12 Maret 2008

Macet Jalur Busway dan Ketidakdisiplinan TNI


Pemprov DKI telah berjuang mati-matian untuk mensterilkan jalur busway. Sejak kali pertama dibangun 2004 lalu, busway memang ditentang hampir sebagian besar masyarakat. Macet..bising..polusi.. begitulah yang banyak dikeluhkan bertahun-tahun hingga rejim DKI pun berganti dari tangan Sutiyoso ke tangan Fauzi Bowo. Tapi kondisinya tetap sama, busway tetap dituding biang macet meski banyak faktor lain yang juga bikin jalananan tambah runyam. Semisal angkot yang sembarangan berhenti mendadak atau sengaja ngetem berlama-lama menunggu penumpang datang. Padahal, puluhan kendaraan sedang antre di belakangnya telah memanjang. Tapi sopir angkot sepertinya tidak peduli. (Bodo amat dengan suara klakson yang bising..yang penting gue dapat penumpang..begitu kali pikiran yang ada di kepala sopir angkot). Sebab, meski telah diperingatkan berulang-ulang, sikap sopir angkot ini tidak pernah berubah.. (begitu juga ulah para PKL, parkir liar mobil2 mewah yang sengaja diparkir di badan jalan..kemana otak mereka..padahal sudah diperingatkan ribuan kali hingga diancam derek).
Belum usai masalah macet di jalan protokol, jalur busway yang sengaja didesain agar angkutan massal bisa melenggang ternyata juga terjebak kepada kemacetan. Sepertinya pengguna kendaraan pribadi, angkutan umum, sepeda motor tidak rela terjebak kemacetan sendirian. (Susah harus dibagi..begitu kali pikir mereka..). Program Pemprov DKI yang dicetuskan Sutiyoso itu pun kembali semrawut. Sebanyak 200 ribu pengguna busway per hari yang dulunya pengguna kendaraan pribadi dan beralih ke angkutan massal itu pun dikecewakan. Untuk sampai dalam jangka satu kilo saja harus berjam2. Para penumpang pun frustasi. Mereka beramai-ramai meninggalkan busway. BLU Transjakarta mencatat, sebanyak 20 persen pengguna busway kembali menggunakan kendaraan pribadi. (Toh naik busway juga sama2 macet..lebih enakan naik mobil pribadi..ber-AC meski macet..apalagi disamping kemudi ada cewek cantik yang menemani..pasti lebih nyaman dibanding naik busway yang juga berdesak-desakan tak jauh beda dengan naik angkot..begitu alasan mereka saat ditanyakan kenapa kembali menggunakan kendaraan pribadi).
Ketika kemacetan semakin menggila, Pemprov DKI bersama Polda Metro Jaya pun menggelar operasi Jala Jaya dengan membuat kebijakan buka tutup yang mengizinkan kendaraan pribadi boleh masuk jalur busway asal seizin petugas. Sayangnya, kebijakan itu hanya terkesan proyek. Para petugas hanya rajin berjaga selama tiga bulan pertama. Selebihnya, praktis tidak ada lagi satupun petugas yang berjaga. Baik polisi, Dishub atau Satpol PP. Pelanggaran pun seperti ditoleransi. Menerabas jalur busway sudah menjadi kebiasaan dan dianggap sangat lumrah. Apalagi saat kemacetan mulai memanjang. Lagi-lagi, Pemprov DKI dan Polda Metro Jaya tergagap kenapa jalur busway tidak steril dan banyak diterabas kendaraan pribadi. Jawabannya, Dulu diizinkan...sekarang keterusan. "Kalau pelanggaran terus ditoleransi, bagaimana anak cucu kita nanti..tidak bisa membedakan mana yang dilarang dan mana yang dibolehkan," begitu kata Gubernur DKI Fauzi Bowo marah-marah.
Sebanyak 2.500 pasukan pun dikerahkan untuk menjaga setiap pintu masuk jalur busway. Tapi ada yang aneh. Saat itu, pagi sekitar pukul 08.30, sebuah truk warna hijau di jalur busway Buncit, Mampang Prapatan nekad menerabas jalur busway. Pada saat yang sama, petugas sedang menghadang di pintu masuk jalur itu. "Tot..tot..tot.." begitu klakson truk tentara itu mengancam petugas yang sengaja memblokir itu agar segera menyingkir agar truk yang berisi pasukan berbaju loreng itu bisa lewat. "wuuuuushhhh,". Truk tentara itu masuk jalur busway. Petugas yang mencoba menghadang pun hanya terburu2 minggir dan hanya bisa geleng-geleng kepala.
Beberapa saat kemudian, puluhan kendaraan pribadi ikut menyusul di belakang truk. Tapi apa yang terjadi, aparat segera menghadang dengan mengusir mereka untuk kembali terjebak dalam kemacetan. (DISKRIMINASI..begitu pasti pikir mereka). (Soal kedisiplinan TNI ini aq tulis dua kali, terakhir aq tulis di Harian INDOPOS, 12 Maret 2008).
Tapi, perlu diketahui, sikap petugas itu tidaklah salah. Yang tidak disiplin itu rombongan tentara yang naik truk yang sengaja menerabas jalur busway. Sebab, larangan masuk jalur busway itu sudah dinyatakan untuk semua kendaraan umum dan pribadi. Kecuali dalam keadaan mendesak seperti kebakaran, banjir, kemacetan yang panjang atau ada aksi massa. (Artinya, mereka yang TIDAK disiplin dong...BEGITULAH KENYATAANNYA..bukankah mereka dibayar dengan uang rakyat untuk bisa hidup disiplin agar bisa menyelamatkan negara ini jika terjadi huru-hara...tak tahulah kita..karena itulah mental tentara kita...Tapi inga' ngga semua lho..ITU OKNUM).
Wakil Gubernur DKI Prijanto pun merasa dipecundangi. Sebagai mantan Aster TNI AD, dia merasa perlu untuk menegur aparat tentara yang sengaja melanggar aturan itu. "Saya sudah bilang ke Pangdam Jaya...kita kasih toleransi satu bulan..jika melanggar lagi tilang," kata Prijanto.
Kenapa harus satu bulan? alasanya banyak. Tentara dianggap tidak tahu kalau jalur busway dilarang dilewati kecuali angkutan massal itu. Apa mereka tidak melihat rambu lalu lintas yang jelas-jelas terpampang di pintu jalan..atau apakah mereka memang sengaja melanggar karena merasa bagian dari golongan elit negeri ini. "Siapapun sama di hadapan hukum..siapapun yang melanggar harus dikenai sanksi," tegas Fauzi Bowo. Apakah di hadapan hukum ada pengecualian? lagi-lagi Foke dengan lantang menjawab, "Tidak...".
Memang, jika dilihat dari kacamata sosial, tidak disiplinnya tentara dengan masuk jalur busway hanya salah stu contoh kecil dari ribuan contoh tentang masih banyaknya diskriminasi di negeri ini. Di Jakarta ini.. Masih untung ditegur, tidak jarang yang justru dicari pembenarannya dan bahkan ada yang sengaja didukung oleh pemegang kekuasaan. Alasan yang dibuat pun banyak. Mereka berbeda, mereka bukan rakyat miskin. Mereka penjaga negara ini..atau seabrek alasan lainnya. Begitu juga jika yang melakukan kesalahan seorang pejabat..HANYA dengan cincaw, semua beres..syukur-syukur ada yang ketangkep KPK atau kejaksaan..itupun hanya segelintir pejabat yang tidak bersahabat atau memang sengaja dikorbankan..karena dianggap tidak pernah bagi2 manfaat..SEMOGA INI BUKAN HANYA PRASANGKA).
Tapi lain halnya jika yang melanggar itu rakyat miskin. Pengemis, pengamen, pemulung, semua dianggap sampah di Kota ini. Mereka harus disingkirkan karena membuat kenyamanan menjadi hilang... apakah ada kata MAAF? jawabannya TIDAK..(banyak alasan yang bisa menjustifikasi..melanggar Perda ketertiban umum..melanggar ini itu atau apapun seabrek alasan yang sengaja dibuat dan bahkan dibuat dalam bentuk undang-undang...).
Ucapan bang Foke setidaknya masih memberikan angin segar. Meskipun kita tidak tahu apa bentuk realisasinya. Terlepas diwujudkan atau tidak, kita warga Jakarta wajib bersyukur masih ada iktikad baik dari pemimpin kota ini yang semakin lama semakin semrawut dan ketidakadilan terjadi di mana-mana.

Saat senja di pojok Balaikota, 12 maret 2008

Tidak ada komentar: