13 September 2008

Demi Oma, Najwa Kecilku Naik Angkot Ngebul..


Seharian kemarin aq mengajak si kecil Najwa Syifa jenguk omanya di Bekasi. Dari sejak Kamis (11/9) pagi hingga sore, telepon terus berbunyi yang mengabarkan mama sakit. Nyonya Klementin adalah mama kandung istriku Shelvia Jaflaun. Usianya kini sekitar 80 tahunan. Suaminya sendiri, ayah kandung istriku pak Arie Arche Jaflaun sudah lama dipanggil Yang Kuasa. Tepatnya setelah pak Frans Seda lengser dari Menteri Perhubungan. Kebetulan saat itu pak Arie adalah sekprinya. Sejak lengser itulah, pak Arie mulai sakit-sakitan. Tidak hanya karena usia, tapi juga karena kecapaian barangkali. Bisnis kopra yang sejak lama dirintis pun mulai ambruk karena ga ada yang ngurusi. Semasa hidupnya, pak Arie menikahi empat perempuan. Hingga saat ini, yang masih bertahan hidup hanya dua orang. Mama Bogor yang menjadi istri ketiga dan mama Bekasi yang menjadi istri keempat atau terakhir. Dari istri terakhir itulah lahir istriku Shelvia Jaflaun, Marselino Meluwar, Olivia Jaflaun dan Irene Jaflaun. Yang aq salut, dari dua perempuan istri pak Arie itu, keduanya sangat akrab.
Meskipun sudah tua renta, cintanya kepada suaminya masih terlihat menyala-nyala. "Itu pak arie arche datang," kata mama Bogor mengigau suatu waktu saat kami berkunjung ke Pagelaran, Ciomas, Bogor. Ucapan itu terus menjadi bayang2 pikirannya di saat memasuki usia uzur. Bahkan, saking cintanya, surat cinta yang dikirimkan pak arie hingga saat ini masih disimpan rapat2.
Begitu juga dengan mama Bekasi. Cintanya kepada pak Arie juga tak pernah memudar. Setiap kami datang, ingatan yang terbayang selalu lelaki kriting berwajah indo itu. Maklum, konon kabarnya, kakek istriku dari Belanda. Sedangkan istrinya dari penduduk lokal Ambon.
"Ibu harus datang ke Bekasi secepatnya. Nyonya Klementin darahnya naik terus," kata suara dari seberang lewat telepon kepada istriku. Suara pagi hari itu kembali dipertegas pada sore harinya.
Mendengar kabar mamanya sakit, istriku panik. Tapi aq bilang, ga papa ke Bekasi. Tapi harus ada temannya. "Telpon ina atau kakmino biar nemenin. Masak tega si kecil sendirian naik bus kota ke Bekasi," kataku. "Bilangin, tar qta yang ongkosin transport dan biaya obatnya mama. Cuma nemenin doang," kataku lagi. Sebab, pada hari biasa, aq belum bisa beranjak kemana2 sebelum brita beres. Biasanya sekitar pukul 18.30. Tapi ga mungkin jam segitu harus ke Bekasi nemenin istriku.

Tapi apa mau dikata. Dari hasil percakapan di telepon, kakmino katanya ga bisa karena harus masuk pagi mpe sore. Irene alias ina gendut juga bilang ga da waktu karena lagi syuting jadi figuran di Puncak karena nutup biaya kontrak rumahnya. Sementara Opi sangat ga mungkin karena baru saja melahirkan. "Trus piye, kalau anaknya ga ada yang punya waktu, saudara-saudara kandungnya ga ada yang peduli, ya siapa lagi kalau bukan qta yang harus ke sana," kataku singkat. Awalnya istriku mau nekad berangkat ke Bekasi sendirian ditemani si kecilku Najwa Syifa yang baru berumur 1,5 bulan. Tapi aq bilang jangan. "Tar ayah usahain. Habis door stop gubernur ato wagub langsung qta mluncur ke Bekasi," kataku mencoba mencarikan solusi.
Sialnya, Jumat pagi itu, semua pejabat Pemprov DKI lagi pergi ke Pulau Seribu. Dari Pak Kumis (sebutan gubernur), wagub hingga sekda. Balaikota sepi melompong. Trus piye?
Kuputuskan untuk menunggu seraya memilah2 isu apa yang teraktual hari ini yang bisa dirunning tanpa menunggu mereka. Pukul 14.00, semua bahan brita sudah beres. Aq langsung meluncur balik arah ke Ulujami untuk jemput istriku. Kami memutuskan naik bus metromini 609 jurusan Meruya-Blok M. Bus melaju sangat pelan dengan suara yang cukup bersik. Tidak hanya karena jalan yang bergelombang, tapi juga karena sejumlah komponen bus yang menurutku sudah banyak yang tidak layak. Sebentar-bentar bus berhenti. Sopir pun begitu cuek berhenti di tengah jalan sambil mencari2 penumpang seraya mengobrol dengan orang yang duduk di bangku paling depan. Sementara di belakang bus, sepeda motor, mobil terus mengklakson kesal. Dalam bus, aq sendiri juga ingin emosi. Oh seperti ini kelakuan para sopir bus kota atau angkot yang tiap hari bikin macet Jakarta itu. Inginku mengumpat, tapi kutahan. Aq mencoba menengok Najwa Syifa anakku. Dari balik gendongan tertidur pulas. Istriku hanya ketawa kecil. "Ini namanya bus kota anakku. Berisik, berasap, panas dan berdesakan," katanya.
Sepanjang perjalanan menyusuri jalan raya Ciledug-Blok M, kemacetan seperti tak pernah henti2nya. Yang membuat jengkel, begitu sampai di flyover Pasar Kebayoran Lama, semua penumpang disuruh turun dan dioper dengan bus di belakangnya. Tidak hanya aq atau istriku yang tambah kesal, seluruh penumpang juga pada protes. Pukul 15.00, kami sampai di terminal Blok M. Bau asap bus kota mulai tercium. Dari paling belakang hingga di ujung paling depan, semua bus saling berlomba mengeluarkan asap tebal diiringi raungan suara bus yang memekakkan telinga. Dari trotoar, kami berlari2 kecil mencoba menghindari asap, berhasil melewati satu bus, di depan bus sudah menunggu dengan asap menyengat. Jika dihitung ada sekitar 30 barisan bus di sisi kanan yang semuanya mengeluarkan suara bising dan asap tebal.
Kulihat sekeliling, para calon penumpang lain yang juga tengah berjalan kaki mencari bus tujuannya juga pada tutup hidung. Aq langsung menegur istriku untuk mempercepat jalannya seraya menutup rapat wajah anakku. Rambut anakku juga terlihat basah dengan keringat. Aq hanya mengusapnya dengan tangan. Tapi tampaknya Najwa kecilku tak terganggu dengan berantakannya Kota Jakarta. Setelah naik bus besar, perasaan sedikit lega. Tapi baru 5 menit perjalanan, dua orang preman masuk ke dalam bus. Tangannya bertato, suaranya cadel. Bukan untuk mengamen, tapi menurutku untuk merampok secara halus. "Saya tidak ingin ada penumpang di bus ini yang menyombongkan diri. Saya tidak mau mengemis, tapi saya meminta kerelaan para penumpang sekalian menyisihkan recehannya," katanya dengan diselingi racauan tak jelas. "Daripada saya merampok bapak ibu sekalian, lebih baik saya meminta baik2," katanya lagi setengah mengancam.
Emosiku mendadak naik drastis mendengar ancaman itu. Inginku berdiri untuk menggampar wajah dua preman itu. Kalau perlu kutikam biar mampus. Tapi niat itu aq urungkan setelah melihat Najwa kecilku terengah2 kepanasan dalam bus. Istriku yang mengalah dengan memberinya uang ribuan. "Kemana Pak Chairul(Kapolres Jaksel). Mahasiswa demo aj dibabat, preman2 setan seperti ini dibiarkan berkeliaran. Ato jangan2 die takut.. ato justru emang dipelihara!, " kataku dalam hati geram. Satu jam perjalanan, sekitar pukul 16.30, kami sampai di Bekasi. Di kamar, mama terlihat sangat lemas. Istriku langsung menubruk mamanya dan menciuminya. Anakku juga langsung didekatkan ke wajah omanya yang sedang terbaring di atas ranjang. Senyum mulai mengembang di bibir perempuan rambut putih itu. Istriku langsung menyerahkan uang untuk beli obat kepada perempuan yang merawatnya. Sementara Najwa aq gendong dan bercanda2 dengan omanya. "Rambutnya keliting kayak omanya...persis banget...," kata istriku memecah suasana.

Kami pun gantian, selama istri dan anakku bersenda gurau dengan omanya, aq keluar untuk menuntaskan brita yang belum aq ketik. Begitu azan magrib tiba, aq hanya minum air mineral dan mengambil sebatang rokok untuk kemudian melanjutkan ngetik via hp kembali. Pukul 20.00, kami memutuskan untuk pamit kembali ke Jakarta. Bergantian kami pamitan dengan mama. Istriku mendekatkan anakku di dada omanya. Anakku tidak banyak bergerak dengan menendang2kan kakinya seperti biasa. Omanya memeluk dengan erat. Dari bibir mungil anakku terdengar suara meracau seperti mengatakan sesuatu. Setelah pamitan, kami terpaksa ke terminal naik ojek. Soalnya, jam segitu angkot sudah tak ada yang lewat. Berbeda dengan saat berangkat, saat pulang itu, suasana terasa sangat nyaman. Para pengamen yang datang silih berganti terlihat sangat sopan. Lagu2 yang dinyanyikan juga banyak yang hit. Salah satu lagu yang aq suka dan dinyanyikan oleh pengamen lagunya ST 12. Kontan para penumpang tak henti2nya mengulurkan recehannya seraya memberi komentar. "Untungnya bukan Aris (indonesian idol)...coba kalo aris, gw kasih lebih dech," kata salah seorang penumpang. Dengan suara mendayu2 dan penuh penghayatan, membuat anganku melayang. Perempuan cantik yang duduk di depanku yang sedang bercakap2 dengan pacarnya semakin menambah warna dalam lamunanku. Teringat saat jatuh cinta dulu. Begitu syahdu, bahagia, senang bukan kepalang, sedih banget atau putus asa.
Tak terasa, bus sudah sampai di terminal Blok M. Kami turun dan kembali berjalan menuju tempat pintu keluar bus. Kali ini, asap bus lebih ganas. Baunya sangat menyengat, kebulannya terlihat di mana2. Hampir satu jam lebih kami harus berkubang dengan asap hitam itu. Pukul 22.00, kami baru dapet bus 609 jurusan Meruya. Buru2 kami masuk dan mencari tempat duduk. Bukannya lebih nyaman, justru di dalam bus kami semakin tersisa. Bus hanya melaju beberapa jengkal dan berhenti lagi. Asap tebal mengepul ke sisi kanan dan kiri bus yang kami tumpangi. Saking banyaknya, mata terasa sangat pedih. Para penumpang yang berada di dalam bus atau yang baru masuk bus juga menutup hidungnya dengan sampu tangan seraya mengernyitkan matanya atau sesekali mengusap matanya. Ada juga yang batuk2.
"Keterlaluan...terminal apa ini!" kataku mulai emosi lagi karena aq lihat anakku mulai rewel karena mungkin matanya ikut terasa pedih. "Katanya Dishub udah uji kir. Semua angkutan umum sudah lolos, bulshit...boooooong besaaaaaaaaaaar!...ngedabus, pejabat tukang tipu," kataku dalam hati marah besar.
Ada kurang lebih setengah jam kami harus bersabar dalam suasana yang sangat menjengkelkan itu. Apalagi ditambah perilaku sopir yang sengaja mengulur2 keberangkatan meski sudah gilirannya. Pukul 23.00 kami sampai rumah. Badan terasa pegal semua. Anakku masih tertidur pulas. Aq cium dan kubisikkan di telingannya. Jangan pernah lagi naik angkot atu bis kota nak. Jakarta sudah rusak. Rusak semuanya. Rusak bus kotanya, rusak pengusaha busnya, rusak juga pejabat yang mengeluarkan izin busnya. Astagfirullah hal adzim..kenapa aq ingin mengumpat terus. Maafkan aq ya Allah. Aq marah karena melihat bumi-Mu di rusak oleh tangan-tangan yang tidak bertanggungjawab..

Ulujami, 13 September 2008

Tidak ada komentar: