27 Oktober 2008

Ambonku Jatuh Sakit

Setiap libur tiba, kumanfaatkan mengunjungi keluarga dekat. Kebetulan Sabtu kemarin ada acara temen wartawan balaikota ke pantai anyer, serang. Jadi terpaksa ga bisa mencurahkan waktu buat keluarga kecilku. Najwa anakku yang baru tiga bulan Sabtu itu harus kembali imunisasi. Kebetulan jatah DPT. Aq bilang ke Shelvia Jaflaun istriku untuk berangkat aj ke rumah sakit kartini cipulir meskipun tanpa aq temani. Kan bisa naik taksi. Begitu kataku menyarankan.
Sekitar pukul 13.00, sms masuk ke hp bututku. Istriku tanya apakah Najwa anakku harus diimunisasi pakai yang panas atau dingin. Jika pakai yang panas cukup bayar Rp 300 ribu. Kalau dingin Rp 500 ribu. Konsekuensinya, jika bayi diimunisasi yang panas akan sering menangis karena pengaruh obat. Karena mikir kasian, aq bilang pakai yang dingin aj. Kasian Najwa. Duit kan bisa dicari. Apalagi buat anak. Begitu jawabku via sms.
Karena dokter telat datang, para pasien yang mendapat nomor urut antre belakangan harus rela bersabar. Istriku bilang Najwa baru bisa diimunisasi sekitar pukul 14.00 karena saking banyaknya pasien. Aq bilang asal ga rewel ga masalah.
Selama aq berlibur di pantai anyer, istriku tak bosan2nya sms atau telepon. Apalagi jika Najwa ogah tidur atau nangis merengek2. Kata mamanya, jika sudah dengar suaraku bisa langsung diem dan mau tidur. Syukurlah. Kasian juga istriku jika Najwa rewel terus.
Sabtu sore aq dah nyampe kembali di Merdeka Selatan. Karena saking macetnya, dari balaikota pukul 17.00, nyampe kontraan di pos pengumben pukul 18.30. Ga tahu kenapa libur2 jalanan jakarta masih juga macet. Begitu nyampe rumah, istriku langsung memprogramkan acara kunjungan keluarga. Perempuan Ambon itu bahkan minta malam itu juga meluncur ke Cikoko, Pancoran untuk mengunjungi kakak kandungnya. Kak Mino. Anak ketiganya yang bernama Fabiano memang dua hari lalu terus nanyain Najwa. Dia menyebut adik wawa (jawa) kemana. "ga ada..adik wawa kemana..ga ada," begitu kata kak mino dari telepon menceritakan tingkah Bian yang selalu menanyakan Najwa.
Karena masih capek, aq menolak jika harus meluncur ke cikoko malam itu. Toh masih ada hari esok. Pagi sekitar pukul 10.00, setelah kelar beres2 rumah, istriku ngajak ke acara kawinan tetangga sebelah. Tapi aq bilang kalau harus datang biar dia aj yang berangkat. Atau kalau malu titipin aj amplop ke bude. Tapi istriku membatalkan rencana itu dan kembali konsen untuk mengunjungi keluarga ambon di cawang. Setelah memandikan Najwa, kami bertiga meluncur ke cikoko menggunakan sepeda motor bututku.
Bian, anak ketiga kakmino langsung girang begitu melihat Najwa datang. Adik wawa datang.. Begitu mulut mungilnya bicara terbata2. Sementara istriku, Najwaku bernostalgia, aq mulai menghubungi semua kawan yang hari ini masuk liputan. Sial, ternyata semua libur. Jika ada yang masuk pun tidak ada yang membuat berita. Hanya aq seorang. Justru mereka menunggu hasil tulisanku. Sial..bener2 sial. Aq sangat kesal dalam hati. Otak pun aq putar hingga 180 derajat. Ada kejadian apa hari ini. Ada berita apa yang bagus untuk diangkat esok hari. Siapa yang bisa dihubungi. Pertanyaan2 itu muncul di pikiranku secara berputar2. Sementara di balaikota hanya pak haji darul rakyat merdeka ama pak drajat lampu merah. Dia bilang taruna nihil.
Biasanya, sebelum helmi sindo ama nana republika pindah pos dulu, kami bertiga selalu berbagi isu apa yang akan kita angkat. Kadang2 juga pak bagus media indonesia ikut nyumbang pemikiran hingga mengurangi beban. Maklum, untuk kawan2 yang lain banyak yang libur. Atau jika masuk pun paling2 agak sorean telpon minta dipantulin. Maka, jadilah kita tim buser. Tapi sejak mereka berdua pindah, praktis hanya aq sendiri yang harus berjuang mati2an. Berpikir sendiri, cari narasumber sendiri. Puyeng juga puyeng sendiri.
Cikoko sore itu hujan tak mau berhenti hingga menjelang magrib. Alhamdulillah, sekitar pukul 19.30, semua tugas sudah selesai. Empat brita dah dikirim semua. Selama setengah jam aq tunggu, mas yani atau mas tir tak sms atau telpon. Artinya, halaman sudah aman. Sebab, sejak sis memutuskan libur hari minggu, di jakarta raya yang dua halaman itu hanya ada dua orang. Aq ama eos. Biasanya eos kebagian buat brita feature untuk boks serta brita2 lifestyle. Sisanya tengah, kirian ama HL aq yang harus mati2nya nyiapin.
Istriku bilang badannya ga enak. Dia menggigil. Sementara badannya aq terasa panas. Aneh, jangan2 kena DBD. Tidak berselang beberapa lama, istriku tak lagi menggigil, tapi justru kepanasan. Kakinya aq sentuh sangat dingin. Sebagian ada yang panas. Ni pasti darahnya ga lancar. Pikirku. Aq coba pijak telapak kakinya. Tapi tak banyak kemajuan. Istriku tetap saja mengeluh. Najwaku aq lihat masih tidur pulas setelah tidur sejak sore tadi. Karena ga kuat, istriku ngajak buru2 balik pulang.
Sampai di kontrakan pukul 22.00, istriku langsung rebahan. Aq suruh minum air putih hangat yang banyak lalu aq pijit kakinya kembali. Setelah aq yakin peredaran darah lancar, aq suruh tidur. "Yah, kalau mama sakit Najwa tar gimana," kata istriku mulai berpikir macam2. "Enak aja sakit. Kalau sakit ya ga ada yang ngurus. Kecuali Najwa aq ajak liputan. Mau aq gendong kesana kemari sambil liputan," jawabku sekenanya.
Sampai malam ini pun istriku masih terbaring di tempat tidur.. aq ajak ke dokter ga mau, suruh pijit ga mau, suruh makan ga mau, suruh istirahat ga mau alasan Najwaku rewel terus. Trus gimana mau sembuh.. aq jadi bingung...

Depan Kantor Graha Pena saat menunggu tukang sate ngipas2, 27 Oktober 2008

Tidak ada komentar: