14 Oktober 2008

Birokrasi DKI Adopsi Sistem TNI


Ada Kepastian Hukum Hingga Kelurahan

Perampingan birokrasi di tubuh Pemprov DKI Jakarta sudah mencapai tahap akhir. Selama sepekan penuh, perampingan tingkat asisten, biro, bagian hingga subbag berhasil diselesaikan. Terhitung sejak Senin (13/10), nasib dinas-dinas beserta unit-unit kerja di bawahnya akan ditentukan.
"Perampingan sudah selesai 99 persen. Senin besok (hari ini) sudah siap dipaparkan," ujar Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto, kemarin.
Untuk menyusun struktur baru tidak terlalu banyak kendala yang dihadapi. Yang paling rumit justru membuat kerangka tugas masing-masing unit setelah digabung. Sebab, jika tidak hati-hati bisa tumpang tindih antara satu unit dengan unit lainnya. Untuk perampingan dinas, jika dikebut, diperkirakan membutuhkan waktu sekitar satu pekan. Selanjutnya, nasib para pegawai yang terkena perampingan yang harus dipikirkan.
"Birokrasi DKI tingkat provinsi kan gemuk sekali. Sementara tingkat kelurahan sangat kekurangan pegawai. Ini juga menjadi pekerjaan rumah kita," ungkapnya.
Sayangnya, Prijanto belum bersedia membeberkan akan dikemanakan nasib ribuan pegawai tingkat provinsi yang terkena perampingan itu. Mantan Aster TNI AD itu hanya menyatakan, tingkat kelurahan saat ini yang paling membutuhkan sentuhan reformasi birokrasi. Di tingkat bawah itu rata-rata hanya memiliki delapan pegawai untuk melayani ratusan ribu warga. Tragisnya, dari delapan pegawai tersebut, ada yang bukan PNS.
Wagub melihat kondisi tersebut sangat prihatin. Apalagi, dengan pegawai yang sangat minim tersebut banyak yang tidak ditunjang dengan fasilitas yang memadai. "Ada pohon tumbang, kelurahan dibilang lelet kok ga diangkat-angkat dan dibersihin. Gimana mau bersihin kalau truknya tidak ada, gergaji tidak ada," terangnya.
Begitu juga ketika ada keluhan sampah yang berserakan belum terangkut. Bukan pihak kelurahan yang tidak sigap, namun lantaran tidak didukung fasilitas yang memadai.
Setelah diusut, ternyata fasilitas yang ada dalam kelurahan tidak ada payung hukumnya. Apakah itu Perda atau Pergub. Termasuk kepastian personel di dalamnya. Kondisi tersebut menyebabkan kinerja institusi paling vital itu tidak bisa maksimal dalam melayani masyarakat banyak. Sebab, setiap ada kebutuhan mendesak tidak bisa segera mengajukan dalam anggaran daerah. Jumlah kelurahan di DKI sebanyak 267 keluarahan itu rata-rata mengalami masalah yang serupa. Meskipun ada juga yang sudah mandiri. "Kalau di TNI semua ada kepastian hukumnya. Berapa jumlah personelnya, berapa peralatan yang ada, anggarannya, semua jelas. Seharusnya kelurahan juga seperti itu. Apakah lewat Pergub atau Perda. Jadi kalau ada yang tidak beres, gampang identifikasinya," ungkapnya.
Prijanto menambahkan, satu hal lagi yang perlu direformasi terkait keberadaan sudin dan UPT di wilayah. Saat ini, masih banyak yang satu garis komando ke dinas. Idealnya, sudin atau UPT berada di bawah komando Walikotamadya. Sehingga, ketika ada persoalan di wilayah bisa langsung dikoordinasikan dengan unit teknis terkait. Sementara saat ini, akibat komando masih berada di bawah dinas, ketika wilayah membutuhkan bantuan sering terbentur persoalan birokrasi.
Sementara itu, menanggapi reformasi birokrasi di tubuh Pemprov DKI Jakarta, Direktur Eksekutif Forum Cipta Bangsa (FCB) Budi Siswanto menyatakan, perampingan yang dilakukan Pemprov jangan sampai dipolitisasi. Sebab, restrukturisasi birokrasi bukan hanya memangkas jumlah dinas, biro dan badan lainnya. Tapi lebih dari itu. Justru yang harus diperhatikan terkait kebutuhan akan peningkatan pelayanan publik. Yang terpenting, figur-figur yang dipercaya duduk mengisi jabatan tersebut adalah orang-orang yang memiliki komitmen akan pelayanan masyarakat. "Memiliki integritas menempati posisi. Bukan asal comot," ungkapnya. (aak)

Tidak ada komentar: