambaan kulo mboten sanggup. Sing derek Epi niku ketua geng teng kontrakan lama," kataku via telepon. "Yo le. Iku ga tandinganmu. Bojomu cepet2 gowo mrene. Mengko tak antere no nggone mbah zarkoni," kata Pae lalu memutus percakapan.
Setelah malam itu, Kakmino ke rumah. Pukul 21.00 tiba2 telepon. Saat mengaji di rumah katanya listrik padam berulang kali. Padahal ga nyalain apa2. Lalu terlihat bayangan terbang keluar rumah. Mendapat informasi, aq langsung buru2 pulang. Aq lalu sms Pae. Aq bilang kata Kakmino makhluk yang nempel di punggung istriku dah keluar. Lalu aq disarankan ambil air dari Ampel. Lalu dikasih minyak dan dikasih bacaan sahadat 7 kali, fatihah 7 kali dan al ihlas 7 kali. Lalu disiramkan di depan dan belakang rumah.
Aq memang sudah bosan dengan segala hal yang berbau mistis. Kakiku lumpuh selama tiga bulan saat SMA kelas 2 dulu bagiku sudah cukup. Aq tak mau ada dendam. Setiap perbuatan jahat, biarlah Gusti Allah yang membalasnya. Tak perlu tahu siapa yang berbuat jahat pada istriku, yang penting istriku bisa kembali sembuh.
Benar apa kata kawan Sam. Terkadang, qta perlu kembali ke zaman yang paling tradisional sekalipun untuk sejenak mencari kearifan yang tak mampu ditembus oleh rumus2 ilmiah.

Pukul 24.00 tengah malam. Dalam Kereta Fajar Utama menuju Semarang, 22 Desember 2008.

01 Desember 2008

Perempuan dari Tanah Seberang

Perempuan dari Tanah Seberang

Kehidupan malam di Ibukota kembali menggeliat begitu sang surya kembali ke peraduannya. Sisi lain kehidupan malam di kota besar mulai tampak. Di sebuah tempat karaoke yang terletak di bilangan Jakarta Pusat, mobil-mobil mewah mulai berdatangan. Setiap mobil datang di pintu masuk, rata-rata yang turun anak usia tanggung. Mereka rombongan lebih dari dua orang. Dengan gaya perlente namun santai, remaja-remaja itu terlihat dari kelas atas. Pakai celana pendek, t-shirt warna cerah dan bersepatu. Di tangan kanannya menggenggam sebuah telepon selular. Model-model N 90 atao experia keluaran terbaru.
Begitu tiba, mereka langsung masuk ke lobi dan terus naik ke lantai dua. Perkiraanku, mereka telah sering datang ke tempat tersebut. Itu terlihat dari sikapnya yang tak terlihat canggung. Seorang petugas keamanan menegur. Rupannya, salah satu dari mereka ada yang membawa tas. "Mas dititipkan di pos keamanan saja tasnya," kata pria berbadan tegap sambil menenteng HT. "Tar langsung ke atas ye. Room dah diboking," kata salah satu dari mereka yang berjalan paling depan memberi aba-aba temennya yang harus turun kembali ke bawah untuk menitipkan tasnya. Sejenak, petugas keamanan menyuruh membuka isi tasnya. "Isinya apa mas," kata petugas keamanan. Setelah memastikan isi dalam tas bukan barang yang membahayakan, tas langsung diletakkan di ruang keamanan yang letaknya persis di pintu masuk. Lantas, remaja tanggung itu menyusul kawan-kawannya di lantai atas. Jakarta memang rawan usai eksekusi Amrozi Cs beberapa waktu lalu. Ancaman bom memang tak pernah berhenti. Mulai dari hotel, apartemen, mall, kedutaan, kantor pemerintah hingga fasilitas publik.
Di pintu masuk lantai atas, sebuah lorong panjang terlihat membujur. Lampu redup menghiasai sepanjang koridor tersebut. Di pintu masuk, sisi kanan dan kiri terpasang sebuah meja dan kursi tempat untuk transaksi. Seperti model kasir jika di pusat perbelanjaan. Perempuan-perempuan muda yang jumlahnya sekitar lima orang berdiri di samping kiri kanan pintu mengeluarkan senyum ramah sedikit nakal. Perempuan-perempuan itu menggunakan pakaian yang sangat seksi. Rok hanya sampai pangkal paha. Sementara belahan dadanya seperti didesain agar sedikit terlihat. Putih mulus dan menyembul mengundang gairah. "Silakan mas," sapa manja salah satu perempuan. Jika setiap tamu yang datang belum boking room terlebihdahulu, begitu sampai di pintu lantai atas itu akan langsung melakukan transaksi. Sewa room sekaligus pesan perempuan pendamping jika menginginkan.
Menyusuri sepanjang koridor, setiap room berdiri seorang perempuan. Dari baju yang dipakai, perempuan ini sepertinya mendapat tugas yang berbeda. Bukan sebagai penghibur, tapi service room jika ada tamu yang pesan minuman, makanan atau keperluan lainnya.
Memasuki salah satu room, ruangan ukuran 7x5 meter menghampar. Kursi dipasang memutar bentuk huruf U. Di tengahnya meja kecil berjajar. Di barisan paling depan, 3 unit TV terpasang berikut asesorisnya. TV yang paling tengah ukurannya paling besar. Di samping kiri dan kanannya hanya ukuran 21 inci. Dari layar tampak stasiun HBO tengah memutar sebuah film action. Sementara yang satunya life report CNN. "Disamain aj mas. Buat karaoke semuanya," salah salah sorang tamu meminta kepada operator. Di tempat itu, tamu tidak memilih lagu sendiri lewat keyboard di meja atau remote kontrol. Tapi melalui reques kepada operator.
Para tamu mulai memesan kudapan beserta minuman yang tertera di daftar yang diletakkan dalam meja. "Tiga picher mbak, kentang, rokok malboro, jarum ama sampoerna. Jangan lupa air mineralnya," kata salah satu tamu. Usai perempuan service room meninggalkan ruangan, musik mulai berdentum. Lampu ruangan mulai diganti yang redup. Asap rokok mulai mengepul. Habis satu lagu, perempuan service room sudah masuk kembali membawa pesanan. Gelas-gelas yang berisi es mulai dituang minuman. Teriakan salah seorang tamu yang tengah menyanyikan lagu membahana. Tampak begitu menghayati terlihat dari gerakan tubuhnya. Jika melihat ekspresinya, barangkali nyanyian, tamu tersebut tengah mengeluarkan kegundahan hatinya. Stres akibat kerjaan di kantor, bertengkar ama bininya di rumah atao barangkali habis putus ama pacarnya. Raut muka kegundahan itu semakin terlihat ketika menyanyikan lagi bintang di langit padi. Begitu lagu usai, sepuluh perempuan muda bertubuh seksi masuk ruangan. Satu orang yang dipanggil mami ira menyuruh perempuan-perempuan dibalut pakaian seksi itu berjajar di depan para tamu. Kaki jenjang, kulit putih mulus tanpa ada bekas luka sedikitpun terlihat hingga pangkal paha. Sebagaian ada yang memperlihatkan belahan payudaranya. Di pinggangnya sebelah kanan tertulis nomor urut dengan huruf besar. Ada 350, 200, 300, 400, 575. "Silakan mas mo pilih yang mana," kata mami ira. Para tamu memelototkan matanya memandangi satu per satu perempuan penghibur tersebut tanpa berkedip. Dari ujung kaki hingga ujung kepala. Pemandangan itu persis di tempat pelacuran gang dolly Surabaya. Bedanya, jika di gang dolly, perempuan dipajang di sebuah ruangan persis aquarium yang dilapisi kaca riben. Para tamu bisa melihat secara leluasa perempuan mana yang akan dipilih. Tapi si perempuan tidak bisa melihat tamunya. Di tempat karaoke itu, antara tamu dan perempuan penghibur saling berhadap-hadapan secara langsung. "300...350..400..," kata para tamu memberi aba-aba pilihannya. Tiga perempuan muda seksi yang dipilih langsung menghampiri pria yang menunjuknya. Sementara perempuan-perempuan yang tidak dipilih para tamu langsung keluar ruangan.
Malam semakin larut. Dari musik syahdu berganti musik yang menimbulkan hasrat berjingkrak. Semua turun melantai. Perempuan yang dipilih para tamu langsung berkenalan sekadar basa basi. Musik terus berdentum. Kepulan asap rokok membumbung memenuhi ruangan seperti tak mampu disedot exhaus yang tertempel di dinding paling ujung. Suara tawa lepas menghiasi setiap minuman keras yang dituang dan beradu menimbulkan suara benturan kecil. Tiga perempuan muda yang masing-masing bernama Nia, Fany dan Dewi itu sudah terlelap bersama pelukan mesra para tamu. "Kalau belum puas di sini bisa dilanjut di luar mas. Syaratnya tinggalkan bon dikasir. Cuma Rp 400 ribu. Kalau tips kencan di luar tergantung kesepakatan aj," kata perempuan yang dipanggil temen2nya Fany itu to the point.
Itu lantaran jika hanya mengandalkan menemani para tamu di tempat karaoke, pemasukan dianggap tidak cukup. Berbeda jika ada yang boking ke luar, dari bos besar dapat bonus, dari pelanggan dapat tips hasil servisnya. Dalam satu malam, maksimal bisa menemani tujuh orang tamu. Itupun dari persaingan yang cukup ketat. Jika dalam semalam, setelah berulang-ulang dipajang tapi tak laku, omelan bos akan menjadi menu dini hari sebelum perempuan malam itu diizinkan meninggalkan lokasi. "Saya sih baru mas di sini. Baru dua bulan. Tapi karena setiap hari selalu tertekan, rasanya seperti sudah bertahun-tahun," kata Fany.
Tekanan yang dirasakan perempuan asal Padang itu bukan hanya dari bos. Tapi juga sesama perempuan penghibur lainnya. Untuk bisa "nyambi" bersama tamu terkadang harus makan hati. Jika satu cewek diboking sementara yang lain tidak, adu urat syaraf bakal terjadi. "Baru kemarin malam kami bentrok gara2 ada tamu yang boking salah satu dari kami. Tapi yang lain ga diajak. Daripada ada yang iri, akhirnya dibatalin," tuturnya.
Dituturkan Nia, di tempat karaoke tersebut ada 30 perempuan penghibur. Jika masih baru, kupu-kupu malam itu akan dipelihara dengan baik. Tinggal di apartemen mewah dan digaji tinggi. Rata-rata, satu malam Fany dan sejawatnya yang masih baru bisa mengantongi Rp 2 juta. Itu belum termasuk jika ada tamu yang boking keluar. Untuk tetap menjaga kecantikan para perempuan penghibur yang baru tersebut, tiap usai pulang dari tempat karaoke pukul 05.00 pagi, bos besar yang dipanggil mami Ira akan melakukan absen. Memastikan "stok" barunya kembali ke kandang. Petugas keamanan yang disewa mami Ira juga akan memeloloti apakah piaraan bosnya itu aman sampai penjara emasnya atau belum. Jika ada yang terlihat layu, mami Ira langsung mengeluarkan perintah dadakan. "Seringnya habis kerja gini, bos menyuruh kami ke rumahnya. Kami tidak bisa menolak. Karena kalau tidak didamprat habis," akunya. Lalu di rumah mami tersebut, daun muda itu dimandiin, dilulur, dipijat agar kecantikan dan kemulusan tubuh tetap terjaga. Untuk urusan satu ini, mami Ira memang tak mau kelewatan. Sebab, besar kecilnya omset tergantung kiprah stok-stok baru tersebut.
Perlakuan itu sangat berbeda dengan perempuan lain yang yang telah lama direkrut. Mereka diberi kebebasan asal tetap menyetor kepada bos. "Kalau kami yang baru-baru ini kayak dipenjara. Kemana-mana tidak boleh. Gerak-gerik selalu diawasi. Pulang kerja harus langsung pulang ke apartemen. Emang sih sewa apartemen sudah dibayar bos, tapi tetap saja rasannya seperti dipenjara," keluhnya lalu menghisap rokok di tangan kanannya dalam-dalam.
Setelah menenggak satu gelas minuman, Fany kembali bertutur. Dia bersama tiga temannya termasuk stok baru. Mereka "disekap" di sebuah apartemen "M" di Jakarta Barat. Tidak hanya dalam bergaul dengan orang luar yang dilarang keras, untuk bisa sekadar refresing keluar jalan-jalan di luar jam kerja juga dilarang. Jika libur hari Minggu, tetap saja harus mengkal di tempat karaoke meskipun tidak melayani tamu.
Perasaan untuk memberontak bisa lepas dari tempat tersebut terkadang muncul jika perlakuan sang bos sudah keterlaluan. Namun, niat itu kembali pupus jika teringat bahwa untuk kembali pada kehidupan normal sudah tidak mungkin. Apalagi, kehidupan malam yang ditekuninya itu awalnya sebagai pelarian setelah dijodohkan orangtuanya dengan orang yang tidak dicintai di kampung halamannya.
Lari dari kampung halaman di Padang, Fany mencoba mengadu nasib di Jakarta. Suatu ketika di sebuah mall di bilangan Jakarta Pusat, Fany bertemu dengan mami Ira yang menawarkan pekerjaan sebagai pelayanan di tempat karaoke. Lantaran terdesak kebutuhan hidup setelah lama menganggur, tawaran itu akhirnya diterima. "Jadi dengan kondisi terpenjara seperti itu kami hanya bisa pasrah aj mas. Jangan untuk cek kesehatan untuk memastikan positif atau ga, untuk sekedar menghirup udara segar saja kami dilarang. Apalagi persaingan di antara perempuan di sini juga sangat ketat. Salah menempatkan diri dikit bisa berabe," katanya.
Dari hati yang paling dalam, Fany tetap berharap suatu ketika bisa keluar dari kehidupan malam. Itu setelah cukup mampu mandiri untuk membuka usaha sendiri atau dapat pekerjaan baru yang lebih baik. Lantaran untuk menekuni kehidupan malam, banyak resiko yang harus diambil. Tidak hanya rawan dari sisi kesehatan rentan tertular penyakit HIV/AIDS atau penyakit seksual lainnya, tapi juga rentan dari sisi keamanan.

(Tulisan ini aq terbitin di Indopos untuk menyambut hari HIV/AIDS se-dunia yang jatuh pada 1 Desember. Versi koran setelah diedit aq beri judul: Melihat Sisi Terdalam Perempuan Malam yang Dituding Penyebar HIV/AIDS: Disekap di Apartemen, Usai Kerja Dimandikan dan Dilulur)

Saat hujan mengguyur, Menara Saidah, 1 Desember 2008