22 Desember 2008

Kereta Menuju Ambarawa

Suara gemuruh gerbong melintas di atas rel baja terus terdengar sepanjang perjalanan. Arloji aq lihat pukul 22.30. Entah sampai mana aq tak tahu. Dari cendela, yang terlihat hanya gelap. Lampu-lampu kecil yang jauh di sana terlihat samar-samar. Aq kembali ke bangku no 15 C dan 15 D yang terletak di barisan sebelah kiri. Malaikat kecilku aq lihat terlelap di atas bangku lusuh kereta. Mungkin Najwa tengah menikmati mimpi indahnya. Sementara istriku Shelvia Jaflaun terlihat makin tak berdaya menopang tubuhnya yang tengah diterpa sakit. Dengan menggelar kain sarung di bawah bangku, aq sarankan untuk pejamkan mata biar ada sedikit tenaga saat turun dari kereta pukul 03.00 dini hari nanti.
Pandanganku mencoba menyisir setiap bangku yang diisi para penumpang. Rata-rata sudah pada terlelap dalam mimpinya masing-masing. Petugas yang menawarkan kopi, rokok, nasi goreng, hilir mudik setiap saat. Aq tak menghiraukan mereka yang mencoba curi-curi pandang kepadaku. Aq terus menulis blog ini sambil menjaga Najwa di atas bangku agar tidak terjatuh jika sewaktu-waktu bergerak tiba-tiba.
Kereta Fajar Utama terus melaju untuk bisa mengantarkan penumpang tepat waktu ke Semarang. Lewat kereta ini pula aq mencoba mencari asa bagi kesembuhan istriku yang tengah dilanda penyakit aneh sejak kepindahan kontrakanku dari Ulujami ke Cawang dua bulan lalu. Perempuan keturunan Ambon yang tinggi gempal itu kini makin kurus dan pucat. Konsultasi dan berobat ke berbagai dokter telah aq lakukan. Tapi keinginanku untuk mengetahui apa penyakit istriku gagal. Hasil pemeriksaan negatif. Termasuk hasil ronsen minggu lalu di RS AURI juga negatif. Aq sudah lelah mencari pengobatan ke dokter ilmiah atau pengobatan alternatif.
Demi kesembuhan istriku, aq terpaksa ambil cuti tiga hari untuk bisa ke Ambarawa. Niat itu sangat kuat ketika Kakmino, kakak iparku juga melihat keanehan penyakit yang diderita adiknya. Sorot mata dan tingkah laku yang ditunjukkan istriku lain dari biasanya. Tatapan kosong dan tindak tanduk seorang renta yang telah bungkuk.
Nyonya Klementin yang sudah berumur dan tinggal di Bekasi juga terkaget ketika dijenguk ama istriku. Dia bilang ada yang menempel di punggungnya. Aq sendiri baru sadar penyakit istriku tak wajar dua pekan terakhir. Saat Fauzi, muridnya Pae yang tugas di Mabes TNI AD beberapa waktu lalu ketemu di Balaikota dan melihat keanehan dalam diri istriku. Fauzi yang pangkatnya baru balok kuning dua di pundaknya itu awalnya mo minta saran atas kepindahan tugasnya. Tapi justru berbalik ngasih saran agar sakitnya istriku ditelaah lebih lanjut. "Coba smsin pae di Ambarawa," katanya setelah aq bercerita hasil pemeriksaan semua dokter negatif.
Setelah dikasih saran itu, aq langsung sms pae di Ambarawa. Pukul 22.30, pae balas sms. Isinya perintah agar aq bisa sholat malam lalu memutar tasbih. "Deloen le mengko bengi. Tak bantu soko kene. Memang ono sing ga wajar. Sakno bojomu nek ngono terus," kata pae melalui sms.
Karena saking capeknya liputan, tanpa sadar aq tertidur pulas. Padahal aq janji pukul 00.00 atau pukul 01.00 tengah malam akan sholat malam. Pukul 03.00 aq terkaget ketika istriku membangunkanku sambil mengeluh kakinya sakit ga bisa digerakkan. Badannya kepanasan sambil batuk2. Aq teringat perintah Pae. Lalu aq ambilkan air putih agar diminum istriku. Dalam kulkas aq ambil jeruk dan kubuatkan susu coklat agar bisa diminum untuk tambah tenaga. Lalu aq tinggal sholat dan berzikir. Begitu sampai setengah perjalanan, Masya Allah, baru kali ini aq menemui makhluk Gusti Allah segalak itu. Bulu kudukku berdiri. Badanku merinding. Tasbih terasa begitu berat aq putar. Seorang nenek tua renta berambut putih menunjuk2 ke arahku sambil teriak marah besar. Aq jadi emosi. Ingin kuteriak saat itu juga agar makhluk itu bisa kembali ke tempatnya dan tidak mengganggu istriku. Toh selama ini qta saling hidup berdampingan dan tak saling mengganggu. "Jika tak mau main kasar. Saya yang minta tolong agar sudi kiranya menjauh dari istriku," kataku kemudian. Dia bilang mau kembali ke tempat asalnya jika diantar.
Usai berzikir, aq keluar rumah sambil menyalakan rokok sebatang. Lalu aq telepon Pae di Ambarawa. "Pae nek piyambaan kulo mboten sanggup. Sing derek Epi niku ketua geng teng kontrakan lama," kataku via telepon. "Yo le. Iku ga tandinganmu. Bojomu cepet2 gowo mrene. Mengko tak antere no nggone mbah zarkoni," kata Pae lalu memutus percakapan.
Setelah malam itu, Kakmino ke rumah. Pukul 21.00 tiba2 telepon. Saat mengaji di rumah katanya listrik padam berulang kali. Padahal ga nyalain apa2. Lalu terlihat bayangan terbang keluar rumah. Mendapat informasi, aq langsung buru2 pulang. Aq lalu sms Pae. Aq bilang kata Kakmino makhluk yang nempel di punggung istriku dah keluar. Lalu aq disarankan ambil air dari Ampel. Lalu dikasih minyak dan dikasih bacaan sahadat 7 kali, fatihah 7 kali dan al ihlas 7 kali. Lalu disiramkan di depan dan belakang rumah.
Aq memang sudah bosan dengan segala hal yang berbau mistis. Kakiku lumpuh selama tiga bulan saat SMA kelas 2 dulu bagiku sudah cukup. Aq tak mau ada dendam. Setiap perbuatan jahat, biarlah Gusti Allah yang membalasnya. Tak perlu tahu siapa yang berbuat jahat pada istriku, yang penting istriku bisa kembali sembuh.
Benar apa kata kawan Sam. Terkadang, qta perlu kembali ke zaman yang paling tradisional sekalipun untuk sejenak mencari kearifan yang tak mampu ditembus oleh rumus2 ilmiah.

Pukul 24.00 tengah malam. Dalam Kereta Fajar Utama menuju Semarang, 22 Desember 2008.

1 komentar:

samsulbahri mengatakan...

Saya baru baca Blog ini.. kawan. Saya tidak sangka kawan sudah ada di Semarang.

Kelihatannya mbak Evi emang sakit. Waktu hari lebaran kurban lalu saya ke tempat kawan, mbak Evi kelihatan pucat. Tapi pikirku, mungkin karena kelelahan.

Saya mendoakan atas kesembuhan mbak Evi. Semoga keadaan selalu baik-baik dalam perjalanan Semarang-Jakarta.