14 Maret 2008

Pulau Karam, Masa Depan Suram


Pulau Karam, Masa Depan Suram

Ancaman karamnya tujuh pulau di kawasan Pulau Seribu menghentakkan kesadaran kita. Bahwa alam sudah mulai bosan bersahabat dengan kita..begitu kata Ebit G Ade.. keangkaramurkaan dan keserakahan tangan-tangan manusia menjadi pemicu tenggelamya pulau di utara Jakarta itu. (Soal ini aq tulis di Harian INDOPOS, 14 Maret 2008).
Di antara pulau yang sudah tenggelam itu, Pulau Ubi Besar, Pulau Ayer serta Pulau Dapur. Sementara beberapa pulau yang menurut analisa pakar lingkungan akan tenggelam dalam waktu dekt itu seperti Pulau Laga, Pulau Kayu Angin Sepa, Pulau Kapas, Pulau Belanda, Pulau Kaliage Kecil, Pulau Gosong Sepa serta Pulau Kelor yang luasnya kurang dari satu hektare karena terus menyusut. Baik karena abrasi maupun lantaran pasir pulau tak berpenghuni tersebut diekploitasi besar-besaran demi sebuah bisnis untuk meraup segepok rupiah.
Bagi kalian yang suka baca berita-berita isu lingkungan, mungkin informasi tenggelamnya pulau kecil dianggap SUDAH BASI. Sebab, selama beberapa dekade terakhir, itu tersebut pernah menghiasi halaman depan sejumlah surat kabar terkemuka negeri ini selama berminggu-minggu.
Tapi bukan informasi itu yang perlu kita ributkan. Tapi lebih pada penyebab kenapa pulau bisa sampai tenggelam.. kenapa terjadi penyusutan pulau yang awalnya berhektar-hektar kini menjadi hanya secuil tanah dan tinggal menunggu waktu bersatu dengan air laut.. Apakah karena proses alam yang memang begitu...atau ada alasan lain yang lebih bisa diterima akal.. Bukan setiap ada asap pasti sebelumnya ada bara atau api?...(Begitulah gambaran isi kitab suci yang pernah saya dengar saat melintas di mushola saat di kampung dulu). Kerusakan yang ada di langit dan bumi karena ulah tangan-tangan manusia yang tidak bertanggungjawab...(Dhoharol fasadu fil ardhi wal bahri bima kasabat aidin nass...kalau ada yang salah mohon dikoreksi). Mustahil terjadi kerusakan tanpa adanya campur tangan ulah manusia yang sengaja mengekploitasi demi kepentingan bisnis mereka..
"Ya..memang pulau yang tenggelam itu karena dulu tanahnya diekploitasi untuk pembangunan runway Bandara Soekarno Hatta di Cengkareng," kata Bupati Pulau Seribu.
"Tapi kami sudah berusaha untuk menghentikan eksploitasi tanah itu. Kecuali untuk membangun bangunan di pulau," kata Bupati meyakinkan pulau tidak akan tenggelam lagi di kemudian hari."Benarkah itu...? bukankah air laut terus meningkat dari sekitar 5 cm per tahun. Sudah berapa meter jika 10 tahun ke depan, 20 tahun ke depan, 30 tahun ke depan atau 50 tahun ke depan... belum lagi permukaan air tanah terus merosot sekitr 40 cm per tahun...SUNGGUH TRAGIS...apakah ini tanda-tanda mau kiamat.. (wallahu a'lam..)
"Tapi, bagiku, mungkin juga bagi kalian semua..mau kiamat hari ini atau besok atau kapanpun bukanlah persoalan yang perlu kita ributkan.. yang paling penting saat ini bagaimana menyelamatkan hidup saat ini dan masa depan anak cucu kita di masa yang akan datang..
Bagiku, teori SURVIVAL OF THE FITTES, harus dirubah total paradigmanya. Untuk bisa terus survive, tidak hanya yang menyangkut persoalan perut, kelamin atau status sosial.. (Itu dah basi..kita punya otak..kita punya akal.. yang bisa berpikir..akankah kita korbankan masa depan anak cucu kita dengan menumpuk segepok rupiah sementara kita tidak memberi ruang harapan hidup bagi anak cucu kita di masa yang akan datang..
"Kita mungkin kaya raya saat ini... semua kita korbankan demi apa yang disebut DUIT.. lalu kita dengar lantunan syair Ebiet G Ade..alam pun bosan bersahabat dengan kita..banjir datang menenggelamkan 60 persen Kota Jakarta..tsunami pun menggulung kota Aceh..gempa bumi menggoncang Kota Jogja, Pangandaran...dan seterusnya..
Sementara..kita tidak pernah berpikir, jika lingkungan rusak..tatatan sosial rusak..dunia menjadi carut marut..apakah anak cucu kita masih bisa disebut punya masa depan..???
Aq bicara ngalor ngidul seperti itu sebenarnya mau mengatakan, tenggelamnya puluhan pulau atau yang saat ini masih terancam bukan karena eksploitasi di pulau seribu sendiri..tapi ada faktor lain yang juga ikut menyumbang hancurnya masa depan anak cucu kita..
Aktifis lingkungan tidak henti-hentinya menyuarakan, proyek pengurukan (reklamasi) pantai utara Jakarta sepanjang 30 km telah mengubur masa depan penduduk di sekitar pantai..terumbu karang menjadi rusak, biota laut menjadi punah.,.nelayan menjadi pengangguran..
Sementara tanah nelayan yang diuruk menjadi bangunan apartemen pencakar langit, hotel berbintang, restoran mewah, industri pembuat polusi..(karena kenyataannya seperti itu. sampah limbah industri telah mencemari laut sepanjang 30 km dari garis pantai..)..atau apapun bangunan yang dianggap bisa mendulang rupiah bagi pemerintah atau segelintir orang berdasi..
Dalam beberapa tahun saja, kehidupan nelayan pinggir pantai tidaklah lagi bisa kita lihat yang hidup bersahabat dengan alam..gubuk-gubuk reot yang yang dipenuhi orang-orang berwajah kumuh sambil bercerita bagaimana tangkapan ikan esok hari..atau ada yang menunggu pagi sambil melempar kartu remi dengan setenggak tuak..atau ada yang sekadar melepas hasrat di tempat sepi bersama perempuan malam dengan tarif goceng..atau ada yang sedang meringkuk di gubuk kedinginan bersama istri dan anaknya.. (terlepas positif dan negatifnya..yang jelas mereka tidak pernah merusak alam apalagi merugikan orang lain atau bahkan membunuh masa depan anak cucu mereka..). "Tapi kan di Singapura nyatanya tidak terjadi apa-apa. Ribuan hektare diuruk juga tidak menyebabkan pulau tenggelam..," kata Gubernur DKI Sutiyoso kala itu saat memprakarsai proyek reklamasi pantai utara untuk bangunan komersial. "Kalau alasan pemanasan global alasannya...mereka tidak melakukan reklamasi juga mengalami imbas yang sama..lalu kenapa harus kita hentikan..," katanya semakin tidak masuk akal.
Setali tiga uang, Gubernur penerusnya tidak jauh berbeda. Fauzi Bowo juga tidak ingin proyek yang sudah digarap setengah jalan itu dihentikan. Meskipun Menteri Lingkungan Hidup telah menggugat dan hingga saat ini belum ada keputusan di tingkat Mahkamah Agung. Semua itu harus dilihat negatif dan positifnya..kalau tidak kita tata, pantai Jakarta akan tetap kumuh.. tapi beda jika telah direklamasi dan dibangun bangunan komersial..hasilnya jelas buat PAD..lagipula, lahan di DKI sudah sangat sempit dan butuh pengembangan," begitu alasan Foke, panggilan Fauzi Bowo memperkuat pendahulunya.
Apakah kalian sepakat dengan alasan itu? (aq belum pernah menjadi pejabat..jadi tidak tahu persis apa yang ada di kepala mereka..tapi yang aku tahu..setiap pembangunan di DKI selalu saya dengar untuk kemanfaatan publik masyarakat banyak..itu yang aq dengar setiap hari di kantor gubernur Merdeka Selatan).
Lalu manfaat untuk siapa..? masyarakat yang mana..Mungkin kalian lebih tahu jawabannya. YANG JELAS, masa depan anak cucu kita telah sirna dengan sirnanya pulau-pulau yang nasibnya tidak jauh berbeda dengan masa depan anak cucu kita di masa yang akan datang...

Pulau Untung Jawa, 14 Maret 2008

Tidak ada komentar: