09 November 2008

Kemenangan Obama dan Eksekusi Amrozi Cs

Aq hanya ingin ngasih judul itu karena dua peristiwa itu berlangsung dalam satu rangkaian bersamaan. Kemenangan Obama yang jadi simbol kemenangan kaum minoritas. Sekaligus harapan baru bagi perubahan iklim perpolitikan dan kebijakan Amerika dan dunia di masa mendatang. Karena juga munculnya aksi terorisme di Indonesia tak lepas dari aksi untuk menentang kebijakan Amerika yang dianggap timpang dan selalu mengekspansi negara2 Islam dan menganggap ajaran Islam telah menciptakan para teroris.

***
Kemenangan Obama menuju Gedung Putih yang disambut meriah jutaan warga dunia. Tak terkecuali anak2 sekolah di berbagai kota di Indonesia. Seperti SD Menteng yang karena saking meriahnya hingga dikutip New York Time headline halaman utama. Maklum saja, kemenangan kaum "the black skin" yang tertindas selama ratusan tahun dianggap kemenangan bagi semua. Dunia sudah bosan dengan aksi2 rejim Bush yang selalu menebarkan teror. Ribuan bahkan jutaan umat manusia tewas sia2 akibat kebijakan yang tidak pro kemanusiaan itu. Palestina, Afganistan, Lebanon dan seluruh negara timur tengah pernah merasakan betapa menyakitkan imbas dari perang yang diklaim untuk menjaga perdamaian dunia itu. Tidak hanya negara Islam yang akhirnya menjadi benci, tapi juga negara2 komunis macam Rusia ato negara2 Eropa. Bahkan, paska penyerbuan Irak, warga Amerika sendiri semakin sadar bahwa peperangan yang ditebarkan Bush adalah sebuah kesalahan. Dan rame2 mereka mengutuk elit pemegang kebijakan negeri Paman Sam itu. Apalagi staf ahli gedung putih membeberkan fakta bahwa penyerbuan ke Irak ternyata bukan karena di negeri seribu malam itu telah ditemukan senjata pemusnah umat manusia. Alasan yang digembor2kan Bush di hadapan senat dan negara2 sekutunya itu tak lebih hanya kebohongan belaka. Senjata pemusnah itu tak benar2 ada. Tapi ribuan tentara telah dikirimkan. Ribuan peluru kendali telah diluncurkan. Ribuan umat manusia akhirnya menjadi korban. Tak terkecuali juga para tentara yang dikirimkan. Ribuan perempuan Amerika menjadi janda. Ribuan anak2 menjadi yatim piatu hanya karena orangtuanya menjadi bagian dari tim eksekutor kebijakan yang salah. "Stop war in Irak". Kata2 itu tak pernah lekang disuarakan ribuan aktivis pecinta kedamaian. Termasuk para janda yang suaminya meninggal di medan perang dan anak2 yatim yang kehilangan ayahnya. Peperangan hanya menebarkan kebencian, peperangan hanya menabur penderitaan tak ada habisnya.
Akhirnya, setelah sekian lama keluarga Bush menguasai Gedung Putih, masyarakat dunia menjadi lelah. Warga Amerika menjadi lelah. Tampilnya sosok Obama dianggap angin baru bagi perubahan Amerika dan dunia. Tapi apa benar begitu? pada saat semua orang histeris keadilan bakal datang, kedamaian bakal tiba setelah pria kulit hitam itu menguasai gedung putih, aq justru bertanya sekali lagi. Apa benar?
Boleh dong beda pendapat. Keraguan itu muncul karena ada kata2 Obama yang menjadi slilit. "Saya memang akan menarik pasukan dari Irak. Tapi saya akan menambah pasukan ke Afganistan,". What the hell is this?.. Tidaklah disebut perubahan jika pemimpin Amerika hanya berganti kulit. Perubahan hanya akan terjadi jika ada paradigma baru pemimpin Amerika. Begitu kata Ketua Parlemen Iran Ali Larijani yang dirilis sejumlah media internasional seperti AP, AFP dan CNN.
Obama memang jagonya pasar modal. Anjloknya ekonomi Amerika yang berimbas pada ekonomi dunia banyak yang optimistis bakal selesai setelah Obama naik ke Gedung Putih. Tapi bagaimana dengan kebijakan perang...perang...perang...yang dibenci semua orang itu, yang ternyata masih belum akan berhenti itu?..bagi yang tahu jawaban ini, silakan jawab...boleh dong qta berpikir beda.

***
Mari sejenak kita tinggalkan soal Obama. Eksekusi Amrozi CS. Tadi pukul 00.00, TV One dan Global TV live soal eksekusi trio bomber Bali I 12 Oktober 2002 itu. Lapas Nusakambangan, Serang, Banten tempatnya Imam Samudra dan Lamongan tempatnya Amrozi menjadi perhatian utama sorotan kamera. Dari layar kaca TV seorang reporter melaporkan Amrozi CS telah dibawa keluar dari Lapas pukul 23.00 untuk dieksekusi. Tapi hingga pukul 00.30 belum ada kabar apakah benar sudah dieksekusi atau belum lantaran jasad kaku para bomber belum sampai di klinik lapas yang sudah disiapkan. Di Serang, simpatisan Amrozi CS dari JI berduyun2 datang dengan meneriakkan kata2 kecaman yang diiringi gema suara takbir. Sementara di Lamongan, ribuan aparat kepolisian dari Polwil Bojonegoro tengah malam didatangkan untuk menjaga rumah Amrozi dan seluruh titik rawan di Lamongan. Malam itu, suasana rumah Amrozi sendiri sunyi senyap. Ponpes sendiri telah dinyatakan tertutup bagi kalangan wartawan. Sehari sebelumnya, para tetangga, simpatisan, kiai, ulama hingga tokoh partai datang silih berganti ke rumah bomber Bali I yang menunggu ajal untuk memberi dukungan moril kepada keluarganya.
Belum juga laporan dari TV memastikan Amrozi CS sudah dieksekusi atau belum, sebuah pesan singkat masuk di HP bututku. Jam dinding aq lihat sudah pukul 02.15 dini hari. Isinya begini: "Teman2, pagi ini jam 9 akan ada doa bersama dr teman2 Yayasan Anand Ashram,serentak d beberapa kota,atas eksekusi mati amrozi cs.Doa ini brtujuan agar arwah mrk d ampuni & d terima Tuhan Yang Maha Kuasa & agar tindakan seperti mereka tdk trulang lagi d Indonesia tercinta.Kt jg mndoakn bg para korban agar tenang & damai.tks,". Sms itu ga aq edit biar persis seperti aslinya yang dikirim. Begitu bangun tidur, hampir seluruh stasiun TV menyiarkan Amrozi CS telah dieksekusi pukul 00.15 dinihari. Jasadnya langsung diterbangkan ke rumah duka di Serang dan Lamongan. Suasana riuh menyambut jasad bomber tersebut. Teriakan takbir para simpatisan tak henti2nya diselingi kata2 trio bomber bukan teroris tapi mujahid.

***
Jika melihat suasana tersebut dan tidak tahu latarbelakang kenapa ketiganya dieksekusi mati, orang akan bertanya2. Mereka itu sebenarnya siapa sih. Pahlawan atau penghianat? bukankah tujuannya memborbardir Amerika. Tapi kenapa yang jadi korban warga setempat. Jika yang jadi korban turis asing, toh mereka juga tidak tahu menahu dan tidak ada kaitannya dengan kebijakan politik. Lalu kenapa harus dikorbankan? Apakah mereka tidak berpikir bagaimana nasib para anak yatim piatu yang orangtuanya tewas akibat bom yang mereka ledakkan. Siapa yang akan mengurus mereka, bagaimana masa depan anak2 tak berdosa itu tumbuh tanpa orangtua? wahai para martir, di mana hati nuranimu? bukankah Alquran dan ucapan Nabi Muhammad SAW telah sangat jelas. "Tidaklah diterima sholat seseorang jika menyia-nyiakan anak yatim". Lalu bagaimana dengan anak yatim di Bali? akibat bom, mereka tidak saja diciptakan menjadi yatim, tapi juga disia-siakan setelah menjadi yatim. Jihadul akbar, jihadun nafsi. Jihad yang paling besar adalah jihad melawan hawa nafsu. Nafsu untuk membunuh, merusak, atau menebar teror. Justru, disebut jihad jika seseorang mampu menebar kedamaian. Afsus salam bainakum. Sebarkanlah salam di antara sesamamu. Salam bukan hanya diartikan secara sempit dengan mengucapkan assalamualaikum. Salam lebih diartikan bagaimana seseorang bisa menjaga keselamatan sesamanya. Menjaga dan membantu. Mengentaskan kemiskinan, memberantas pengangguran, menjaga anak yatim, menularkan ilmu pengetahuan atau skill. Bukankah agama itu rahmatan lil alamin!

***
Ada dua kelompok besar ketika Amrozi CS dieksekusi mati. Pertama para korban. Jelas mereka mengecam keras aksi pengeboman itu dan menuntut agar trio bomber segera dihukum mati. Jika tidak, pemerintah dianggap lelet, ga punya sikap, ga pro kemanusiaan dan sebagainya. Kelompok lainnya, tindakan eksekusi mati yang dijatuhkan kepada trio bomber salah kaprah. Pemerintah dianggap kaki tangan Amerika. Ato kepanjangan tangan negara kafir. Isu teroris tak lebih hanya pesanan politik Amerika. Agar Indonesia tidak diembargo atau tidak diblacklist oleh Amerika layaknya Irak yang berujung munculnya klaim sahnya sebuah penyerbuan. Mengorbankan segelintir orang demi menjaga hubungan dengan Amerika (untuk tidak menyebut dunia) dianggap lebih nasionalis. Bahkan, ada kabar yang beredar, setiap ada penangkapan, Amerika bakal memberi bonus 100 juta US dolar. Tapi bukankah itu zaman Bush yang menyatakan Islam telah menciptakan para teroris. Tapi bagaimana jika kepemimpinan telah berganti kepada Obama yang dianggap kemenangan kaum minoritas, kemenangan kaum tertindas? wahai para martir, haruskah kalian tetap akan menebarkan teror sementara elit Amerika telah berganti? kebijakan politiknya barangkali? semoga jawabannya TIDAK alias cukup sudah pengeboman itu.
Dua sisi itu selalu muncul di dua kelompok yang bersebarangan. Para korban bom dan para simpatisan bomber yang dieksekusi mati. Dua2nya tak lebih hanya menebarkan kebencian satu sama lain. Jika mata dibalas dengan mata, yang ada hanya dendam. Lalu jika begitu, kapan negeriku ini akan damai?..

***
Aq sebenarnya ingin berpikir, eksekusi mati yang dilakukan pemerintah bukannya memutus mata rantai para teroris. Justru, eksekusi mati itu semakin mengobarkan dendam para simpatisan atau pengikut Amrozi CS. Eksekusi mati dianggap luka yang harus dibalas. Apalagi, media memblow up besar-besaran. Jika anda melihat suasana di rumah Imam Samudera di Serang atau Amrozi di Lamongan akan tampak betapa eksekusi itu telah memancing emosi. Teriakan takbir yang tak henti2nya, blokade pengikut Amrozi di pintu gerbang masjid atau pemakaman dengan tidak mengizinkan aparat memasuki areal tersebut adalah bukti nyata yang betapa amarah itu telah tersulut.
Sinyal itu jelas terlihat dari pernyataan Menlu Australia Stephen Smith yang melarang warganya berkunjung ke Indonesia dengan alasan dikhawatirkan ada aksi balasan dari kelompok atau simpatisan Amrozi CS. Bahkan sejak kabar Amrozi CS akan dieksekusi, para pengikutnya sudah berancang2 akan meledakkan sejumlah gedung yang menjadi pusat keramaian. Bukti nyata pada 23 Oktober lalu dengan ditemukannya 3 kg bahan peledak beserta alat2 lain di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Pelakunya yang bernama Wahyu itu siap akan meledakkan depo pertamina dan membalas elit negeri ini yang memerangi terorisme. Lagi2, kekerasan akan selalu dibalas dengan kekerasan. Teori spiral kekerasan itu memang tak pernah lekang oleh waktu.
Bagiku, untuk menghentikan terorisme di negeri ini tidak perlu ada hukuman mati yang bisa menyulut amarah para martir2 lain. Atau justru menciptakan martir2 baru. Apalagi tayangan media memblow up tak henti2nya. Justru, jika mau menghentikan terorisme, setelah pelaku ditangkap, hukumlah seumur hidup. Diasingkan ke tempat terpencil jauh dari jangkauan media dan masyarakat dan dijaga ketat. Dengan begitu, para teroris telah mati secara sosial. Terputus hubungan komunikasi dengan pengikutnya dan masyarakat luas. Tidak ada ekspose besar2an oleh media yang bisa menyulut amarah para pengikutnya atau menciptakan para martir2 baru.
Sementara untuk pencegahan dini, seluruh pemuka agama, rohaniwan harus bergerak secara intensif ke masyarakat menjelaskan apa sebenarnya inti agama itu. Termasuk menggandeng sejumlah ponpes yang ditengarai berhaluan garis keras agar secara sadar elit agama setempat juga bersedia memberi pemahaman kepada santrinya bahwa tidak ada agama yang mengizinkan adanya kekerasan. Jika itu dilakukan secara terus menerus, massal dan massif, bisa menjadi alat rekayasa sosial pencegah terorisme secara ampuh. Untuk bisa mencegah terorisme bukan dengan cara hukuman mati, tapi bagaimana mencuci kembali otak mereka, pikiran mereka dengan ajaran yang pro kemanusiaan, ajaran yang pro terhadap kedamaian. Ajaran tanpa kekerasan.
Dan kunci terakhir yang juga sangat menentukan, pemerintah juga harus konsisten dalam menegakkan keadilan. Jangan hanya kaum miskin, kelompok bawah di luar sistem yang diberangus, tapi juga elit2 politik jika terbukti bersalah juga harus dibabat habis. Intinya, jangan lagi ada diskriminasi.
Kemudian, dari sisi sosial, pemerintah harus memprioritaskan bagaimana memperkecil jurang kesenjangan antara yang kaya dan miskin. Pemberian kesempatan kerja seluas2nya bagi warga miskin, minoritas harus diutamakan. Pemberdayaan masyarakat bagi kelompok yang tidak mampu harus terus dilakukan hingga mereka bisa mandiri dari segi ekonomi. Yang lebih penting lagi, kebijakan yang tidak berpihak masyarakat banyak harus dihentikan.
Karena, kesenjangan itu juga bisa memicu tumbuh suburnya bom2 waktu yang bisa menjelma menjadi apapun. Apakah itu terorisme, premanisme hingga kerusuhan sosial.
Bukankah itu yang telah diterapkan Eropa. Buktinya mereka mampu mencegah munculnya aksi terorisme meskipun hukuman mati telah dihapuskan. Karena hukuman mati itu sendiri juga dianggap budaya jahiliyah yang mengebiri hak asasi manusia yang paling dasar. Yakni hak untuk hidup. Maka, negara yang pro kemanusiaan pun tak heran jika menghapuskannya. Karena, itu juga bisa mencegah aksi balas dendam atau aksi kekerasan susulan jika yang ditangkap merupakan pemimpin yang memiliki massa dalam jumlah besar. "Mencegah itu lebih baik daripada mengobati".

1 komentar:

samsulbahri mengatakan...

Tadi malam, kawan, saya agak terlambat tidur, selepas kita Chating. Saya juga tidak sempat melihat televisi. Di atas t4 tidur, sebelum mata saya sempat terpejam, terlintas bayangan bagaimana eksekusi malam itu berlangsung. Saya juga tidak tahu pada jam berapa persisnya eksekusi itu.

Saya membayangkan tiga tubuh pelaku bom Bali itu digiring dan diikat pada tiang pancang di bukit Nirbaya, tempat eksekusi itu berlangsung. Di bawah langit mendung, karena cuaca November.

Saya mencoba mengingat-ingat,, di film apakah saya pernah menyaksikan adegan eksekusi?? Dan saya hanya teringat "Schindler List" film yang disutradarai kalo tdk salah oleh Stephen Spielberg.

Para pekerja Yahudi di Krakow Polandia yang tak berdaya dan tewas dengan mudah di tangan Serdadu Amon Goethe yang diinfiltrasi tentara Nazi.

Hmm..Betapa mengerikannya eksekusi...