19 Maret 2008

Nasibmu korban Tewas Jalan Rusak..


Aq ikut prihatin dengan banyaknya korban tewas jalan rusak. Begitu mencoba membuka website TMC Polda Metro Jaya, disebutkan selama dua bulan terakhir jalan rusak sudah menelan korban 35 orang tewas. Sementara, sebanyak 283 orang lainnya luka-luka akibat terjerembab jalan berlubang.
Lalu apakah nasib mereka mendapat perhatian dari pemerintah setempat? Gubernur DKI Fauzi Bowo menyatakan, korban tewas jalan rusak itu bukan murni kesalahan pemerintah. Ada juga faktor human error. "Kan mereka ada asuransi.." kata Foke, sapaan Fauzi Bowo.
Setali tiga uang, Wakil Gubernur DKI Prijanto menyatakan, jika korban tewas harus dibiayai pemerintah, tidak ada dana untuk itu. Semua pos sudah diprogramkan secara terencana dan tidak bisa begitu saja diotak-atik. "Kalau kerohiman memang ada dan sudah saya perintahkan untuk memberikannya," katanya.
Bukankah dana pajak kendaraan bermotor sebagai penyumbang PAD tertinggi yang jumlahnya mencapai Rp 10,6 triliun. "Kita ini masih negara berkembang, tidak bisa pajak dari kendaraan khusus untuk fasilitas pengguna jalan. Apa mau pendidikan telantar..apa mau kesehatan telantar..," begitu kelit Prijanto.
Sungguh kasian korban tewas jalan rusak. Apakah benar asuransi bisa diklaim. Apalagi jika itu asuransi yang nempel waktu pembuatan SIM. "Sampai mampus ga bakalan bisa cair," kata Heru, wartawan Bisnis yang nyeletuk karena pernah mencoba membantu klaim asuransi korban jalan rusak. Mungkin bagi mereka yang ikut asuransi beneran bukan abal2, ada kemungkinan asuransi bisa keluar. Tapi apa benar mereka mengikuti asuransi. Bukankah yang mengendarai sepeda motor golongan menengah ke bawah? "Kita syukurlah kalau ada uang kerohiman. Tapi apa benar sudah disampaikan kepada yang berhak," tanya sekretaris komisi B Nurmansyah Lubis.
Sebenarnya, untuk memberbaiki jalan rusak, dewan sudah setuju untuk menggunakan dana cadangan sebesar Rp 500 miliar. Tapi, eksekutif tuding dia tidak pernah respon dan mau duduk bersama. "Kalau mau bilang mau pake dana cadangan untuk perbaikan jalan rusak, kita pasti setujui. Tapi ga pernah eksekutif berinisiatif," katanya.
Tak jauh beda dengan dewan, eksekutif juga menuding dewan dengan memanfaatkan kondisi jalan rusak untuk konsumsi politik. "Memperbaiki jalan rusak bukan seperti membuat martabak," begitu jawab Foke seperti yang saya tulis di Harian INDOPOS, 18 Maret 2008.
Jika dewan memang benar serius memikirkan nasib rakyat, kenapa dana jalan rusak dipotong. Begitu kata Foke marah besar. Dari Rp 54 miliar yang diajukan, yang disetujui hanya Rp 27 miliar. Padahal, tahun 2007 saja, dana perbaikan jalan rusak dianggarkan Rp 40 miliar. Sementara, tahun ini, jumlah jalan rusak semakin parah. Jauh lebih parah dari tahun kemarin.
Menurut Wakil Kepala Dinas Pekerjaan Umum Budi Widiantoro, hingga Selasa (18/3) kemarin, perbaikan jalan berlubang yang sudah dikerjakan baru sebanyak 21 ribu meter persegi atau 4,6 persen dari total jalan rusak 456 ribu meter persegi. "Kenapa yang sudah diperbaiki tidak pernah diberitakan, sementara yang muncul selalu saja yang rusak..Kita memperbaiki itu secara bertahap," kata Foke sekali lagi mencoba protes atas pemberitaan yang ada.
Bagi aq, secara subyektif, jika mental pejabat kita hanya mau diberitakan apa yang sudah dikerjakan atau yang baik2 saja, sementara borok tak pernah dibongkar atau bahasa halusnya diingatkan, mau jadi apa kota ini. Tidak diberitakan saja, penanganan masih lelet, apalagi hanya didiamkan.
Jika teringat soal ini, aq kembali teringat saat ditegur kepala humas dan protokol Pemprov DKI Arie Budiman. Pria berkacamata itu marah besar setelah aq menulis dugaan korupsi Dispenda atas pajak yang masuk senilai Rp 19,6 miliar lantaran perbedaan angka yang ada di kantor kas daerah dan Dispenda berbeda. Sementara angka yang ada di Dispenda nilainya jauh lebih kecil. Institusi pendulang rupiah Pemprov itu kembali aq gebrak setelah dewan menemukan selisih angka kendaraan bermotor yang ditengarai ada indikasi penyelewengan jumlah pajak yang masuk senilai Rp 800 miliar. "Kalau menulis lihat2 siapa yang ngomong dan apa motifnya," begitu Arie Budiman marah2.
Aq hanya menjawab singkat. "Saya tidak menulis jika itu tidak ada manfaatnya untuk kepentingan masyarakat banyak. Kalau bukan kita yang ngawal program pak Fauzi soal clean governance, lalu siapa lagi," kataku singkat.
Aq menulis seperti itu karena prihatin. Sebab, banyak di antara program yang digembor2kan untuk kepentingan masyarakat banyak terbengkelai. Sebut saja yang bisa dilihat di depan mata soal jalan rusak yang telah menelan korban jiwa, banjir yang hampir setiap hari datang, atau macet yang setiap hari menghadang. Untuk mengatasi itu semua, mulai dari Gubernur hingga kasubdit selalu saja bilang tidak ada dana. Kalau tidak ada dana, setidaknya jangan ada lagi yang mencoba main proyek. Nasib korban tewas saja ga pernah terurus. Begitu aq mencoba menulis.
"Tahun depan kita akan coba programkan asuransi bagi warga Jakarta. Agar kalau terjadi kecelakaan ada jaminan bakal dapat santunan," begitu janji Nurmansyah dengan memberi isyarat kepada Prijanto.
Apakah akan terealisasi? atau cuma janji2 seperti saat kampanye? "Semoga tidak,". Aq, kamu, atau siapapun warga Jakarta yang pernah merasakan tergilas akibat kesemrawutan penataan Kota Jakarta pasti akan mendukung penuh janji itu. Paling tidak, itu bisa menenangkan anak kita, keluarga kita, tetangga kita atau siapapun yang sedang terkena musibah.
Aq membayangkan, jika rumah Gubernur atau keluarga Gubernur atau pejabat teras lainnya kebanjiran, pasti penanganan banjir akan lebih cepat. Atau jika, Gubernur atau keluarga Gubernur atau pejabat teras lainnya pernah merasakan terjerembab akibat jalan rusak, pasti penanganan jalan rusak tidak akan terbengkelai seperti saat ini.
Karena, siapapun akan sepakat, pengalaman adalah guru yang terbaik. HANYA, keledai yang sengaja masuk ke dalam lubang yang sama.

Saat senja di pojok Balaikota menjelang libur, 19 Maret 2008

Tidak ada komentar: