23 Desember 2008

Duh Gusti Allah, Sembuhkanlah Istriku

Selasa, 23 Desember 2008. Memasuki hari kedua di Ambarawa, istriku sudah menunjukkan progres report yang menggembirakan. Jika waktu datang praktis tak bisa jalan, sejak tadi malam sudah mulai bisa jalan. Dari kamar tidur ke kamar mandi mau berjalan bolak balik sendiri tanpa dituntun. Panas tubuhnya juga mulai turun pelan2. Wajah yang pucat juga mulai berangsur normal tak sepucat saat baru tiba Senin subuh lalu. Sebab, ibu istrinya Pae selalu maksa agar istriku menghabiskan makan yang disuguhkan dan minum air putih sebanyak2nya. Alhamdulillah, satu piring bisa habis. Pepaya, jeruk dll juga dimakan dengan lahap. Meskipun batuknya masih terdengar sesekali memecahkan kesunyian malam. Begitu bangun tadi pagi, aq langsung paksain agar berjemur di halaman rumah. Kaki menapak di tanah bergantian di rumput. Dengan cara itu saraf kaki sekaligus bisa terefleksi. Jika malam, telapak kaki juga aq pijit untuk menetralkan urat saraf yang terjepit. Air Ampel yang disediain Pae aq suruh minum. Sebelum dipijit dan usai dipijit serta setelah makan. Air Ampel itu diambil dari masjid Sunan Ampel Surabaya. Biasanya, Pae menggunakan air tersebut untuk ngobati para pasien. Mulai dari penyakit fisik hingga non fisik. Dengan air itu pula, Pae berusaha membantu orang memecahkan persoalan mulai pertengkaran rumah tangga hingga masalah yang dihadapi para pejabat elit. Percaya atau tidak, sumber air Ampel diyakini memiliki jalur secara langsung dengan air zam-zam di Makah. Sebenarnya, air di sumber2 lain juga memiliki jalur serupa. Namun, tidak setiap saat. Hanya pukul 03.00 dini hari hingga sebelum subuh. Secara ilmiah, aq belum sempat menelusuri kebenarannya. Di kalangan kedokteran, tidak ada perbedaan pendapat soal air. Semuanya sepakat, air memang memiliki peran menyembuhkan. Sebab, mampu membantu metabolisme tubuh.
Selain berusaha mengobati secara fisik, tiap malam Pae menggenjot zikir untuk menetralkan hawa negatif yang ada. Usai memijit telapak kaki istriku lalu menyuruh minum air, aq ikut gabung sholat dan memutar tasbih. Pukul 01.00 sudah bisa selesai, merokok satu batang, minum kopi lalu aq putuskan istirahat di kamar sebelah. Najwa sendiri aq lihat sudah terlelap di pelukan mamanya.
Di Ambarawa memang suasananya beda dengan Jakarta. Dengan dikitari deretan perbukitan, areal sawah yang menghijau dan rawa pening yang menghampar, praktis kota kecil yang dikenal luas dengan Tugu Palagannya itu hawanya sangat dingin. Tidak hanya malam hari, tapi juga saat siang. Matahari hanya sesekali muncul lalu tertutup awan kembali.
Tadi malam aq cukup kedinginan. Lupa ga bawa jaket pelapis dan celana tebal. Dengan hanya pakai celana pendek, aq terpaksa tidur meringkuk kedinginan hingga pagi menjelang.
Dengan hawa yang sejuk dan suasana tenang, aq berharap bisa membantu secara psikologis upaya penyembuhan istriku. Minimal, perempuan keturunan Ambon itu bisa istirahat dengan tenang. Sebab, malaikat kecilku telah dijaga oleh istrinya Pae. Mulai memandikan, menemani untuk bercanda hingga menggendong jika nangis. Hanya jika istriku kangen dan teriak2 panggil Najwa baru si kecil di sandingkan di pelukannya untuk disusui.
Pagi2, Ida adik kandung yang kuliah di Jogja sms akan menjenguk ke Ambarawa jika tugas2 kuliah dah kelar. Masaris malamnya juga sms ngasih saran agar suplai gizi bisa tercukupi. Sebab, aktivitas menyusui membutuhkan tenaga ekstra.
Kawan Sam dari Bogor tadi pagi juga telpon kaget setelah membaca blog. Katanya kok dadakan ke Ambarawanya. Beberapa kawan liputan kemarin juga sms dan telpon tanyain kok seharian ga nongol di Balaikota. Aq bilang izin dulu bentar nganter istri ke Ambarawa. "Wahai kawanku semua, saudaraku smua, aq hanya mengharapkan doa kalian smua. Moga2 Gusti Allah ngasih kesembuhan istriku, menjaga istri, si kecilku dari segala penyakit dan mara bahaya". Aq rela berkorban apapun demi kesembuhannya. Jika ada dokter, paramedis, atau apapun namanya yang bisa menyembuhkan istriku, dengan apapun caranya, ilmiah, non ilmiah, atau tidak masuk akal sekalipun aq sangat berterimakasih. Yang penting istriku bisa sembuh. DUH Gusti Allah, sembuhkanlah istriku. Angkatlah penyakitnya dan turunkanlah obat untuknya. Hanya kepada Engkau kami berserah diri. dan hanya kepada Engkau pula kami minta pertolongan. Tiada kekuatan apapun yang bisa menandingi Kekuatan-Mu. dan tiada apapun yang bisa mencegah jika Engkau berkehendak.

Rawa Pening, 23 Desember 2008

22 Desember 2008

Kereta Menuju Ambarawa

Suara gemuruh gerbong melintas di atas rel baja terus terdengar sepanjang perjalanan. Arloji aq lihat pukul 22.30. Entah sampai mana aq tak tahu. Dari cendela, yang terlihat hanya gelap. Lampu-lampu kecil yang jauh di sana terlihat samar-samar. Aq kembali ke bangku no 15 C dan 15 D yang terletak di barisan sebelah kiri. Malaikat kecilku aq lihat terlelap di atas bangku lusuh kereta. Mungkin Najwa tengah menikmati mimpi indahnya. Sementara istriku Shelvia Jaflaun terlihat makin tak berdaya menopang tubuhnya yang tengah diterpa sakit. Dengan menggelar kain sarung di bawah bangku, aq sarankan untuk pejamkan mata biar ada sedikit tenaga saat turun dari kereta pukul 03.00 dini hari nanti.
Pandanganku mencoba menyisir setiap bangku yang diisi para penumpang. Rata-rata sudah pada terlelap dalam mimpinya masing-masing. Petugas yang menawarkan kopi, rokok, nasi goreng, hilir mudik setiap saat. Aq tak menghiraukan mereka yang mencoba curi-curi pandang kepadaku. Aq terus menulis blog ini sambil menjaga Najwa di atas bangku agar tidak terjatuh jika sewaktu-waktu bergerak tiba-tiba.
Kereta Fajar Utama terus melaju untuk bisa mengantarkan penumpang tepat waktu ke Semarang. Lewat kereta ini pula aq mencoba mencari asa bagi kesembuhan istriku yang tengah dilanda penyakit aneh sejak kepindahan kontrakanku dari Ulujami ke Cawang dua bulan lalu. Perempuan keturunan Ambon yang tinggi gempal itu kini makin kurus dan pucat. Konsultasi dan berobat ke berbagai dokter telah aq lakukan. Tapi keinginanku untuk mengetahui apa penyakit istriku gagal. Hasil pemeriksaan negatif. Termasuk hasil ronsen minggu lalu di RS AURI juga negatif. Aq sudah lelah mencari pengobatan ke dokter ilmiah atau pengobatan alternatif.
Demi kesembuhan istriku, aq terpaksa ambil cuti tiga hari untuk bisa ke Ambarawa. Niat itu sangat kuat ketika Kakmino, kakak iparku juga melihat keanehan penyakit yang diderita adiknya. Sorot mata dan tingkah laku yang ditunjukkan istriku lain dari biasanya. Tatapan kosong dan tindak tanduk seorang renta yang telah bungkuk.
Nyonya Klementin yang sudah berumur dan tinggal di Bekasi juga terkaget ketika dijenguk ama istriku. Dia bilang ada yang menempel di punggungnya. Aq sendiri baru sadar penyakit istriku tak wajar dua pekan terakhir. Saat Fauzi, muridnya Pae yang tugas di Mabes TNI AD beberapa waktu lalu ketemu di Balaikota dan melihat keanehan dalam diri istriku. Fauzi yang pangkatnya baru balok kuning dua di pundaknya itu awalnya mo minta saran atas kepindahan tugasnya. Tapi justru berbalik ngasih saran agar sakitnya istriku ditelaah lebih lanjut. "Coba smsin pae di Ambarawa," katanya setelah aq bercerita hasil pemeriksaan semua dokter negatif.
Setelah dikasih saran itu, aq langsung sms pae di Ambarawa. Pukul 22.30, pae balas sms. Isinya perintah agar aq bisa sholat malam lalu memutar tasbih. "Deloen le mengko bengi. Tak bantu soko kene. Memang ono sing ga wajar. Sakno bojomu nek ngono terus," kata pae melalui sms.
Karena saking capeknya liputan, tanpa sadar aq tertidur pulas. Padahal aq janji pukul 00.00 atau pukul 01.00 tengah malam akan sholat malam. Pukul 03.00 aq terkaget ketika istriku membangunkanku sambil mengeluh kakinya sakit ga bisa digerakkan. Badannya kepanasan sambil batuk2. Aq teringat perintah Pae. Lalu aq ambilkan air putih agar diminum istriku. Dalam kulkas aq ambil jeruk dan kubuatkan susu coklat agar bisa diminum untuk tambah tenaga. Lalu aq tinggal sholat dan berzikir. Begitu sampai setengah perjalanan, Masya Allah, baru kali ini aq menemui makhluk Gusti Allah segalak itu. Bulu kudukku berdiri. Badanku merinding. Tasbih terasa begitu berat aq putar. Seorang nenek tua renta berambut putih menunjuk2 ke arahku sambil teriak marah besar. Aq jadi emosi. Ingin kuteriak saat itu juga agar makhluk itu bisa kembali ke tempatnya dan tidak mengganggu istriku. Toh selama ini qta saling hidup berdampingan dan tak saling mengganggu. "Jika tak mau main kasar. Saya yang minta tolong agar sudi kiranya menjauh dari istriku," kataku kemudian. Dia bilang mau kembali ke tempat asalnya jika diantar.
Usai berzikir, aq keluar rumah sambil menyalakan rokok sebatang. Lalu aq telepon Pae di Ambarawa. "Pae nek piyambaan kulo mboten sanggup. Sing derek Epi niku ketua geng teng kontrakan lama," kataku via telepon. "Yo le. Iku ga tandinganmu. Bojomu cepet2 gowo mrene. Mengko tak antere no nggone mbah zarkoni," kata Pae lalu memutus percakapan.
Setelah malam itu, Kakmino ke rumah. Pukul 21.00 tiba2 telepon. Saat mengaji di rumah katanya listrik padam berulang kali. Padahal ga nyalain apa2. Lalu terlihat bayangan terbang keluar rumah. Mendapat informasi, aq langsung buru2 pulang. Aq lalu sms Pae. Aq bilang kata Kakmino makhluk yang nempel di punggung istriku dah keluar. Lalu aq disarankan ambil air dari Ampel. Lalu dikasih minyak dan dikasih bacaan sahadat 7 kali, fatihah 7 kali dan al ihlas 7 kali. Lalu disiramkan di depan dan belakang rumah.
Aq memang sudah bosan dengan segala hal yang berbau mistis. Kakiku lumpuh selama tiga bulan saat SMA kelas 2 dulu bagiku sudah cukup. Aq tak mau ada dendam. Setiap perbuatan jahat, biarlah Gusti Allah yang membalasnya. Tak perlu tahu siapa yang berbuat jahat pada istriku, yang penting istriku bisa kembali sembuh.
Benar apa kata kawan Sam. Terkadang, qta perlu kembali ke zaman yang paling tradisional sekalipun untuk sejenak mencari kearifan yang tak mampu ditembus oleh rumus2 ilmiah.

Pukul 24.00 tengah malam. Dalam Kereta Fajar Utama menuju Semarang, 22 Desember 2008.

01 Desember 2008

Perempuan dari Tanah Seberang

Perempuan dari Tanah Seberang

Kehidupan malam di Ibukota kembali menggeliat begitu sang surya kembali ke peraduannya. Sisi lain kehidupan malam di kota besar mulai tampak. Di sebuah tempat karaoke yang terletak di bilangan Jakarta Pusat, mobil-mobil mewah mulai berdatangan. Setiap mobil datang di pintu masuk, rata-rata yang turun anak usia tanggung. Mereka rombongan lebih dari dua orang. Dengan gaya perlente namun santai, remaja-remaja itu terlihat dari kelas atas. Pakai celana pendek, t-shirt warna cerah dan bersepatu. Di tangan kanannya menggenggam sebuah telepon selular. Model-model N 90 atao experia keluaran terbaru.
Begitu tiba, mereka langsung masuk ke lobi dan terus naik ke lantai dua. Perkiraanku, mereka telah sering datang ke tempat tersebut. Itu terlihat dari sikapnya yang tak terlihat canggung. Seorang petugas keamanan menegur. Rupannya, salah satu dari mereka ada yang membawa tas. "Mas dititipkan di pos keamanan saja tasnya," kata pria berbadan tegap sambil menenteng HT. "Tar langsung ke atas ye. Room dah diboking," kata salah satu dari mereka yang berjalan paling depan memberi aba-aba temennya yang harus turun kembali ke bawah untuk menitipkan tasnya. Sejenak, petugas keamanan menyuruh membuka isi tasnya. "Isinya apa mas," kata petugas keamanan. Setelah memastikan isi dalam tas bukan barang yang membahayakan, tas langsung diletakkan di ruang keamanan yang letaknya persis di pintu masuk. Lantas, remaja tanggung itu menyusul kawan-kawannya di lantai atas. Jakarta memang rawan usai eksekusi Amrozi Cs beberapa waktu lalu. Ancaman bom memang tak pernah berhenti. Mulai dari hotel, apartemen, mall, kedutaan, kantor pemerintah hingga fasilitas publik.
Di pintu masuk lantai atas, sebuah lorong panjang terlihat membujur. Lampu redup menghiasai sepanjang koridor tersebut. Di pintu masuk, sisi kanan dan kiri terpasang sebuah meja dan kursi tempat untuk transaksi. Seperti model kasir jika di pusat perbelanjaan. Perempuan-perempuan muda yang jumlahnya sekitar lima orang berdiri di samping kiri kanan pintu mengeluarkan senyum ramah sedikit nakal. Perempuan-perempuan itu menggunakan pakaian yang sangat seksi. Rok hanya sampai pangkal paha. Sementara belahan dadanya seperti didesain agar sedikit terlihat. Putih mulus dan menyembul mengundang gairah. "Silakan mas," sapa manja salah satu perempuan. Jika setiap tamu yang datang belum boking room terlebihdahulu, begitu sampai di pintu lantai atas itu akan langsung melakukan transaksi. Sewa room sekaligus pesan perempuan pendamping jika menginginkan.
Menyusuri sepanjang koridor, setiap room berdiri seorang perempuan. Dari baju yang dipakai, perempuan ini sepertinya mendapat tugas yang berbeda. Bukan sebagai penghibur, tapi service room jika ada tamu yang pesan minuman, makanan atau keperluan lainnya.
Memasuki salah satu room, ruangan ukuran 7x5 meter menghampar. Kursi dipasang memutar bentuk huruf U. Di tengahnya meja kecil berjajar. Di barisan paling depan, 3 unit TV terpasang berikut asesorisnya. TV yang paling tengah ukurannya paling besar. Di samping kiri dan kanannya hanya ukuran 21 inci. Dari layar tampak stasiun HBO tengah memutar sebuah film action. Sementara yang satunya life report CNN. "Disamain aj mas. Buat karaoke semuanya," salah salah sorang tamu meminta kepada operator. Di tempat itu, tamu tidak memilih lagu sendiri lewat keyboard di meja atau remote kontrol. Tapi melalui reques kepada operator.
Para tamu mulai memesan kudapan beserta minuman yang tertera di daftar yang diletakkan dalam meja. "Tiga picher mbak, kentang, rokok malboro, jarum ama sampoerna. Jangan lupa air mineralnya," kata salah satu tamu. Usai perempuan service room meninggalkan ruangan, musik mulai berdentum. Lampu ruangan mulai diganti yang redup. Asap rokok mulai mengepul. Habis satu lagu, perempuan service room sudah masuk kembali membawa pesanan. Gelas-gelas yang berisi es mulai dituang minuman. Teriakan salah seorang tamu yang tengah menyanyikan lagu membahana. Tampak begitu menghayati terlihat dari gerakan tubuhnya. Jika melihat ekspresinya, barangkali nyanyian, tamu tersebut tengah mengeluarkan kegundahan hatinya. Stres akibat kerjaan di kantor, bertengkar ama bininya di rumah atao barangkali habis putus ama pacarnya. Raut muka kegundahan itu semakin terlihat ketika menyanyikan lagi bintang di langit padi. Begitu lagu usai, sepuluh perempuan muda bertubuh seksi masuk ruangan. Satu orang yang dipanggil mami ira menyuruh perempuan-perempuan dibalut pakaian seksi itu berjajar di depan para tamu. Kaki jenjang, kulit putih mulus tanpa ada bekas luka sedikitpun terlihat hingga pangkal paha. Sebagaian ada yang memperlihatkan belahan payudaranya. Di pinggangnya sebelah kanan tertulis nomor urut dengan huruf besar. Ada 350, 200, 300, 400, 575. "Silakan mas mo pilih yang mana," kata mami ira. Para tamu memelototkan matanya memandangi satu per satu perempuan penghibur tersebut tanpa berkedip. Dari ujung kaki hingga ujung kepala. Pemandangan itu persis di tempat pelacuran gang dolly Surabaya. Bedanya, jika di gang dolly, perempuan dipajang di sebuah ruangan persis aquarium yang dilapisi kaca riben. Para tamu bisa melihat secara leluasa perempuan mana yang akan dipilih. Tapi si perempuan tidak bisa melihat tamunya. Di tempat karaoke itu, antara tamu dan perempuan penghibur saling berhadap-hadapan secara langsung. "300...350..400..," kata para tamu memberi aba-aba pilihannya. Tiga perempuan muda seksi yang dipilih langsung menghampiri pria yang menunjuknya. Sementara perempuan-perempuan yang tidak dipilih para tamu langsung keluar ruangan.
Malam semakin larut. Dari musik syahdu berganti musik yang menimbulkan hasrat berjingkrak. Semua turun melantai. Perempuan yang dipilih para tamu langsung berkenalan sekadar basa basi. Musik terus berdentum. Kepulan asap rokok membumbung memenuhi ruangan seperti tak mampu disedot exhaus yang tertempel di dinding paling ujung. Suara tawa lepas menghiasi setiap minuman keras yang dituang dan beradu menimbulkan suara benturan kecil. Tiga perempuan muda yang masing-masing bernama Nia, Fany dan Dewi itu sudah terlelap bersama pelukan mesra para tamu. "Kalau belum puas di sini bisa dilanjut di luar mas. Syaratnya tinggalkan bon dikasir. Cuma Rp 400 ribu. Kalau tips kencan di luar tergantung kesepakatan aj," kata perempuan yang dipanggil temen2nya Fany itu to the point.
Itu lantaran jika hanya mengandalkan menemani para tamu di tempat karaoke, pemasukan dianggap tidak cukup. Berbeda jika ada yang boking ke luar, dari bos besar dapat bonus, dari pelanggan dapat tips hasil servisnya. Dalam satu malam, maksimal bisa menemani tujuh orang tamu. Itupun dari persaingan yang cukup ketat. Jika dalam semalam, setelah berulang-ulang dipajang tapi tak laku, omelan bos akan menjadi menu dini hari sebelum perempuan malam itu diizinkan meninggalkan lokasi. "Saya sih baru mas di sini. Baru dua bulan. Tapi karena setiap hari selalu tertekan, rasanya seperti sudah bertahun-tahun," kata Fany.
Tekanan yang dirasakan perempuan asal Padang itu bukan hanya dari bos. Tapi juga sesama perempuan penghibur lainnya. Untuk bisa "nyambi" bersama tamu terkadang harus makan hati. Jika satu cewek diboking sementara yang lain tidak, adu urat syaraf bakal terjadi. "Baru kemarin malam kami bentrok gara2 ada tamu yang boking salah satu dari kami. Tapi yang lain ga diajak. Daripada ada yang iri, akhirnya dibatalin," tuturnya.
Dituturkan Nia, di tempat karaoke tersebut ada 30 perempuan penghibur. Jika masih baru, kupu-kupu malam itu akan dipelihara dengan baik. Tinggal di apartemen mewah dan digaji tinggi. Rata-rata, satu malam Fany dan sejawatnya yang masih baru bisa mengantongi Rp 2 juta. Itu belum termasuk jika ada tamu yang boking keluar. Untuk tetap menjaga kecantikan para perempuan penghibur yang baru tersebut, tiap usai pulang dari tempat karaoke pukul 05.00 pagi, bos besar yang dipanggil mami Ira akan melakukan absen. Memastikan "stok" barunya kembali ke kandang. Petugas keamanan yang disewa mami Ira juga akan memeloloti apakah piaraan bosnya itu aman sampai penjara emasnya atau belum. Jika ada yang terlihat layu, mami Ira langsung mengeluarkan perintah dadakan. "Seringnya habis kerja gini, bos menyuruh kami ke rumahnya. Kami tidak bisa menolak. Karena kalau tidak didamprat habis," akunya. Lalu di rumah mami tersebut, daun muda itu dimandiin, dilulur, dipijat agar kecantikan dan kemulusan tubuh tetap terjaga. Untuk urusan satu ini, mami Ira memang tak mau kelewatan. Sebab, besar kecilnya omset tergantung kiprah stok-stok baru tersebut.
Perlakuan itu sangat berbeda dengan perempuan lain yang yang telah lama direkrut. Mereka diberi kebebasan asal tetap menyetor kepada bos. "Kalau kami yang baru-baru ini kayak dipenjara. Kemana-mana tidak boleh. Gerak-gerik selalu diawasi. Pulang kerja harus langsung pulang ke apartemen. Emang sih sewa apartemen sudah dibayar bos, tapi tetap saja rasannya seperti dipenjara," keluhnya lalu menghisap rokok di tangan kanannya dalam-dalam.
Setelah menenggak satu gelas minuman, Fany kembali bertutur. Dia bersama tiga temannya termasuk stok baru. Mereka "disekap" di sebuah apartemen "M" di Jakarta Barat. Tidak hanya dalam bergaul dengan orang luar yang dilarang keras, untuk bisa sekadar refresing keluar jalan-jalan di luar jam kerja juga dilarang. Jika libur hari Minggu, tetap saja harus mengkal di tempat karaoke meskipun tidak melayani tamu.
Perasaan untuk memberontak bisa lepas dari tempat tersebut terkadang muncul jika perlakuan sang bos sudah keterlaluan. Namun, niat itu kembali pupus jika teringat bahwa untuk kembali pada kehidupan normal sudah tidak mungkin. Apalagi, kehidupan malam yang ditekuninya itu awalnya sebagai pelarian setelah dijodohkan orangtuanya dengan orang yang tidak dicintai di kampung halamannya.
Lari dari kampung halaman di Padang, Fany mencoba mengadu nasib di Jakarta. Suatu ketika di sebuah mall di bilangan Jakarta Pusat, Fany bertemu dengan mami Ira yang menawarkan pekerjaan sebagai pelayanan di tempat karaoke. Lantaran terdesak kebutuhan hidup setelah lama menganggur, tawaran itu akhirnya diterima. "Jadi dengan kondisi terpenjara seperti itu kami hanya bisa pasrah aj mas. Jangan untuk cek kesehatan untuk memastikan positif atau ga, untuk sekedar menghirup udara segar saja kami dilarang. Apalagi persaingan di antara perempuan di sini juga sangat ketat. Salah menempatkan diri dikit bisa berabe," katanya.
Dari hati yang paling dalam, Fany tetap berharap suatu ketika bisa keluar dari kehidupan malam. Itu setelah cukup mampu mandiri untuk membuka usaha sendiri atau dapat pekerjaan baru yang lebih baik. Lantaran untuk menekuni kehidupan malam, banyak resiko yang harus diambil. Tidak hanya rawan dari sisi kesehatan rentan tertular penyakit HIV/AIDS atau penyakit seksual lainnya, tapi juga rentan dari sisi keamanan.

(Tulisan ini aq terbitin di Indopos untuk menyambut hari HIV/AIDS se-dunia yang jatuh pada 1 Desember. Versi koran setelah diedit aq beri judul: Melihat Sisi Terdalam Perempuan Malam yang Dituding Penyebar HIV/AIDS: Disekap di Apartemen, Usai Kerja Dimandikan dan Dilulur)

Saat hujan mengguyur, Menara Saidah, 1 Desember 2008

21 November 2008

Gemericik Air yang Menakutkan


Tengah malam pukul 23.28, maskoko cawang sms. "Kondisi cawang mencapai 1 m lebih.pintu air katulampa 16O .depok 24O manggarai 75O.kemungkinan banjir lebih dari kemarin,". Pagi buta, Najwa malaikat kecilku teriak-teriak meracau tak jelas. Ternyata bangunin qta yang masih terlelap.
Tiba2 dari luar rumah terdengar suara teriak memanggil2 najwa. "Najwa bangun, banjir..banjir..,". Aq langsung terbangun. Karena itu suara bude rasimin yang punya kontrakan. Aq langsung bangun keluar rumah untuk mengecek halaman belakang. Air mengalir dengan deras. Suara gemericik tak henti2nya menabrak dinding2 batu drainase yang dibangun di belakang rumah persis. Air terus mengalir memenuhi pelataran halaman belakang rumah sebelah.
Shelvia Jaflaun istriku langsung aq suruh ajak Najwa keluar. Sementara aq langsung mengemasi seluruh barang yang ada dalam rumah. Smua diangkatin ke tempat yang lebih tinggi. Yang ga mungkin diangkat ke atas kayak lemari, kasur, mesin cuci langsung aq seret kluar rumah satu per satu. Kabel listrik langsung aq cabut, meja ditinggiin agar tv tidak sampai kena air. Hampir sharian aq kemas2, jam menunjukkan pukul 12 siang. Air mulai deras mengalir ke dalam rumah melewati dapur. Lambat tapi pasti.
Rumahnya rendi yang di sebelah masih juga tertutup. Setelah airnya mulai beranjak baru datang dan mulai bingung untuk angkat2 barang. Suaminya sendiri tak jelas kemana perginya. Bersama pakde, aq bantu2 angkat2 sembari ngecek di belakang rumah. Air terus mengeluarkan suara gemiricik. Tanah kosong yang berada di samping rumah telah penuh air dan mulai masuk di dapur rumah sebelah.
Setelah memastikan semua barang aman, aq langsung mencarikan taksi untuk mengevakuasi Najwa kecilku ama istriku ke Cawang untuk berlindung sementara di rumah kakaknya. Hampir tiga hari aq mondar mandir balaikota-cawang untuk liputan dan jenguk anak dan istriku. Setelah ga pulang dua hari, aq putuskan untuk pulang. Bude bilang banjir sudah surut. Apalagi ada pae ambarawa yang datang ke jakarta, ga mungkin aq ajak nginap di rumah orang. Terpaksa malam itu aq putuskan pulang. Smua tampak lusuh dan berantakan.
Banjir yang menimpa kontraanku memang sudah tak terhitung lagi. Sejak Desember 2007 lalu hingga April 2008, hampir setiap Jumat sore selalu saja Sungai Pesanggrahan meluap. Baru surut Sabtu sorenya. Praktis, waktu liburku hanya untuk membantu istriku evakuasi. Kebetulan saat itu Najwa belum lahir. Jadi, meski ada beban, tidak seperti saat ini. Jika dihitung, satu bulan bisa banjir sampai empat kali.
Entah berapa kali aq bilang ke Gubernur DKI Fauzi Bowo. Jika banjir di kampung Ulujami karena ada bangunan elit di bantaran kali. Akibatnya, rawa-rawa yang dulunya jadi daerah resapan, kini berubah menjadi perumahan elit. "Nanti akan saya cek. Kalau benar melanggar pasti dibongkar," katanya.
Entah berapa lama, setelah banjir tak pernah datang lagi dan terlupakan, tiba-tiba ada telepon berdering yang menanyakan di mana letak perumahan elit di bantaran Sungai Pesanggrahan. "Bapak siapa," tanyaku. "Saya petugas P2B kecamatan mas. Saya disuruh ngecek katanya ada bangunan di bantaran kali," jawabnya. "Tapi setelah saya cari-cari kok ga ada,". "Loh, bapak kan petugas kecamatan situ. Kok sampe ga tahu di daerahnya ada bangunan elit. Izinnya bagaimana," jawabku lagi setengah protes. Lalu, melalui telepon, aq pandu petugas itu sampai di lokasi. "Ya mas, ada. dah ketemu," katanya kemudian.
Telepon pun langsung diputus. Setahun sejak kejadian itu, kabar aksi yang mau membongkar bangunan elit di bantaran kali pun hanya isapan jempol belaka. Justru yang ada klarifikasi. "Saya sudah cek. ternyata izinnya lengkap," kata Kepala Dinas P2B Hari Sasongko.
Loh kok?....(jangan bilang ada tikus berkeliaran..)
Sesuai peraturan, bantaran kali harus bebas dari bangunan. Ketentuan tersebut berlaku untuk semua bangunan di DKI. Apakah itu bangunan elit atau bangunan biasa. Idealnya, lebar sungai antara 55 meter hingga 60 meter. Tapi saat ini tinggal 6 meter. Lalu apakah dibenarkan jika lantas DIBETON!..Sebenarnya, warga ikhlas kebanjiran jika aturan itu ditegakkan. Jika bangunan elit di bantaran kali sudah dihancurkan, tapi masih tetap banjir, bolehlah pejabat berkilah 'itu karena mereka tinggal di dataran rendah'.
Sesuai Permen PU no 63 tahun 1993 tentang
Garis Sepadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai, dan Bekas Sungai dinyatakan, sungai yang memiliki tanggul tengah kota harus mempunyai sepadan sungai 3 meter yang diukur dari kaki tanggul. Sungai yang memiliki tanggul di luar kota harus mempunyai sepadan sungai 5 meter dari kaki tanggul. Sungai besar tanpa pengaman memiliki sepadan sungai 100 meter serta Sungai kecil tanpa pengaman memiliki sepadan sungai 50 meter. "Tidak hanya di bantaran Kali Pesanggrahan bangunan elit berdiri, di bantaran Kali Krukut juga banyak. Aneh, kok bisa ya mereka dapat izin," kata Direktur Eksekutif Walhi Jakarta Slamet Daroyni.
Karena untuk menyelamatkan malaikat kecilku, aq terpaksa hengkang dari Kampung Ulujami dan pindah kontrakan di Cawang, Jakarta Timur. Memang, terkadang apapun bisa dikalahkan dengan segepok rupiah. Barangkali, keadilan pun kini sudah menjadi barang yang murah meriah karena diperjualbelikan.
Bagi kalian yang menjadi korban ketidakadilan, angkatlah tangan kiri ke atas sambil mengepal. Lalu mari kita lantunkan lagu perjuangan itu. "Mereka dirampas haknya..tergusur dan lapar..Tuhan, relakan darah juang kami...

Menara Saidah, 21 November 2008

09 November 2008

Kemenangan Obama dan Eksekusi Amrozi Cs

Aq hanya ingin ngasih judul itu karena dua peristiwa itu berlangsung dalam satu rangkaian bersamaan. Kemenangan Obama yang jadi simbol kemenangan kaum minoritas. Sekaligus harapan baru bagi perubahan iklim perpolitikan dan kebijakan Amerika dan dunia di masa mendatang. Karena juga munculnya aksi terorisme di Indonesia tak lepas dari aksi untuk menentang kebijakan Amerika yang dianggap timpang dan selalu mengekspansi negara2 Islam dan menganggap ajaran Islam telah menciptakan para teroris.

***
Kemenangan Obama menuju Gedung Putih yang disambut meriah jutaan warga dunia. Tak terkecuali anak2 sekolah di berbagai kota di Indonesia. Seperti SD Menteng yang karena saking meriahnya hingga dikutip New York Time headline halaman utama. Maklum saja, kemenangan kaum "the black skin" yang tertindas selama ratusan tahun dianggap kemenangan bagi semua. Dunia sudah bosan dengan aksi2 rejim Bush yang selalu menebarkan teror. Ribuan bahkan jutaan umat manusia tewas sia2 akibat kebijakan yang tidak pro kemanusiaan itu. Palestina, Afganistan, Lebanon dan seluruh negara timur tengah pernah merasakan betapa menyakitkan imbas dari perang yang diklaim untuk menjaga perdamaian dunia itu. Tidak hanya negara Islam yang akhirnya menjadi benci, tapi juga negara2 komunis macam Rusia ato negara2 Eropa. Bahkan, paska penyerbuan Irak, warga Amerika sendiri semakin sadar bahwa peperangan yang ditebarkan Bush adalah sebuah kesalahan. Dan rame2 mereka mengutuk elit pemegang kebijakan negeri Paman Sam itu. Apalagi staf ahli gedung putih membeberkan fakta bahwa penyerbuan ke Irak ternyata bukan karena di negeri seribu malam itu telah ditemukan senjata pemusnah umat manusia. Alasan yang digembor2kan Bush di hadapan senat dan negara2 sekutunya itu tak lebih hanya kebohongan belaka. Senjata pemusnah itu tak benar2 ada. Tapi ribuan tentara telah dikirimkan. Ribuan peluru kendali telah diluncurkan. Ribuan umat manusia akhirnya menjadi korban. Tak terkecuali juga para tentara yang dikirimkan. Ribuan perempuan Amerika menjadi janda. Ribuan anak2 menjadi yatim piatu hanya karena orangtuanya menjadi bagian dari tim eksekutor kebijakan yang salah. "Stop war in Irak". Kata2 itu tak pernah lekang disuarakan ribuan aktivis pecinta kedamaian. Termasuk para janda yang suaminya meninggal di medan perang dan anak2 yatim yang kehilangan ayahnya. Peperangan hanya menebarkan kebencian, peperangan hanya menabur penderitaan tak ada habisnya.
Akhirnya, setelah sekian lama keluarga Bush menguasai Gedung Putih, masyarakat dunia menjadi lelah. Warga Amerika menjadi lelah. Tampilnya sosok Obama dianggap angin baru bagi perubahan Amerika dan dunia. Tapi apa benar begitu? pada saat semua orang histeris keadilan bakal datang, kedamaian bakal tiba setelah pria kulit hitam itu menguasai gedung putih, aq justru bertanya sekali lagi. Apa benar?
Boleh dong beda pendapat. Keraguan itu muncul karena ada kata2 Obama yang menjadi slilit. "Saya memang akan menarik pasukan dari Irak. Tapi saya akan menambah pasukan ke Afganistan,". What the hell is this?.. Tidaklah disebut perubahan jika pemimpin Amerika hanya berganti kulit. Perubahan hanya akan terjadi jika ada paradigma baru pemimpin Amerika. Begitu kata Ketua Parlemen Iran Ali Larijani yang dirilis sejumlah media internasional seperti AP, AFP dan CNN.
Obama memang jagonya pasar modal. Anjloknya ekonomi Amerika yang berimbas pada ekonomi dunia banyak yang optimistis bakal selesai setelah Obama naik ke Gedung Putih. Tapi bagaimana dengan kebijakan perang...perang...perang...yang dibenci semua orang itu, yang ternyata masih belum akan berhenti itu?..bagi yang tahu jawaban ini, silakan jawab...boleh dong qta berpikir beda.

***
Mari sejenak kita tinggalkan soal Obama. Eksekusi Amrozi CS. Tadi pukul 00.00, TV One dan Global TV live soal eksekusi trio bomber Bali I 12 Oktober 2002 itu. Lapas Nusakambangan, Serang, Banten tempatnya Imam Samudra dan Lamongan tempatnya Amrozi menjadi perhatian utama sorotan kamera. Dari layar kaca TV seorang reporter melaporkan Amrozi CS telah dibawa keluar dari Lapas pukul 23.00 untuk dieksekusi. Tapi hingga pukul 00.30 belum ada kabar apakah benar sudah dieksekusi atau belum lantaran jasad kaku para bomber belum sampai di klinik lapas yang sudah disiapkan. Di Serang, simpatisan Amrozi CS dari JI berduyun2 datang dengan meneriakkan kata2 kecaman yang diiringi gema suara takbir. Sementara di Lamongan, ribuan aparat kepolisian dari Polwil Bojonegoro tengah malam didatangkan untuk menjaga rumah Amrozi dan seluruh titik rawan di Lamongan. Malam itu, suasana rumah Amrozi sendiri sunyi senyap. Ponpes sendiri telah dinyatakan tertutup bagi kalangan wartawan. Sehari sebelumnya, para tetangga, simpatisan, kiai, ulama hingga tokoh partai datang silih berganti ke rumah bomber Bali I yang menunggu ajal untuk memberi dukungan moril kepada keluarganya.
Belum juga laporan dari TV memastikan Amrozi CS sudah dieksekusi atau belum, sebuah pesan singkat masuk di HP bututku. Jam dinding aq lihat sudah pukul 02.15 dini hari. Isinya begini: "Teman2, pagi ini jam 9 akan ada doa bersama dr teman2 Yayasan Anand Ashram,serentak d beberapa kota,atas eksekusi mati amrozi cs.Doa ini brtujuan agar arwah mrk d ampuni & d terima Tuhan Yang Maha Kuasa & agar tindakan seperti mereka tdk trulang lagi d Indonesia tercinta.Kt jg mndoakn bg para korban agar tenang & damai.tks,". Sms itu ga aq edit biar persis seperti aslinya yang dikirim. Begitu bangun tidur, hampir seluruh stasiun TV menyiarkan Amrozi CS telah dieksekusi pukul 00.15 dinihari. Jasadnya langsung diterbangkan ke rumah duka di Serang dan Lamongan. Suasana riuh menyambut jasad bomber tersebut. Teriakan takbir para simpatisan tak henti2nya diselingi kata2 trio bomber bukan teroris tapi mujahid.

***
Jika melihat suasana tersebut dan tidak tahu latarbelakang kenapa ketiganya dieksekusi mati, orang akan bertanya2. Mereka itu sebenarnya siapa sih. Pahlawan atau penghianat? bukankah tujuannya memborbardir Amerika. Tapi kenapa yang jadi korban warga setempat. Jika yang jadi korban turis asing, toh mereka juga tidak tahu menahu dan tidak ada kaitannya dengan kebijakan politik. Lalu kenapa harus dikorbankan? Apakah mereka tidak berpikir bagaimana nasib para anak yatim piatu yang orangtuanya tewas akibat bom yang mereka ledakkan. Siapa yang akan mengurus mereka, bagaimana masa depan anak2 tak berdosa itu tumbuh tanpa orangtua? wahai para martir, di mana hati nuranimu? bukankah Alquran dan ucapan Nabi Muhammad SAW telah sangat jelas. "Tidaklah diterima sholat seseorang jika menyia-nyiakan anak yatim". Lalu bagaimana dengan anak yatim di Bali? akibat bom, mereka tidak saja diciptakan menjadi yatim, tapi juga disia-siakan setelah menjadi yatim. Jihadul akbar, jihadun nafsi. Jihad yang paling besar adalah jihad melawan hawa nafsu. Nafsu untuk membunuh, merusak, atau menebar teror. Justru, disebut jihad jika seseorang mampu menebar kedamaian. Afsus salam bainakum. Sebarkanlah salam di antara sesamamu. Salam bukan hanya diartikan secara sempit dengan mengucapkan assalamualaikum. Salam lebih diartikan bagaimana seseorang bisa menjaga keselamatan sesamanya. Menjaga dan membantu. Mengentaskan kemiskinan, memberantas pengangguran, menjaga anak yatim, menularkan ilmu pengetahuan atau skill. Bukankah agama itu rahmatan lil alamin!

***
Ada dua kelompok besar ketika Amrozi CS dieksekusi mati. Pertama para korban. Jelas mereka mengecam keras aksi pengeboman itu dan menuntut agar trio bomber segera dihukum mati. Jika tidak, pemerintah dianggap lelet, ga punya sikap, ga pro kemanusiaan dan sebagainya. Kelompok lainnya, tindakan eksekusi mati yang dijatuhkan kepada trio bomber salah kaprah. Pemerintah dianggap kaki tangan Amerika. Ato kepanjangan tangan negara kafir. Isu teroris tak lebih hanya pesanan politik Amerika. Agar Indonesia tidak diembargo atau tidak diblacklist oleh Amerika layaknya Irak yang berujung munculnya klaim sahnya sebuah penyerbuan. Mengorbankan segelintir orang demi menjaga hubungan dengan Amerika (untuk tidak menyebut dunia) dianggap lebih nasionalis. Bahkan, ada kabar yang beredar, setiap ada penangkapan, Amerika bakal memberi bonus 100 juta US dolar. Tapi bukankah itu zaman Bush yang menyatakan Islam telah menciptakan para teroris. Tapi bagaimana jika kepemimpinan telah berganti kepada Obama yang dianggap kemenangan kaum minoritas, kemenangan kaum tertindas? wahai para martir, haruskah kalian tetap akan menebarkan teror sementara elit Amerika telah berganti? kebijakan politiknya barangkali? semoga jawabannya TIDAK alias cukup sudah pengeboman itu.
Dua sisi itu selalu muncul di dua kelompok yang bersebarangan. Para korban bom dan para simpatisan bomber yang dieksekusi mati. Dua2nya tak lebih hanya menebarkan kebencian satu sama lain. Jika mata dibalas dengan mata, yang ada hanya dendam. Lalu jika begitu, kapan negeriku ini akan damai?..

***
Aq sebenarnya ingin berpikir, eksekusi mati yang dilakukan pemerintah bukannya memutus mata rantai para teroris. Justru, eksekusi mati itu semakin mengobarkan dendam para simpatisan atau pengikut Amrozi CS. Eksekusi mati dianggap luka yang harus dibalas. Apalagi, media memblow up besar-besaran. Jika anda melihat suasana di rumah Imam Samudera di Serang atau Amrozi di Lamongan akan tampak betapa eksekusi itu telah memancing emosi. Teriakan takbir yang tak henti2nya, blokade pengikut Amrozi di pintu gerbang masjid atau pemakaman dengan tidak mengizinkan aparat memasuki areal tersebut adalah bukti nyata yang betapa amarah itu telah tersulut.
Sinyal itu jelas terlihat dari pernyataan Menlu Australia Stephen Smith yang melarang warganya berkunjung ke Indonesia dengan alasan dikhawatirkan ada aksi balasan dari kelompok atau simpatisan Amrozi CS. Bahkan sejak kabar Amrozi CS akan dieksekusi, para pengikutnya sudah berancang2 akan meledakkan sejumlah gedung yang menjadi pusat keramaian. Bukti nyata pada 23 Oktober lalu dengan ditemukannya 3 kg bahan peledak beserta alat2 lain di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Pelakunya yang bernama Wahyu itu siap akan meledakkan depo pertamina dan membalas elit negeri ini yang memerangi terorisme. Lagi2, kekerasan akan selalu dibalas dengan kekerasan. Teori spiral kekerasan itu memang tak pernah lekang oleh waktu.
Bagiku, untuk menghentikan terorisme di negeri ini tidak perlu ada hukuman mati yang bisa menyulut amarah para martir2 lain. Atau justru menciptakan martir2 baru. Apalagi tayangan media memblow up tak henti2nya. Justru, jika mau menghentikan terorisme, setelah pelaku ditangkap, hukumlah seumur hidup. Diasingkan ke tempat terpencil jauh dari jangkauan media dan masyarakat dan dijaga ketat. Dengan begitu, para teroris telah mati secara sosial. Terputus hubungan komunikasi dengan pengikutnya dan masyarakat luas. Tidak ada ekspose besar2an oleh media yang bisa menyulut amarah para pengikutnya atau menciptakan para martir2 baru.
Sementara untuk pencegahan dini, seluruh pemuka agama, rohaniwan harus bergerak secara intensif ke masyarakat menjelaskan apa sebenarnya inti agama itu. Termasuk menggandeng sejumlah ponpes yang ditengarai berhaluan garis keras agar secara sadar elit agama setempat juga bersedia memberi pemahaman kepada santrinya bahwa tidak ada agama yang mengizinkan adanya kekerasan. Jika itu dilakukan secara terus menerus, massal dan massif, bisa menjadi alat rekayasa sosial pencegah terorisme secara ampuh. Untuk bisa mencegah terorisme bukan dengan cara hukuman mati, tapi bagaimana mencuci kembali otak mereka, pikiran mereka dengan ajaran yang pro kemanusiaan, ajaran yang pro terhadap kedamaian. Ajaran tanpa kekerasan.
Dan kunci terakhir yang juga sangat menentukan, pemerintah juga harus konsisten dalam menegakkan keadilan. Jangan hanya kaum miskin, kelompok bawah di luar sistem yang diberangus, tapi juga elit2 politik jika terbukti bersalah juga harus dibabat habis. Intinya, jangan lagi ada diskriminasi.
Kemudian, dari sisi sosial, pemerintah harus memprioritaskan bagaimana memperkecil jurang kesenjangan antara yang kaya dan miskin. Pemberian kesempatan kerja seluas2nya bagi warga miskin, minoritas harus diutamakan. Pemberdayaan masyarakat bagi kelompok yang tidak mampu harus terus dilakukan hingga mereka bisa mandiri dari segi ekonomi. Yang lebih penting lagi, kebijakan yang tidak berpihak masyarakat banyak harus dihentikan.
Karena, kesenjangan itu juga bisa memicu tumbuh suburnya bom2 waktu yang bisa menjelma menjadi apapun. Apakah itu terorisme, premanisme hingga kerusuhan sosial.
Bukankah itu yang telah diterapkan Eropa. Buktinya mereka mampu mencegah munculnya aksi terorisme meskipun hukuman mati telah dihapuskan. Karena hukuman mati itu sendiri juga dianggap budaya jahiliyah yang mengebiri hak asasi manusia yang paling dasar. Yakni hak untuk hidup. Maka, negara yang pro kemanusiaan pun tak heran jika menghapuskannya. Karena, itu juga bisa mencegah aksi balas dendam atau aksi kekerasan susulan jika yang ditangkap merupakan pemimpin yang memiliki massa dalam jumlah besar. "Mencegah itu lebih baik daripada mengobati".

01 November 2008

Penguasa Yang Gagap Versus Penguasa Yang Tanggap


Selama dua hari kemarin, Kamis (30/10) dan Jumat (31/10), Wagub Prijanto marah2 ke temen2 yang liputan di balaikota. Tapi aq yang menjadi sasaran. Gara2nya, temen2 mengecam Pemprov DKI yang dianggap melanggar kebebasan pers dengan dikeluarkannya kebijakan setiap pertanyaan yang diajukan kepada Gubernur, Wagub, Sekda serta jajaran di bawahnya harus melalui sms atau fax yang dikirimkan satu hari sebelumnya. Maksimal pukul 20.00 sudah harus masuk. Kontan saja arahan Wagub itu mendapat kecaman keras. Masalahnya, dalam surat edaran nomor 1993/079.32 itu, tidak dijelaskan kapan pertanyaan bisa dijawab. Esok harinya, atau harus menunggu seminggu kemudian. "Wajarlah kita protes. Justru poin itu yang seharusnya dijelaskan. Bukannya itu inti arahan dari Wagub," kata temen2 protes.
Memang, untuk menertibkan liputan di balikota, Wagub DKI menginginkan sistem seperti di Istana Presiden atau Wapres. Setiap usai kegiatan atau ada pertanyaan langsung digelar jumpa pers. Duduk satu meja dalam sebuah ruangan. Bisa 15 menit atau setengah jam. Jika Gubernur, Wagub, Sekda berhalangan bisa diwakilkan. "Tapi Kepala Biro Humas (Pak Purba) gagal menerjemahkan arahan Wagub. Wajar jika anak2 berang. Bukankah Wagub dah bilang setelah pertanyaan dikirim via sms malam harinya, lalu disepakati ketemu di mana jam berapa," kata temen2 marah besar.
Ujung2nya, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo terkena imbasnya. "Maaf saya tidak bisa menjawab pertanyaan temen2. Dilarang humas," kata Foke lantas ngeloyor begitu saja.
Pak Purba yang berusaha memberikan klarifikasi di press room malah gagal dan justru emosi. Begitu juga Kabag Media Massa Pak Yuswil. Pak Purba bilang, tidak ada larangan door stop. Jika ada yang mau door stop silakan saja. Tapi jika benar diperbolehkan, kenapa Gubernur jadi bersikap ketus seperti itu. "Barangkali saja Gubernur lagi sakit perut. Jadi enggan untuk menjawab pertanyaan," kata Pak Purba gelagapan menjawab sekenanya. Tentu saja jawaban Pak Purba dianggap bukan sebuah solusi dan tidak menjawab inti persoalan.

Gara2 sikap itu, Pemprov dikecam habis2an. Semua ikut mengecam. Mulai pengamat hingga praktisi pers. Termasuk Wakil Ketua Dewan Pers Sabam Leo Batubara. Sikap itu dianggap melanggar UU Pers no 40. Pasal 18 menyebutkan, barang siapa yang menghalangi atau melarang kinerja wartawan untuk memperoleh informasi dapat dikenakan hukuman pidana penjara selama dua tahun atau denda sebesar Rp 500 juta.
Rabu (29/10), atau keesokan harinya, temen2 mencoba yang terakhir kalinya untuk tetap door stop Gubernur. Jika tetap ditolak, siap2 saja untuk diboikot. Tapi niat baik temen2 disambut Gubernur. Usai melantik pengurus lembaga tilawah DKI, temen2 menunggu di depan ruang Balai Agung. Dengan langkah pelan, Foke mendekati kami. "Bagaimana! apa yang bisa saya jawab," katanya dengan suara pelan. Suasana pagi itu terasa sangat kaku. Baik Pak Fauzi Bowo maupun temen2 terasa ada jarak. Masing2 takut2 kalau2 menyinggung satu sama lain. Setelah selesai menjawab seluruh pertanyaan, Foke nyeletuk. "Ga usah lewat sms juga ga papa. Kalau mau tanya, tanya aja. Saya sih ga masalah kalau ada yang mo tanya langsung," katanya seraya melirik Pak Purba yang berada di sampingnya. Nah Lo...? kok bisa beda antara Gubernur dan Kepala Biro Humas..
Usai rapat paripurna di DPRD, Wagub Prijanto akhirnya mengambil inisiatif agar temen2 ke ruang rapat BPUT. Di ruang itu, semua diam. Lalu aq berinisiatif mengawali pertanyaan seputar revisi perda hasil hutan. Setelah suasana agak cair, temen2 pun mulai ikut mengajukan pertanyaan satu per satu.
"Kalau seperti ini kan enak. Ngobrol di ruang AC, dijawab dengan jelas, lengkap. Enak ga Ak!," kata Wagub tiba2 bertanya kepadaku. Spontan aq jawab. "Enak Pak Wagub," kataku singkat. "Kalau enak kenapa kmrn ditolak. Melanggar kebebasan pers lah. Kita itu niatnya baik. Biar kalian tidak keleleran di tangga. Biar elit dikit kayak di Istana Presiden. Kalian itu bukan wartawan kecamatan yang duduk lesehan di lantai. Ini Ibukota!," kata Wagub menerangkan panjang lebar. "Siap Pak Wagub. Kmrn salah paham. Soalnya Pak Purba tidak menjelaskan ada jadwal pertemuan seperti ini. Temen2 tahunya hanya suruh kirim pertanyaan via sms tanpa tahu kapan akan dijawab," jawabku.
Sebelumnya, kesalahpahaman memang pernah terjadi. Saat Kepala Humas masih dipegang Pak Arie Budiman. Aq sempat dilabrak habis. Katanya dia ditelpon sekda sambil marah2. "Kamu dibayar berapa sama orang belakang mau2nya ngutip," kata pak arie membuyarkan hari liburku. Saat itu aq menulis soal dugaan korupsi Rp 800 miliar di Dispenda. Kebetulan yang ngasih data pak Dani Anwar orang PKS. Sementara PKS merupakan lawan seteru Fauzi Bowo-Prijanto saat Pilkada. Kontan saja dibilang begitu aq marah besar. "Kalau gue dibayar, silakan cek ke Pak Dani. Kalau dia benar ngasih duit, saya bayar bapak dua kali lipat dibanding gaji kepala biro yang bapak terima," kataku kesal. "Saya nulis soal dugaan korupsi karena itu program pak fauzi bowo. Transparansi dan keterbukaan. Bukankah itu yang gubernur inginkan. Kalau Pak Arie marah, besok saya akan bilang ke gubernur kalau pak arie tidak mendukung program gubernur," kataku kesal.
Memang, sejak kepemimpinan DKI dipegang Foke, semua jadi sangat sensitif. Tidak seperti dulu saat Bang Yos. Yah, ga papa.. namanya juga pejabat.. angkuh itu biasa. Aji mumpung, mumpung lagi pegang kekuasaan...sementara gue ni siapa? tak lebih hanya rakyat jelata..yang mencoba cari tahu masih ada keadilankah di negeri ini..

Ulujami, 1 November 2008

30 Oktober 2008

Sakit Itu Bukan Mistis

Sejak istriku sakit mulai Minggu (26/10) kemarin, aq jadi terbebani. Antara mikir liputan dan menjaga perempuan Ambon itu. Belum lagi anakku Najwa Syifa yang selalu atraktif ogah terus2an dibiarkan di atas kasur. Maunya gerak sana, gerak sini. Kakinya nendang2 tanpa henti. Mulut mungilnya terus saja ngoceh tanpa habisnya. Sementara mamanya tak bisa berbuat banyak untuk meladeninya. Jika sudah capek bergerak dan tak ada yang meladeni, biasanya Najwa langsung rewel. Jika sudah begitu, istriku hanya bisa beri ASI sambil terbaring lemas di atas tempat tidur. Soalnya, badannya menggigil, lalu kepanasan, kepalanya terasa pening. Jika tidak dikontrol, seharian pasti ogah2an untuk makan. "Gimana mau sembuh kalau makan aj ga mau. Orang sakit bisa sembuh kalau suplai gizi tercukupi. Paling penting lagi, cairan harus terjaga. Makanya minum air putihnya banyakin. Jangan nurutin mulut yang pahit. Yang penting masuk perut," kataku berceramah panjang.
Soalnya, setelah aq buka2 situs di internet, gejala panas dingin kepala pening bisa jadi gejala DBD. Tapi kulit istriku aq lihat tidak ada tanda2 kemerah2an. Aq hanya bisa menebak2 sakit apakah istriku gerangan. Sebelum sempat ke dokter, aq hanya memastikan cairan dalam tubuh istriku harus tetap terjaga. Begitu pelajaran yang sempat aq ambil saat dulu sering liputan di IDI. Istriku memang agak bandel. Untuk pergi ke dokter aj alasannya buanyak banget. ga mau berangkat karena inilah itulah. Ada aj alasannya. Kemarin aq paksa ke dokter jery tapi alasannya ujan ga berhenti2. Aq bilang ya udah ga papa. Tapi awas kalo besok ga berangkat. Kataku sangat kesal.
Untuk bisa menemani istriku berobat memang sangat tidak mungkin mengingat waktuku banyak tersita untuk liputan. Jadi aq hanya bisa nyaranin untuk ke dokter ditemani Najwa putri mungilku. "Naik taksi kan bisa. Panggil aj ke rumah kalo ga kuat jalan ke depan," kataku marah2.
Soalnya kalau istriku sakit aq juga repot. Tidak hanya kepikiran saat liputan, tapi juga kalau dah di rumah harus bantu2 beres2 rumah. Macam nyuci baju, piring, gelas, buang sampah atau beres2in barang2 yang tercecer. Padahal, kalau dah balik dari kantor pukul 22.00, badan capeknya minta ampun. Nonton TV aj kadang2 mpe ketiduran. Tahu2 terdengar suara Najwa nangis tandanya dah pagi. "Dah ma ayah yang beresin, mama istirahat aj," begitu kataku kadang2 kalau dia memaksakan diri beres2 melihat rumah berantakan.
Setelah mengendap selama tiga hari di rumah, siang tadi akhirnya berangkat juga istriku ke dokter Jery di Kebon Nanas, Jakarta Timur. Dokter Jery merupakan dokter langganan istriku sejak kecil. Dia orang Ambon tapi lama tinggal di Jakarta. Orangnya ramah, pasiennya berjubel tiap sore hingga malam hari. Saat sakit dua tahun silam, aq juga selalu ke dokter Jery. Entah karena keyakinan atau karena kecocokan, setiap habis berobat langsung sembuh. Aq dulu sering sakit saat masih floating. Jika musim penghujan tiba, tiap hari harus basah2an. Meskipun pakai mantel. Ditambah angin yang bertiup sangat kencang sering menerobos sela2 mantel. Karena pikiran terforsir, fisik jadi ikut ambruk saat kelelahan. Apalagi saat itu kontraanku masih di Condet. Dari kantor graha pena di Jalan Kebayoran Lama butuh satu jam untuk nyampe rumah. Jika ngebut hanya setengah jam. Jika banjir tiba, aq merasa menjadi orang paling aneh. Sementara keluargaku kebanjiran, aq justru cari tempat banjir yang menimpa orang lain. Bahkan aq sempat berenang untuk menjemput istriku saat banjir di Bidara Cina Cawang Atas. Ga ada perahu, banjir aq ukur hampir di atas kepala lebih. Tapi sejak kami pindah di Pos Pengumben, aq jadi jarang sakit. Aq bilang ke istri, aq hanya sakit jika lagi tak punya uang. Jadi jangan direcokin. Apalagi buat tingkah yang bikin emosi.
Barusan pukul 22.30, istriku dah balik dari berobat di tempat dokter Jery. Dia bilang dokter ga mau bilang sakitnya apa. Hanya disarankan untuk banyak istirahat dan rajin memijat punggung pakai minyak kayu putih. Bagiku, kabar itu menggembirakan sekaligus mencemaskan. Kadang ketidaktahuan itu membuat orang celaka. Meskipun karena tahu justru tambah celaka juga banyak. Tapi bagiku, mengetahui masih lebih baik.
Setidaknya, kemauan istriku untuk berobat sudah 50 persen menuju kesembuhan. Selebihnya tinggal perawatan yang benar serta keyakinan akan mendapat kesembuhan dari Yang di Atas.
Soalnya, kadang2 jika istriku sakit sering tidak mau berpikir rasional. Sakit selalu dihubung2kan dengan mistis. Jika lagi sakit berarti tanda kalau ada keluarga yang terkena musibah. Memang, itu pernah dia alami. Tepatnya saat pertengahan puasa lalu. Saat berkunjung ke Cikoko, baliknya tiba2 menggigil. Lalu berganti kepanasan. Sesampai di rumah, aq hanya memberikan minuman air hangat banyak2. Aq bilang suruh minum dah dikasih bacaan biar cepet sembuh. Istriku buru2 langsung meminumnya hingga habis. Padahal sih ga dibacain apa2. Cuma buat support aj biar dia mau minum air putih. Lalu aq suruh istirahat sambil suruh pakai tasbih buat kalung. Soalnya, kabarnya kayu stigi jika itu asli bisa menyerap atau mentralkan bisa ular. Begitu bisa menyedot panas dalam tubuh atau hawa dingin agar seimbang.
Entah karena faktor apa, esok harinya langsung sembuh. Lalu pagi2 ada kabar dari pae ambarawa katanya pak tri kecelakaan dan meninggal dunia. "Kok mama tiba2 menggigil trus kepanasan kayak kemarin yah. Kira2 ada apa ya," tanya istriku. Dengan cepat aq menjawabnya. "Ada apa gimana. Kamu menggigil kepanasan itu artinya ada yang tidak beres. Tidak beresnya ada di tubuhmu, pikiranmu. Bukan di luar sana. Itu artinya kamu sedang sakit. Sakit itu ya sakit. ga ada hubungannya dengan mistis," kataku menerangkan sok ilmiah. Aq bilang seperti itu karena aq ingin istriku cara berpikirnya bisa sistematis. Jangan semua dihubung2kan dengan mistis. Kecuali jika sakit itu tidak wajar dan setelah dibawa ke berbagai dokter menyatakan tidak menemukan penyakit apapun. Tapi kenyataannya yang bersangkutan kesakitan. Kalau kondisinya seperti itu boleh qta ga berangkat ke dokter dan siap2 rajin2 duduk bersila tengah malam putar tasbih.

Ulujami, 30 Oktober 2008

27 Oktober 2008

Ambonku Jatuh Sakit

Setiap libur tiba, kumanfaatkan mengunjungi keluarga dekat. Kebetulan Sabtu kemarin ada acara temen wartawan balaikota ke pantai anyer, serang. Jadi terpaksa ga bisa mencurahkan waktu buat keluarga kecilku. Najwa anakku yang baru tiga bulan Sabtu itu harus kembali imunisasi. Kebetulan jatah DPT. Aq bilang ke Shelvia Jaflaun istriku untuk berangkat aj ke rumah sakit kartini cipulir meskipun tanpa aq temani. Kan bisa naik taksi. Begitu kataku menyarankan.
Sekitar pukul 13.00, sms masuk ke hp bututku. Istriku tanya apakah Najwa anakku harus diimunisasi pakai yang panas atau dingin. Jika pakai yang panas cukup bayar Rp 300 ribu. Kalau dingin Rp 500 ribu. Konsekuensinya, jika bayi diimunisasi yang panas akan sering menangis karena pengaruh obat. Karena mikir kasian, aq bilang pakai yang dingin aj. Kasian Najwa. Duit kan bisa dicari. Apalagi buat anak. Begitu jawabku via sms.
Karena dokter telat datang, para pasien yang mendapat nomor urut antre belakangan harus rela bersabar. Istriku bilang Najwa baru bisa diimunisasi sekitar pukul 14.00 karena saking banyaknya pasien. Aq bilang asal ga rewel ga masalah.
Selama aq berlibur di pantai anyer, istriku tak bosan2nya sms atau telepon. Apalagi jika Najwa ogah tidur atau nangis merengek2. Kata mamanya, jika sudah dengar suaraku bisa langsung diem dan mau tidur. Syukurlah. Kasian juga istriku jika Najwa rewel terus.
Sabtu sore aq dah nyampe kembali di Merdeka Selatan. Karena saking macetnya, dari balaikota pukul 17.00, nyampe kontraan di pos pengumben pukul 18.30. Ga tahu kenapa libur2 jalanan jakarta masih juga macet. Begitu nyampe rumah, istriku langsung memprogramkan acara kunjungan keluarga. Perempuan Ambon itu bahkan minta malam itu juga meluncur ke Cikoko, Pancoran untuk mengunjungi kakak kandungnya. Kak Mino. Anak ketiganya yang bernama Fabiano memang dua hari lalu terus nanyain Najwa. Dia menyebut adik wawa (jawa) kemana. "ga ada..adik wawa kemana..ga ada," begitu kata kak mino dari telepon menceritakan tingkah Bian yang selalu menanyakan Najwa.
Karena masih capek, aq menolak jika harus meluncur ke cikoko malam itu. Toh masih ada hari esok. Pagi sekitar pukul 10.00, setelah kelar beres2 rumah, istriku ngajak ke acara kawinan tetangga sebelah. Tapi aq bilang kalau harus datang biar dia aj yang berangkat. Atau kalau malu titipin aj amplop ke bude. Tapi istriku membatalkan rencana itu dan kembali konsen untuk mengunjungi keluarga ambon di cawang. Setelah memandikan Najwa, kami bertiga meluncur ke cikoko menggunakan sepeda motor bututku.
Bian, anak ketiga kakmino langsung girang begitu melihat Najwa datang. Adik wawa datang.. Begitu mulut mungilnya bicara terbata2. Sementara istriku, Najwaku bernostalgia, aq mulai menghubungi semua kawan yang hari ini masuk liputan. Sial, ternyata semua libur. Jika ada yang masuk pun tidak ada yang membuat berita. Hanya aq seorang. Justru mereka menunggu hasil tulisanku. Sial..bener2 sial. Aq sangat kesal dalam hati. Otak pun aq putar hingga 180 derajat. Ada kejadian apa hari ini. Ada berita apa yang bagus untuk diangkat esok hari. Siapa yang bisa dihubungi. Pertanyaan2 itu muncul di pikiranku secara berputar2. Sementara di balaikota hanya pak haji darul rakyat merdeka ama pak drajat lampu merah. Dia bilang taruna nihil.
Biasanya, sebelum helmi sindo ama nana republika pindah pos dulu, kami bertiga selalu berbagi isu apa yang akan kita angkat. Kadang2 juga pak bagus media indonesia ikut nyumbang pemikiran hingga mengurangi beban. Maklum, untuk kawan2 yang lain banyak yang libur. Atau jika masuk pun paling2 agak sorean telpon minta dipantulin. Maka, jadilah kita tim buser. Tapi sejak mereka berdua pindah, praktis hanya aq sendiri yang harus berjuang mati2an. Berpikir sendiri, cari narasumber sendiri. Puyeng juga puyeng sendiri.
Cikoko sore itu hujan tak mau berhenti hingga menjelang magrib. Alhamdulillah, sekitar pukul 19.30, semua tugas sudah selesai. Empat brita dah dikirim semua. Selama setengah jam aq tunggu, mas yani atau mas tir tak sms atau telpon. Artinya, halaman sudah aman. Sebab, sejak sis memutuskan libur hari minggu, di jakarta raya yang dua halaman itu hanya ada dua orang. Aq ama eos. Biasanya eos kebagian buat brita feature untuk boks serta brita2 lifestyle. Sisanya tengah, kirian ama HL aq yang harus mati2nya nyiapin.
Istriku bilang badannya ga enak. Dia menggigil. Sementara badannya aq terasa panas. Aneh, jangan2 kena DBD. Tidak berselang beberapa lama, istriku tak lagi menggigil, tapi justru kepanasan. Kakinya aq sentuh sangat dingin. Sebagian ada yang panas. Ni pasti darahnya ga lancar. Pikirku. Aq coba pijak telapak kakinya. Tapi tak banyak kemajuan. Istriku tetap saja mengeluh. Najwaku aq lihat masih tidur pulas setelah tidur sejak sore tadi. Karena ga kuat, istriku ngajak buru2 balik pulang.
Sampai di kontrakan pukul 22.00, istriku langsung rebahan. Aq suruh minum air putih hangat yang banyak lalu aq pijit kakinya kembali. Setelah aq yakin peredaran darah lancar, aq suruh tidur. "Yah, kalau mama sakit Najwa tar gimana," kata istriku mulai berpikir macam2. "Enak aja sakit. Kalau sakit ya ga ada yang ngurus. Kecuali Najwa aq ajak liputan. Mau aq gendong kesana kemari sambil liputan," jawabku sekenanya.
Sampai malam ini pun istriku masih terbaring di tempat tidur.. aq ajak ke dokter ga mau, suruh pijit ga mau, suruh makan ga mau, suruh istirahat ga mau alasan Najwaku rewel terus. Trus gimana mau sembuh.. aq jadi bingung...

Depan Kantor Graha Pena saat menunggu tukang sate ngipas2, 27 Oktober 2008

Melepas Penat ke Pantai Anyer


Terakhir aq mengunjungi pantai ini sekitar tiga tahun lalu. Saat masih bertugas di Bogor. Tiga tahun berlalu, pantai Anyer masih seperti dulu. Tidak banyak yang berubah. Hanya bangunan yang kulihat menjamur sepanjang pantai. Sejak kawasan pabrik baja krakatau steel hingga karang bolong. Villa, cottage, hotel atau gubuk2 sederhana banyak dibangun untuk tujuan komersil. Nyaris, sisi kanan dan kiri jalan tak ada lagi lahan yang tersisa. Kawasan pantai pun tidak seluruhnya bebas untuk umum. Setiap pemilik villa, cottage, atau hotel memberi batas pantai sebagai wilayahnya dengan cara ditembok. Jika ada yang mencoba menerobos, harus membayar sebagai kompensasi. Aneh..! baru kali ini pantai dikotak2 jadi milik privat. Demi kepentingan komersil tentunya.
Setelah berangkat dari Jakarta pukul 22.00, pukul 00.30 kami nyampe pantai carita, Anyer. Lumayan jauh juga. Padahal, kami menggunakan bus enjoy Jakarta. Tapi perjalanan tak terasa karena kuhabiskan sambil chating dengan kawan sam di Bogor. Sementara kawan2 yang lain dengan riangnya bernyanyi di dalam bis sambil teriak2. Memang perjalanan ke Anyer untuk liburan melepas penat tugas harian yang membosankan.
Sampai di Anyer, pemilik villa langsung mempersilakan santap malam. Suasana cukup cair malam itu. Karena sambil makan, ada potan ben radio yang gile itu terus menerus melucu mencari simpati. Jika sudah kehabisan bahan lawakan, giliran si billy CTV yang menjadi bahan ledekan. Sesekali aq ikut tertawa lepas sambil sesekali menghisap rokok dalam2.

Usai santap malam, anak2 banyak yang nongkrong di pantai. Suara tawa lepas masih terdengar bersahut2an atau bergantian di depan warung si mak. Isi pembicaraan masih seputar topik di meja makan. Tapi ada saja yang bikin bahan tertawaan. Sebagian anak2 aq lihat ada juga yang berlari2an di pantai sekedar nendang2 bola. Ada heru bisnis indonesia, guruh poskota and entah siapa lagi. Pokoknya tendang sana tendang sini. Semua cukup hepy malam itu. Semua tertawa lepas. Semua bergerak bebas. Lari kencang dan menendang bola sekuat2nya.
Aq memilih duduk di kursi menghadap pantai. Air laut tak terlalu jelas terlihat. Hanya suara deburan ombak yang membahana. Sementara pak harto investor daily samar2 terlihat seperti melakukan ritual menghadap laut. Tangannya gerak2 diayunkan pelahan dari atas ke bawah. kata anak2 biar di jakarta sukses. "Kamu kok diem sendiri ak. Inget anak ya," kata seorang kawan tiba2 menyapa.
Malam itu memang pikiranku terbelah dua. Satu sisi ingin menumpahkan seluruh kepenatan pikiran, satu sisi bayang2 anakku si Najwa selalu saja muncul. Aq membayangkan malaikat kecilku duduk di pangkuanku. Sementara mamanya duduk di sampingku. Angin sepoi2 lalu menerpa kami bertiga disertai suara deburan ombak. Lamunanku buyar ketika hp bututku terdengar melantunkan ayat2 suci. Satu pesan singkat sedang masuk. Melalui sms istriku bilang Najwa rewel terus ga mau tidur. Padahal, arloji aq lihat sudah mendekati pukul 02.00. Buru2 aq menelfonnya.
Mendengar suaraku, Najwaku langsung diem dan mau tidur. Dasar anak manja..
Pagi harinya, cuaca sangat cerah. Semua bersenang2 di pantai. Untuk menambah semarak, bapak2 nelayan menawari kami naik perahu karet yang ditarik boat. Sekali angkut untuk lima orang. Semua dibekali pelampung. Di depan tempat duduk disediakan sebuah tali untuk berpegangan. Pelan2 boat menarik tali yang telah dikaitkan. Perahu karet yang kami tumpangi melaju dengan kencangnya. Kanan kiri berpacu dan menabrak dengan ombak. Kamipun pontang panting atas bawah menyesuaikan deburan ombak. Setelah satu putaran habis, boat melaju dengan kencangnya ke kanan lalu tiba2 dibanting ke kiri. Hasilnya, kami semua terjungkal. Mata, hidung, kuping, terasa pengab kemasukan air. Untungnya kami mengapung karena memakai pelampung. Setelah berusaha naik ke perahu karet, boat kembali menarik kami memutar. Setelah dua putaran, kamipun dibanting kembali dengan kerasnya. Semua terdorong ke depan lalu tercebur ke laut tanpa ada yang tersisa. Secara bergantian, kawan2 bergantian merasakannya. Ada yang shock berat kembali ke pantai dengan mata merah sambil muntah2. "Sialan lu ga nolongin gw. Gw ga bisa berenang tahu gelagapan," kata salah seorang kawan setiap balik dari pantai. Jawaban yang munculpun tak pernah berubah. "Ngapain juga ditolong, kan dah ada pelampung. paling2 juga ngapung. bodoh, dasar penakut".
Jika kuingat kejadian sepele di pantai pagi itu, aq langsung teringat malapetaka kapal levina 2006 dulu. Kenapa juga kawan2 yang dulu meliput levina yang terbakar tak ada yang memakai pelampung. Benar2 bodoh. Atau barangkali sok bisa berenang kali. atau tak tahulah.. karena kadang2 kita memang sok angkuh padahal sebenarnya kita tak mampu. Jika kuingat, saat itu aq sendiri selamat berkat uang 10 ribu. Karena setiap yang akan ikut kapal harus bayar 10 ribu per orang. Hampir smua anak tv ikut pada naik. Hanya yang cetak, radio ama online yang enggan ikut naik. Itung2 daripada untuk liat bangkai kapal mending buat beli kopi sambil merokok menunggu kabar dari kapal KRI. Sapa tahu ada kabar ditemukannya mayat baru. Karena hanya itu yang kami tunggu. Tapi nahas, yang kami dengar bukannya jasad kaku para penumpang kapal levina yang hanyut tiga hari lalu itu. Tapi jasad kawan2 kita yang dua jam lalu masih sempat bersenda gurau dan tanya sudah ada kabar apa dari levina yang terbakar. Tapi jawaban itu mereka sendiri yang jawab. Karena mereka datang kembali ke pelabuhan sudah menjadi mayat. Semoga kebodohan2 seperti itu tak pernah terulang kembali.

18 Oktober 2008

Kemacetan di Tengah Kepulan Asap Sate Rawabelong

Kemacetan di Jakarta seperti sudah menyatu dalam kesibukan warganya. Hampir selama 12 jam penuh, kemacetan tidak pernah berhenti. Sejak jantung kota berdenyut dengan kencangnya pada pukul 06.00 pagi, hingga pukul 00.00 malam nyaris tak ada jalan yang tak macet. Paling tidak, jika tengah malam, kemacetan akibat ulah angkot2 yang ngetem sembarangan atau sengaja berhenti di tengah jalan sembari sopirnya tengok kiri kanan cari penumpang.
Jalur Kebayoran Lama, Rawabelong, Kemanggisan, Palmerah, Petamburan, Jatibaru, nyebrang Sudirman Thamrin tembus Kebon Sirih sudah ribuan kali aq lewati. Sebelumnya memang setiap kali akan meluncur ke kantor Gubernur DKI di Jalan Merdeka Selatan, aq selalu menggunakan jalur Palmerah, Slipi. Tapi saat ini, kemacetan di daerah itu sudah sangat parah. Angkot yang ngetem berjajar kiri, tengah, kanan sudah tidak tidak manusiawi lagi. Makian, cercaan tidak lantas merubah keadaan. Satu angkot yang berhenti menghadang di tengah jalan menyingkir, datang lagi angkot di belakangnya dan berhenti di tempat yang sama. Anehnya, mereka tidak menurunkan atau menaikkan penumpang. Tapi hanya sekadar ngobrol dengan sopir angkot lain yang terlebihdahulu ngetem di pinggir jalan. Alhasil, seluruh ruas jalan terhadang. Suara klakson, makian hampir menjadi rutinitas. Itu selalu terjadi setiap waktu sepanjang Palmerah depan Polsek, sepanjang pasar hingga Slipi. Belum lagi ditambah pedagang sayur yang sudah siang bolong tak kunjung bubar setelah berdagang sejak pagi buta atau bahkan tengah malam. Berhasil lepas terjebak kemacetan di Palmerah-Slipi, kemacetan di Petamburan siap menanti. Kemacetan semakin parah terus terjadi sepanjang pasar hingga stasiun Tanah Abang. Bukan hanya angkot yang ikut menambah runyam jalanan, para pedagang kaki lima hampir menghabiskan separoh jalan. Siapapun yang pernah lewat situ, pasti akan ngrasain yang namanya jengkel dan marah. Memang sekali melewati jalur itu, tidak ada pilihan lain. Sebab, pertigaan Petamburan yang biasanya terbuka tiba2 ditutup portal oleh Dinas Perhubungan DKI. Berulangkali kita kritik, bebal juga pejabat Dishub itu. Kasian juga yang tinggal di sepanjang Petamburan. Jika mengikuti aturan harus memutar jauh hingga jalan S Parman. Alih2 menghilangkan kemacetan di pertigaan itu, justru kemacetan di titik-titik lain semakin banyak dan menyebar. Penduduk setempat pun tak ambil pusing. Meskipun diportal, terjang saja daripada harus memutar jauh. Akibatnya, saat ini, pertigaan Petamburan justru menjadi kemacetan baru lantaran banyak warga yang nyelonong potong kompas. Tidak hanya bikin macet, tapi juga sering hampir terjadi tabrakan. "Sudah kami kaji secara mendalam," kata pejabat Dishub. Tapi dalam hatiku bilang "Mbel gedes. Trima laporan anak buah yang ABS doang ga tahu kondisi lapangan. Sekali kali dong terjun langsung pelototin seharian biar tahu kalau kebijakan menutup dengan portal adalah kebijakan bodoh,".
Lho, kok jadi marah2 sih...gimana ga marah kalau setiap hari harus telat hadiri acara gubernur gara2 terjebak kemacetan. Bayangin aj, masak dari Kebayoran Lama hingga ke Merdeka Selatan satu jam lebih. Edan tenan. Kembali ke cerita kemacetan.
Setelah kapok lewat Slipi, haluan kuputar arah. Kemanggisan adalah alternatif terakhir. Lumayan sih, jika macet paling2 setengah jam. Jika lancar, 15 menit sudah sampai. Tapi kadang2 di jalur tersebut juga sangat menjengkelkan. Terutama di setiap pertigaan. Jarak antar pertigaan tidak lebih dari 50 meter. Kemacetan paling parah ada di pertigaan Binus. Gara2nya, pak ogah yang nyambi cari duit dengan cara membantu mobil mewah menyeberang atau potong kompas setelah parkir. Dari kanan ke kiri, dari kiri ke kanan. Bahkan dari depan putar arah ke belakang. Yang lebih menjengkelkan lagi, sudah sabar ditunggu untuk menyeberangkan mobil mewah, masih saja tak tahu diri. Mobil mewah selanjutnya didahulukan dan berikutnya dan berikutnya. Padahal, kemacetan di belakang sudah 100 meter lebih. Jika satu macet, seluruhnya jadi macet. Sebab, kendaraan yang datang terus bertambah. Tidak hanya dari arah Kebayoran Lama tapi juga dari arah Kemanggisan. Pak ogah baru bersedia minggir setelah raungan klakson bersahut-sahutan memekakkan telinga. Belum lagi yang emosi pasti akan mengumpat keras2. Yang sudah terbiasa paling2 hanya melihat2 jam tangan terus menerus sambil mencari2 celah siapa tahu bisa mendahului mobil di depannya.
Dari sejumlah pertigaan yang berada di sepanjang kawasan itu, menurutku, pertigaan Binus yang paling keterlaluan. Masih mending kalau pagi ada satpam kampus yang secara telaten mengatur jalan. Jika matahari sudah terbenam, praktis pak ogah yang berkuasa.
Malam itu kebetulan aq dah kelar liputan. Brita sudah dikirim semua. Arloji aq lihat sudah pukul 20.00. Artinya harus segera meluncur ke kantor. Apalagi saat baru beranjak meninggalkan Balaikota mas tir redaktur jakarta raya minta dibuatin brita lagi. Malam itu, sejak keluar dari kantor gubernur, jalanan sudah mulai macet. Merdeka Selatan, Indosat, KPUD, Hotel Milenium hingga perempatan Jatibaru hanya bisa merayap. Sekali jalan, berhenti lagi. Jalan sebentar berhenti lagi. Itu terus terjadi sepanjang jalan hingga Kemanggisan. Brita kemacetan sudah ribuan kali kita tulis bersama kawan2 yang lain. Dua bulan lebih, hampir setiap hari ada brita soal kemacetan. Ujung2nya, sadar juga gubernur ama kapolda. Operasi jala jaya untuk mengurai kemacetan pun digelar. 15 ribu personel diterjunkan. Tapi itu crita lama. Hanya berjalan tiga bulan. Setelah itu tak ada kelanjutannya hingga saat ini.
Back to pertigaan Rawabelong. Setelah berhasil berjalan merayap, motor bututku praktis tak bisa jalan lagi. Untuk menyelip ke kiri, dihadang angkot. Buntu ces. Untuk menyalip lewat kanan nyaris tak ada ruang mengingat kendaraan dari arah yang berbeda sangat mepet. Cukup untuk lewat satu mobil. Sebab, jika malam tiba, jalur tersebut nyaris hampir kepotong dua ruas dari arah utara. Dari selatan hanya tersisa cukup satu mobil. Jika angkot berhenti satu menit saja, kemacetan semakin tambah panjang.
Jika sudah begitu, klakson akan terdengar bersahut2an. Jika tidak sabar, suara2 sumbang akan terdengar. "Hoi, gantian hoi..". Dari samping teriakan terdengar. Disusul lagi teriakan di belakangnya yang memaki2 pakai bahasa indonesia dengan baik dan benar. Busyet deh. Jadi ikut2an emosi nih. Setelah berhasil menelikung ke kanan dan ke kiri mencari sela2 yang kosong sampai juga di ujung kemacetan. Pertigaan Rawa Belong. Malam itu asap sate mengepul menutupi hampur seluruh jalan. Baunya menyengat sekali. Pak ogah yang berdiri menghadang di tengah pertigaan persis tak henti2nya mencoba mengeruk keuntungan dari macetnya jalanan. Satu mobil mewah dikendarai seorang mahasiswi mencoba potong belok arah. Tapi terhadang. Pak ogah langsung sigap mengawal seraya menyetop kendaraan yang mencoba melintas. Selesai menyebarang, pak ogah terlihat mengintip di balik kaca pengemudi. Siapa tahu pemilik mobil memberikan recehan. Tapi yang didapat justru lambaian tangan. Dari wajahnya aq lihat kesal sekali dia. Lewatnya mobil tersebut aq coba gunakan untuk menerobos, tapi pak ogah dengan sigap lagi menghentikan laju motorku. Persis di samping tubuhnya hanya berjarak 30 cm. Untungnya aq langsung rem mendadak. Setelah kali ini, mobil dari arah sebaliknya dipersilakan melintas. Lagi2 usai menyebarangkan mobil itu, pak ogah hanya geleng2 kepala. Kaca samping kemudi yang diketok2 hanya dibalas lambaian tangan. Aq pun jadi marah sekaligus kasian. "Orang kaya pelit lo belain. Giliran motor lo hadang2. Emang ga tahu macetnya di belakang sana berapa panjangnya," kataku akhirnya kesal. Aq mencoba merogoh kantong jaketku. Siapa tahu ada uang ribuan yang bisa kuberikan pada pak ogah itu. Biar dia punya sadar dikit. Jangan hanya orang kaya yang diprioritaskan. Apalagi kalau pelit kayak gitu. Udah macetnya minta ampun, dibela2in, ngasih gopek aja kagak. Keterlaluan..!
Asap sate di pertigaan Rawabelong aq lihat masih terus mengepul. Ada yang menutup hidung, ada juga yang justru menghirupnya dalam2. Lumayan dapat bau sate.
Setelah berhasil melewati pertigaan Rawabelong, hatiku langsung lega. Sejauh mata memandang tak ada kemacetan lagi. Sementara di belakang sana, suara2 klakson masih aq dengar sayup2 sampai. Selamat jalan kemacetan. Sampai ketemu esok hari lagi. Busyet..pagi2 hari libur masih macet..untungnya si kecil ga rewel. Jakarta..Jakarta..

Penas, 18 Oktober 2008

14 Oktober 2008

Belajar Jadi Orangtua Bijak...


Pagi-pagi keributan kecil terjadi di kontraan kecilku. Antara sadar dan tidak sadar, terdengar tangisan bayi tepat di sebelah tempat aq tidur. Semakin lama, suaranya semakin keras. Karena masih terasa ngantuk, mataku hanya sempat melihat sekilas istriku lagi menyuapi Najwa anakku yang baru berumur tiga bulan. Suap demi suap terus dijejalkan dalam mulut mungil anakku. Tangis tanda pemberontakan terdengar semakin keras. Aq mencoba kembali memejamkan mata kembali. Tapi suara tangisan terus menderu dan menyayat hati.
Kubuka mataku lebar-lebar dan aq langsung bangun dari peraduan. Terlihat jelas Najwaku disuapin bubur ama mamanya. Tapi makanan itu seperti tidak bisa ditelan. Penuh di mulut anakku. Sambil terus menangis, Najwa mencoba meyakinkan mamanya dengan tangisannya tersedu-sedu. Agar mamanya segera menghentikan suapannya.Tapi malaikat kecilku seperti tak berdaya. Setiap bubur yang meleleh di mulut anakku kembali dimasukkan. Coba dipaksakan agar bisa tertelan. Anakku terus mengiba. Suaranya terdengar menyayat hati. Melihat itu, akupun langsung naik pitam. "Kalau ga mau ya jangan dipaksain. Toh makan bubur kan bukan saatnya. Baru setelah empat bulan ga papa disuapin terus. Udah hentikan," kataku setengah membentak istriku.
Istriku masih mencoba membereskan sisa-sisa bubur di mulut anakku yang belum tertelan. "Udah mama...udah..! jangan diterusin lagi. Kalau satu sendok ga papa. Wong ga mau kok dipaksain. Emang romusha yang dipaksa-paksa," kataku semakin kesal. Melihat kemarahanku meledak, istriku lalu menghentikan aksinya. "Ini juga satu sendok ayah," katanya membela diri.
Setelah diletakkan dari pangkuan ke tempat tidur, Najwa langsung aq gendong ke luar rumah. Aq ciumin, aq peluk dengan penuh kasih sayang. "Ayah sayang kamu nak. Apapun akan ayah lakukan demi kamu," kataku berbisik di telinga mungilnya. Najwaku hanya diam. Dia mencoba melihat sekeliling lewat mata lentiknya. Aq melihat ada sesuatu kebebasan di matanya. Dia mulai mau berbicara dengan bahasanya sendiri. Meracau entah apa artinya. Aq pun membalas kata-katanya dengan kata apapun yang bernada kasih sayang. "Najwa sekarang sudah gede. Cantik, pinter. Ga boleh rewel. Najwa anaknya ayah. Harus pintar. Harus bisa jagain mama," kataku lagi membalas racauannya.
Dari luar rumah, aq lihat mamanya beres2 di dapur. Terdengar sesuatu sedang digoreng. "Kasihan mamanya. Mungkin karena terlalu capek ngasih asi. Jadi untuk membantu terpaksa dikasih bubur untuk tambahan makanan," kataku dalam hati setelah kemarahanku reda. Aq ajak Najwa masuk kembali masuk rumah kontraan. Aq letakkan di karpet dengan bantal kecil di kepalanya. Aq nyalain TV. Sambil melihat berita di TVone, aq mencoba membaca koran hari ini. Tidak beberapa lama, mamanya datang. "Sini nak. Ayo mandi biar seger," katanya seperti kangen setengah kehilangan setelah aq marah-marahin.
Memang, sejak balik ke Jakarta usai mudik dari kampung, Najwaku semakin kuat minum asi. Sekali mimik, dia bisa berjam-jam. Jika dilepas selalu rewel. Praktis, jika sudah manja seperti itu, mamanya tidak bisa kemana-mana. Jangankan keluar rumah, untuk beres-beres rumah saja tidak sempat.

Jika sudah begitu, sepulang kerja pukul 22.00, dan aq melihat rumah masih berantakan, aq langsung beres2in sendiri. Baju, sampah aq angkut2in ke belakang. Aq ambil sapu lalu kubersihkan lantai rumah. Terkadang, melihat kelakuanku, istriku marah2. "Biarin tar mama yang beresin. Emang mama ga kerja apa. Seharian anakmu tuh netek mulu. Kalau dilepas nangis. Tidur harus ditemenin. Ditinggal rewel," katanya mencoba protes.
Apapun kondisi rumahku, aq males ribut. Apalagi untuk hal-hal yang kecil yang menurutku tidak ada gunanya diributin. Jika istriku sudah protes, semua langsung aq tinggal. Terkadang, jika terlalu capek, istriku jadi kesal. "Ayah ini, bentar-bentar ganti baju. Ini baru satu menit dipakai, dah ganti lagi. Mama capek. Dah kerjaan banyak, anak rewel-rewel terus," katanya menerangkan kondisinya. Jika sudah bilang begitu, aq menjadi ikut kesal. "Udah ga usah banyak ngomong. Apa yang bisa dikerjakan, kerjakan. Kalau ga bisa ya ga usah dikerjakan. Kerja itu yng penting ikhlas. Tanpa paksaan. Kalau ga bisa, tar aq sendiri yang ngerjain. Yang penting kamu ngurusin anak," kataku.
Biasanya, usai bertengkar seperti itu, setiap ada sesuatu yang ga beres di rumahku, langsung aq tangani sendiri. Nyuci, ngepel, beresin barang2 yang tercecer di kamar tidur, ruang tamu atau buang sampah ke belakang. Biasanya, juga kondisi sudah pulih seperti semula, istriku tidak lagi capek, kondisi lagi fit, perempuan ambon itu mulai bermanja2 lagi. "Ayah, tar Najwa dapat adik lagi kan," katanya merajuk. Mendengar itu, singkat aq langsung jawab. "Gak. Ogah. Gimana mau dapat adik lagi kalau ngurus Najwa aja masih belum beres. Kalau dah bisa buat najwa ga nangis, baru boleh ada adik," jawabku.
Untuk mengurus malaikat kecilku memang hanya ada istriku yang menjaganya di rumah. Sebab, untuk mencari pembantu susah. Si mbah yang pernah bantu2 di rumah hanya bertahan dua minggu. Karena sakit lalu izin ga bisa ke rumah lagi. Praktis, hanya istriku yang mengasuh anakku. Termasuk beres2 rumah.
Najwaku sendiri, jika kondisinya lagi fit tidak terlalu rewel. Setiap dibilangin jangan nangis kecuali lapar, dia menurutinya. Habis dikasih asi langsung tertidur pulas. Guling kecil dipeluknya erat. Badan mungilnya tertidur miring. Persis layaknya orang dewasa. Jika habis dimandiin sore hari, dikasih mimik, langsung tidur hingga tengah malam. Jika sepulang kerja belum bangun2 juga, aq ciumin hingga terbangun. Supaya mimik dulu biar ga bangun lagi sampai pagi.
Jika tidurnya lelap banget, pukul 04.30, baru bangun. Padahal aq sendiri masih terlelap. Soalnya terkadang, jika habis sholat n zikir, aq baru tidur pukul 03.00 dini hari. Jika pagi buta anakku sudah menendang2, lalu suaranya meracau, kami pun tidak bisa tidur lagi. Sebisa mungkin anakku mencoba membangunkan mamanya. Nendang2 ke kanan dan ke kiri. Jika tidak mempan, dia menggunakan trik pura2 menangis. "hu..uuu..uuu,". Begitu aq bangkit dari tidur dan melihatnya, Najwaku malah tersenyum dan bicara meracau. "Udah deh kalau dah ngajak ngobrol pasti ga mau tidur lagi," kata istriku. Jika aq masih ngantuk banget. Aq bilang ke istriku untuk melilingnya. Atau jika mamanya kebetulan lagi capek, aq terpaksa bangkit dari tidur sambil mendekatkan wajahku ke mukanya. Karena saking ngantuknya, sesekali mataku aq buka, lalu terpejam lagi. Hanya untuk memastikan anakku ada teman untuk diajak bicara.
Najwa...Najwa...moga jadi anak pintar ya nak...semua harapan ayah, mama, jika saat ini belum kesampaian, semoga engkau bisa mewujudkannya kelak..

Ulujami, 15 Oktober 2008

DKI Gagas Tol Bendungan


Belajar dari Moskow Tangani Banjir Rob

Pemprov DKI Jakarta terus mencari upaya penanganan banjir di DKI. Saat ini tengah digagas pembangunan bendungan sepanjang pantai utara Jakarta. Bendungan tersebut nantinya sekaligus dimanfaatkan untuk jalan tol.
"Di Rusia ada kota namanya St Petersburg. Di situ ada bangunan sejarah yang selalu terkena banjir rob dua meter. Kontur tanahnya persis seperti di Jakarta Utara," ujar Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo usai melakukan lawatan di Moskow kemarin.
Untuk menghadang banjir, pemerintah Rusia akhirnya membangun bendungan sepanjang 40 km. Di atas bendungan dibangun jalan layang yang menghubungkan antarkota. Sementara di dalam bendungan dibangun pelabuhan besar untuk menampung kapal-kapal yang lewat.
Agar kapal besar bisa lewat, dibuatkan pintu sepanjang 200 meter. Sedangkan untuk jalur kapal kecil dibuat pintu sepanjang 100 meter. Jika ada rob datang, pintu langsung ditutup. Namun, pada hari biasa, pintu dibuka untuk mengalirkan air dari darat ke laut.
Pembangunan bendungan tol yang telah dimulai sejak 1979 itu hingga saat ini masih terus berlangsung pengerjaannya. Konstruksi bangunan didesain untuk mengantisipasi rob setinggi 5,5 meter. Seluruh biasa pembangunan infrastruktur disubsidi pemerintah. "Beberapa kali sempat terhenti pembangunannya karena pergantian pemerintahan," ungkapnya.
.
Foke, sapaan akrab Fauzi Bowo itu menyatakan, bendungan yang dibangun di St Petersburg tersebut sangat efektif membendung banjir lantaran seluruh kota dan bangunan sejarahnya terlindungi. Apalagi, perubahan laut Atlantik terus berlangsung. Untuk membendung banjir rob di pantai utara Jakarta pun akan diterapkan sistem serupa. Namun, persoalannya membutuhkan biaya besar. Hal itu tidak mungkin jika hanya ditanggung DKI. Sebab, seperti St Petersburg, pembangunan diteken Rusia dan Uni Eropa.
Menurut Foke, dengan membangun bendungan sepanjang pantai itu, ada dua keuntungan besar yang bisa diperoleh. Banjir bisa dihadang, penambahan ruas jalan melalui pembangunan jalan layang di atas bendungan bisa mengurai kemacetan. Jika diterapkan di Jakarta Utara, jalan layang itu bisa menghubungkan Tangerang bagian barat hingga Muara Gembong. "Tapi ini masih harus dikaji lagi," katanya.
Sementara itu, menurut pakar planologi Trisakti Yayat Supriatna, pembangunan bendungan di pantai utara untuk menghadang banjir rob bisa saja dilakukan. Namun, jika harus diterapkan seperti di St Petersburg, hal itu membutuhkan biaya cukup besar. Sehingga, lebih efektif jika di sepanjang pantai utara dibangun bendungan parsial. Hanya kawasan tertentu yang memiliki tingkat kekritisan tinggi dibendung. Selebihnya cukup dibuat hutan bakau. "Wilayah kritis yang harus diprioritaskan seperti Muara Baru, Cilincing serta pantai dekat Bandara," terangnya.

Jika di atas bendungan harus dibangun jalan tol, hal itu harus dilihat tingkat efektifitasnya. Sebab, jika harus ada tol, artinya bendungan harus dibangun sepanjang pantai hingga ke daerah sekitar. Hal itu tentu saja membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Apalagi sejak keluarnya Perpres Tata Ruang, setiap ada pembangunan baru yang menyangkut lingkungan, harus diusulkan ke pemerintah pusat terlebihdahulu. Agar bisa dilakukan sinkronisasi dengan daerah lain. "Saya pikir skala prioritas itu yang harus didahulukan. Apalagi, di pantai utara mau direklamasi. Kalau dibenteng semua kan tidak mungkin," ungkapnya. (aak)

Birokrasi DKI Adopsi Sistem TNI


Ada Kepastian Hukum Hingga Kelurahan

Perampingan birokrasi di tubuh Pemprov DKI Jakarta sudah mencapai tahap akhir. Selama sepekan penuh, perampingan tingkat asisten, biro, bagian hingga subbag berhasil diselesaikan. Terhitung sejak Senin (13/10), nasib dinas-dinas beserta unit-unit kerja di bawahnya akan ditentukan.
"Perampingan sudah selesai 99 persen. Senin besok (hari ini) sudah siap dipaparkan," ujar Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto, kemarin.
Untuk menyusun struktur baru tidak terlalu banyak kendala yang dihadapi. Yang paling rumit justru membuat kerangka tugas masing-masing unit setelah digabung. Sebab, jika tidak hati-hati bisa tumpang tindih antara satu unit dengan unit lainnya. Untuk perampingan dinas, jika dikebut, diperkirakan membutuhkan waktu sekitar satu pekan. Selanjutnya, nasib para pegawai yang terkena perampingan yang harus dipikirkan.
"Birokrasi DKI tingkat provinsi kan gemuk sekali. Sementara tingkat kelurahan sangat kekurangan pegawai. Ini juga menjadi pekerjaan rumah kita," ungkapnya.
Sayangnya, Prijanto belum bersedia membeberkan akan dikemanakan nasib ribuan pegawai tingkat provinsi yang terkena perampingan itu. Mantan Aster TNI AD itu hanya menyatakan, tingkat kelurahan saat ini yang paling membutuhkan sentuhan reformasi birokrasi. Di tingkat bawah itu rata-rata hanya memiliki delapan pegawai untuk melayani ratusan ribu warga. Tragisnya, dari delapan pegawai tersebut, ada yang bukan PNS.
Wagub melihat kondisi tersebut sangat prihatin. Apalagi, dengan pegawai yang sangat minim tersebut banyak yang tidak ditunjang dengan fasilitas yang memadai. "Ada pohon tumbang, kelurahan dibilang lelet kok ga diangkat-angkat dan dibersihin. Gimana mau bersihin kalau truknya tidak ada, gergaji tidak ada," terangnya.
Begitu juga ketika ada keluhan sampah yang berserakan belum terangkut. Bukan pihak kelurahan yang tidak sigap, namun lantaran tidak didukung fasilitas yang memadai.
Setelah diusut, ternyata fasilitas yang ada dalam kelurahan tidak ada payung hukumnya. Apakah itu Perda atau Pergub. Termasuk kepastian personel di dalamnya. Kondisi tersebut menyebabkan kinerja institusi paling vital itu tidak bisa maksimal dalam melayani masyarakat banyak. Sebab, setiap ada kebutuhan mendesak tidak bisa segera mengajukan dalam anggaran daerah. Jumlah kelurahan di DKI sebanyak 267 keluarahan itu rata-rata mengalami masalah yang serupa. Meskipun ada juga yang sudah mandiri. "Kalau di TNI semua ada kepastian hukumnya. Berapa jumlah personelnya, berapa peralatan yang ada, anggarannya, semua jelas. Seharusnya kelurahan juga seperti itu. Apakah lewat Pergub atau Perda. Jadi kalau ada yang tidak beres, gampang identifikasinya," ungkapnya.
Prijanto menambahkan, satu hal lagi yang perlu direformasi terkait keberadaan sudin dan UPT di wilayah. Saat ini, masih banyak yang satu garis komando ke dinas. Idealnya, sudin atau UPT berada di bawah komando Walikotamadya. Sehingga, ketika ada persoalan di wilayah bisa langsung dikoordinasikan dengan unit teknis terkait. Sementara saat ini, akibat komando masih berada di bawah dinas, ketika wilayah membutuhkan bantuan sering terbentur persoalan birokrasi.
Sementara itu, menanggapi reformasi birokrasi di tubuh Pemprov DKI Jakarta, Direktur Eksekutif Forum Cipta Bangsa (FCB) Budi Siswanto menyatakan, perampingan yang dilakukan Pemprov jangan sampai dipolitisasi. Sebab, restrukturisasi birokrasi bukan hanya memangkas jumlah dinas, biro dan badan lainnya. Tapi lebih dari itu. Justru yang harus diperhatikan terkait kebutuhan akan peningkatan pelayanan publik. Yang terpenting, figur-figur yang dipercaya duduk mengisi jabatan tersebut adalah orang-orang yang memiliki komitmen akan pelayanan masyarakat. "Memiliki integritas menempati posisi. Bukan asal comot," ungkapnya. (aak)

13 Oktober 2008

Menangis di Tanah Terakhir...


Warga yang tinggal di Taman BMW telah kiamat. Penggusuran yang dilakukan aparat Satpol PP Pemprov DKI seperti tak lekang oleh waktu. Setidaknya, sudah tiga kali penggusuran di lakukan di tempat yang sama. Warga sepertinya juga tak pernah lelah. Bertahan dan terus bertahan. Hari ini digusur, mengungsi dan esok kembali lagi. Anak-anak korban penggusuran pun ikut pontang-panting bersama orangtuanya. Begitu ada penggusuran harus siap-siap pergi menjauh dan mengemasi seluruh keperluan sekolahnya. Tak jarang, brutalnya aparat membuat baju seragam sekolah atau peralatan lainnya tak sempat diamankan. Memang sejak kali pertama penggusuran dilakukan, warga yang tinggal di gubuk-gubuk kumuh tersebut terus berkurang. Hanya mereka yang idealis yang tetap bertahan. Siapa tahu ada keadilan. Siapa tahu ada kabar baik dari Komnas HAM. Atau siapa tahu Pemprov menjadi berbelaskasihan.
Tapi harapan tinggal harapan. Janji Komnas HAM untuk mendesak Pemprov DKI menghentikan penggusuran hanya janji enak didengar tak enak dinanti. Upaya hukum yang dijanjikan LSM dan LBH untuk menggugat Pemprov juga tak ada kabar kejelasannya. Semuanya hanya janji. Warga tetap saja digusur siang dan malam. Warga tetap saja dihantui kekhawatiran datangnya buldoser dan aparat Satpol PP yang garang-garang. Mereka tetap saja tinggal di rel. Semua mengeruk keuntungan dari penderitaan yang tak pernah ada habisnya.
"Salahnya sendiri mereka tidak mau tinggal di rusun. Siapa suruh percaya pada provokator. Coba lihat warga yang tinggal di rusun Marunda. Mereka adalah bekas tinggal di kolong tol semua. Buktinya, sekarang mereka enak," kata Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto.

Penggusuran ribuan warga di Taman BMW memang membawa penderitaan tak berkesudahan. Terutama bagi anak-anak. Penyakit yang datang akibat lingkungan yang tidak sehat semakin menjadi-jadi. Hal itu belum lagi manusia kecil itu harus menyesuaikan orangtuanya yang tak menentu. Hari ini mendirikan gubuk di seberang rel, besok sudah harus pindah di seberang kali. Begitu mahalnya harga yang harus ditanggung untuk bisa tinggal di Jakarta. Bahkan, untuk bisa tetap sekolah pun, anak-anak korban penggusuran itu terpaksa tidak pakai seragam. Jika di sebuah sekolah ada siswa yang kucel tanpa seragam, sudah bisa dipastikan itu adalah anak-anak korban penggusuran Taman BMW. Ribuan warga yang tinggal di kawasan tersebut memang dilematis. Bagaimana mau tinggal di rusun jika Pemprov hanya menyaratkan yang punya KTP DKI. Bukanya ngurus KTP bagi warga yang tinggal di kawasan kumuh sulitnya minta ampun. Anehnya, justru mereka masuk dalam daftar RT atau RW setempat. Buktinya, setiap ada pemilihan dari tingkat RT hingga Gubernur, suara mereka menjadi rebutan. Jika disurvey pro kepada sang calon langsung dibuatin KTP, jika tidak sudah bisa ditebak ga bakalan namanya bisa tercatat. Meskipun punya KTP sekalipun.

Lalu apa mereka harus pulang kampung? ya kalau di kampung ada tanah atau rumah untuk bisa tinggal, keluarga pun bisa jadi mereka sudah tidak punya. Itu lantaran mereka rata-rata telah tinggal di Jakarta puluhan tahun. Lalu kemana mereka harus tinggal untuk bisa survive jika tanah terakhirnya terus digusur dan digusur.
"Kami sudah memiliki program yang terencana untuk pengentasan kemiskinan. Ada gakin, pendidikan gratis, PPMK di tiap kelurahan yang anggarannya miliaran," kata Wagub yang diamini Sekda Muhayat.
Yah, itu memang benar. Tapi apakah petinggi-petinggi Pemprov itu tidak tahu. Anggaran pemberdayaan yang digembor2kan itu hanya menyentuh kalangan menengah. Bahkan, terkadang dimonopoli kalangan atas yang jelas2 berduit dan tinggal di rumah mewah. Kondisi itu terus dibiarkan lantaran Pemprov tidak ingin dana yang dikucurkan menguap begitu saja. Jika dipegang warga yang telah memiliki usaha mapan, modal pasti bisa kembali. Jadi ga mungkin dana PPMK diserahkan warga yang jelas2 untuk rumah pun tidak punya. Lalu sisi mana pemberdayaan warga miskin itu? biar rumput yang bergoyang yang menjawab.

Yang jelas, yang miskin akan tetap miskin. Yang kaya akan semakin kaya. Karena, tinggal di tanah terakhir di Jakarta begitu mahalnya.
Maka, siap-siap saja jika 24.375 kepala keluarga yang menempati 21 kawasan ilegal di Jakarta Utara lainnya mendapat gusuran yang sama. Karena itu sudah menjadi nasibmu warga miskin yang tinggal di Jakarta.
Siapa suruh datang ke Jakarta. Begitu lagu yang selalu terdengar di TV swasta yang membuat hati semakin pilu ketika dari jauh terdengar raungan mesin buldoser.

Bengong saat menunggu Wagub rapim, 13 Oktober 2008