08 September 2008

Selamat Jalan Pak Tri !


Pukul 22.30 tadi ada sms yang masuk. Bunyinya sungguh mengejutkan. "Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun. Pak Tri Semarang telah dipanggil Yang Kuasa siang tadi karena kecelakaan. Jasadnya langsung dikubur di Semarang,". Aq langsung lemas. Sejurus kemudian aq langsung telpon pae Ambarawa. Dari balik telepon aq dengar pae juga ikut lemas. "Mau diapain lagi le. Ancen wis wayahe,". (mau diapain lagi, kalau sudah waktunya). Kata pae singkat. Usaha pun tetap saja tak mampu menghentikan takdir Gusti Allah itu. Pak Tri harus menghembuskan nafasnya yang terakhir setelah kecelakaan di tol Semarang siang tadi. Gara-garanya, sopir yang mengemudikan mobil dinasnya ngantuk. Pak Tri gagal diselamatkan dan langsung meninggal di tempat kejadian. Mobil ambulance yang membawanya ke rumah sakit hanya membawa kabar duka dengan mengangkut jasad tak bernyawa yang berlumuran darah. Sementara sopirnya hingga saat ini masih koma di rumah sakit.
Aq sungguh sangat menyesal belum sempat ketemu lagi sejak pertemuan terakhir di rumahnya saat lebaran 2006 lalu. Saat itu aq mau memperkenalkan Shelvia Jaflaun ke keluarga Tuban. Tapi karena Pae Ambarawa menyuruh mampir di Ambarawa, kami berdua terpaksa turun Stasiun Tawang. Saat itu azan subuh baru berkumandang. Hujan rintik-rintik menyapa stasiun tua itu. Penghuni stasiun juga terlihat masih banyak yang meringkuk di sejumlah bangku stasiun. Hanya mak tua di pintu keluar yang terlihat aktiv berjualan nasi gudek dengan lauk ayam kampung. Kata mak, kami cukup bayar Rp 18 ribu untuk berdua. Setelah makan, kami jalan buru-buru mencari komplek perumahan pegawai kereta api. Hanya berjalan beberapa blok ke arah selatan, persis di belakang masjid, rumah Pak Tri berada. "Patokannya ada kijang warna coklat le," kata pae waktu itu.
Dengan mata masih ngantuk, Pak Tri membukakan pintu dan menerima kami dengan hangat. Setelah menunggu subuh selesai, kami diantar ke Ambarawa tempat pae tinggal. Karena buru2, kami menolak untuk menunggu dibuatkan sarapan. Dalam perjalanan menunju Ambarawa, kami sempat makan ketan dan soto gading di warung di dekat pematang sawah. Kami saling berebut menghabiskan sate usus dan sate daging. Waktu itu aq bilang kalau aq mau memperistri Shelvia Jaflaun. Tapi sebelum menikah, aq bilang biar perempuan Ambon itu belajar agama di Ambarawa dulu. Setelah menguasai agama biar pae yang memperkenalkan kepada orangtuaku di Tuban. Saat itu Pak Tri hanya mengangguk-anggukkan kepala seraya mengelus2 jenggkot tiga biji kesayangannya. "Ya, bagus itu," katanya singkat.
Untuk memberikan support atas niatku, Pak Tri bahkan sempat cerita bagaimana dia ditentang mertuanya selama bertahun2. Bahkan, karena perkawinannya, musibah datang silih berganti. Pasti ada saja yang meninggal atau sakit2an tak wajar. Gara2 mo nemui calon istri pernah nyaris mau digilas kereta api. Tapi selamat karena terpeleset. Tuturnya saat itu.
Sosok Pak Tri memang sangat sederhana. Dia selalu menyebut dirinya kiai gatak. Atau orang yang suka keluyuran. Dia juga suka menyebut dirinya sunan kalijogo versi baru. Di antara murid2 pae yang ada, Pak Tri termasuk senior. Atau sahabat dekatnya pae bersama Pak Zaenal. Bersama Pak Zaenal, Pak Tri selalu mendampingi perjuangan pae menyebarkan agama kepada orang-orang yang dulu rata-rata mantan tahanan yang baru keluar dari penjara. Pak Tri termasuk murid yang paling cerdas, paling rajin dan memiliki loyalitas yang cukup tinggi. Rasa pasrahnya kepada Yang di Atas melebihi murid2 pae yang lain. Yang aq salut dari Pak Tri, mudah membaca tanda2 alam. "Kalau begini, itu artinya seperti ini".Contoh, kalau kemana2 lihat mobil merek nissan, atau kok sering mau menabrak mobil nissan saat di jalan, itu artinya suruh hati2. Peringatan, kalau bepergian dilarang jauh2. Karena, jika tidak akan menemui nissan di kuburan. Yang berarti meninggal.
Jika qta lagi ngumpul2, Pak Tri banyak membagi ilmunya kepada kami. Bagaimana cara membaca tanda yang dikirimkan Gusti Allah. Karena, dalam keyakinan Pak Tri, tanda yang dikirimkan itu bentuknya sangat konkret. Melalui malaikatnya. Malaikat dalam bentuk nyata. Bagi Pak Tri, malaikat itu bukan hanya seperti yang sering diajarkan di pesantren2 atau mushola2. Bahkan, di alam nyata pun, banyak malaikat betebaran. Yang disebutkan dalam pelajaran agama itu malaikat yang memiliki derajat yang paling tinggi. Sementara malaikat yang memiliki derajat di bawahnya ada di dunia ini. Apakah itu, pohon, tumbuh2an, binatang, hujan, angin, batu dan apapun yang ada di dunia ini. "Maka jangan dikira mereka itu tidak bisa bicara. Mereka juga hidup dengan caranya sendiri. Moko soko iku, ojo pernah ngremehno," katanya menasehati.
Pak Tri selalu menasehati, Gusti Allah itu ga akan menyesatkan hambanya. Semakin bersih hati seseorang, akan semakin mudah membaca pesan yang dikirim Gusti Allah. Jika qta bisa membaca tanda2, insya allah kita akan selamat. Begitu kata Pak Tri.
Waktu masih tugas di Bogor tahun 2005 dulu, semalaman aq sama Pak Tri begadang belajar memahami tanda2 alam. Saat itu dia bercerita kalau aq sedang dicari seorang perempuan paroh baya bersama putrinya. Mereka dari keluarga keraton yang memiliki rumah panggung. Kata Pak Tri, mereka telah mencariku sejak lama. Dia tahu aq, tapi aq ga tahu dia. Begitu kata Pak Tri bikin aq pusing. Belakangan aq ketahui, yang dimaksud keluarga keraton itu adalah keluarga istriku yang di Ambon masih ada darah keraton dengan wilayah kekuasaannya key kecil. Istriku juga pernah bercerita saat kali pertama menginjakkan kakinya di kampung halamannya dulu, langsung disambut hujan petir. Padahal, langit sedang terik2nya. Itu kata orang sana, hanya terjadi ketika ada orang baru masuk kampung ada keturunan keraton.
.
Pak Tri pernah berpesan, suatu saat aq pasti juga akan mengemban beban berat untuk menjadi penyebar agama. Tentunya dengan cara yang berbeda. Mbah Ran, gurunya maskin juga bilang begitu. Tapi berulang2 aq bilang, seumur2 aq ga bakalan mau jadi kiai. Aq cuma mau jadi diriku sendiri. Bisa mendekatkan diri dengan Gusti Allah, menjadi orang yang bersih, kaya raya, bisa membantu orang lain, punya panti asuhan dan sekolahan, tapi yang mengelola orang lain. Sementara aq sebagai donatur utamanya. Itu juga yang pernah aq ucapkan ke Udin, adik sepupuku yang jebolan pesantren. "Besok kalau aq kaya raya, kamu aq buatin pesantren tapi kamu yang jadi kiainya ya Din," kataku saat itu. Khayalanku selalu aq setting seperti itu karena banyak orang bilang ada darah dalam diriku menjadi seorang ulama besar. Tapi setiap ada orang bilang, aq selalu menjawab, no way!.
Kini Pak Tri telah tiada. Banyak kenangan yang tertinggal. Banyak pelajaran yang belum sempat aq serap. Banyak pelajaran yang belum aq mengerti. Tapi sesal tiada guna. Aq harus bisa meneruskan amanat perjuangannya.
Terima kasih Pak Tri atas rokok Djarum 76-nya. Di akherat kelak nanti kita akan nyete (rokok yang diolesi ampas kopi) bareng lagi. Tapi saat ini, doakanlah aq bisa hidup seribu tahun lagi. Agar perjuangan yang belum tertuntaskan bisa segera dibereskan. Terima kasih Pak Tri atas nasehatnya and jok2 religinya. Terima kasih Pak Tri atas dukungannya. Semoga engkau bahagia di sisi-Nya. Amin.

Ulujami, saat terkenang seorang guru, kawan, sahabat dan orangtua yang telah dipanggil oleh-Nya, 7 September 2008.

4 komentar:

Anonim mengatakan...

Halo met kenal! Blognya bagus neh:-). Kunjungi blog kami ya.
Tara FM

Ibnul A'robi mengatakan...

Met kenal juga Tara, BTW posting2 tara juga komplet. Dari gado2 mpe orang paling keren, he...he..Cerio kera ngalam!

samsulbahri mengatakan...

turut duka cita, kawan. orang baik di sekeliling kita, pergi dengan selalu meninggalkan kesan.

Ibnul A'robi mengatakan...

aq juga ikut sedih kawan. ternyata pada saat yang bersamaan, satu per satu keluarga gafur di makasar di panggil Yang Kuasa. Baru satu pekan budenya meninggal, begitu balik ke jogja, keponakannya meninggal lagi dan harus pulang kembali ke makasar. salam buat gapur. just say, be patient. salam juga buat kawan2 jogja smua