17 April 2008

Bangunan Elit Pemicu Banjir


Malam itu, pandanganku nanar menatap langit yang dipenuhi hamparan mendung tipis. Di balik awan yang bergerak, tampak rembulan bersinar sangat redup.
Aq duduk di bangku depan rumah sambil menghisap sebatang rokok. Asap mengepul ke angkasa. Kulihat, air yang menggenangi rumahku tak kunjung surut. Padahal, sudah dua hari dua malam, banjir mengepung kampung tempat dimana aq tinggal saat ini.
Warga sendiri banyak yang mengungsi di jalan-jalan yang tidak tersentuh air.
Banjir yang terjadi di rumahku dan ratusan
ribuan warga yang tinggal di Kampung Ulujami, Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Selain di kampungku, ada lima kelurahan lain yang juga mengalami nasib sama. Seperti Bintaro, Pondok Pinang serta Cipulir. Bahkan ada yang tenggelam hingga 160 cm.
Banjir yang terjadi di kampungku bukan tanpa sebab. Tahun lalu, setiap Sungai Pesanggrahan meluap tidak sampai di pemukiman warga. Air masuk ke rawa-rawa yang terletak di belakang perkampungan atau persis di bantaran kali.
Sejak Juni lalu, rawa-rawa seluas 2 hektare itu telah berubah menjadi kawasan elit. Sepanjang bibir sungai dibeton sepanjang 100 meter.
Lebar kali tidak lebih 6 meter. Padahal, sesuai ketentuan, lebar sungai harus 60 meter untuk bisa mengalirkan air secara lancar.
Bangunan elit dua lantai berjajar rapi sepanjang koridor. Sementara di sebelah selatan atau paling ujung sedang dalam pengerjaan. Pengecoran siang malam dilakukan. Saat ini sudah sampai lantai 4 dari rencana enam lantai. Kabar yang beredar di warga, bangunan paling ujung itu untuk sekolah.
Sementara pemukimannya untuk rumah dinas DPR RI. Benarkah itu?
Jika benar, sekali lagi aq akan mengumpat. Bukankan mereka tukang buat peraturan. Bukankah peraturan melarang keras ada bangunan di bantaran kali. Ribuan warga Kampung Melayu yang tinggal di bantaran kali saja mau direlokasi. Kenapa ada perumahan elit milik pembuat peraturan berdiri di bantaran kali?
"Saya akan cek. Apakah benar bangunan elit itu berdiri di bantaran kali atau tidak. Apakah ada izin atau tidak. Jika tidak ada izin akan kami bongkar," begitu kata Gubernur DKI Fauzi Bowo saat aq tanyakan kenapa masih ada pendirian bangunan elit di bantaran kali sementara bangunan milik warga yang ada di bantaran kali saja mau dibongkar.
"Kami tetap akan membongkarnya jika tidak sesuai peruntukan," janjinya.
Saat sungai Pesanggrahan meluap, seluruhnya meluber ke pemukiman warga. Sementara, bangunan elit tersebut, meski berada di bantaran kali itu sama sekali tidak tersentuh air lantaran berada di atas ketinggian kali. Air yang meluap di pemukiman warga memutar melalui celah-celah yang tanahnya lebih rendah atau saluran kecil yang dibuatkan pengembang. Saluran tersebut masuk ke pemukiman tanpa ada tembusannya. Akibatnya, banjir akan surut ketika Sungai Pesanggrahan surut.
"Masalahnya rumahku dekat situ pak gubernur. Jadi aq tahu persis kalau bangunan elit itu ada di bantaran kali yang bikin banjir," kataku kepada Fauzi Bowo.
"Bukannya rumahmu di komplek elit itu. KKN juga lo biarin bangunan di bantaran kali," kata Gubernur jawab seenaknya.
"Rumahku bukan yang di komplek elit pak gubernur. Tapi di pemukiman warga yang kebanjiran," jawabku lagi.
"Ya udah nanti saya cek. Kalau ga ada izin saya bongkar," katanya. (janji Gubernur akan membongkar bangunan elit yang membuat rumahku banjir itu aq tulis besar-besar di Harian INDOPOS, 17 dan 18 April 2008.
Sebab, kata dia, sesuai peraturan, bantaran kali harus bebas dari bangunan. Ketentuan tersebut berlaku untuk semua bangunan di DKI. Apakah itu bangunan elit atau bangunan biasa. "Kalau warga bilang daerah itu dulu tangkapan air, kenapa sekarang harus berdiri bangunan. Seperti Aditya Warman, Blok M, terbukti tidak sesuai peruntukan juga kami bongkar," tegasnya.
Banyaknya bangunan elit yang dibangun tidak sesuai peruntukan memang membuat Pemprov DKI prihatin. Baru-baru ini, sebuah apartemen di Setiabudi juga dibongkar paksa karena berdiri di jalur hijau. "Dari data yang kami himpun, ada 4500 hingga 5000 bangunan tidak memiliki IMB. Rata-rata, karena menyalahi peruntukan," ungkap Kepala Dinas Penataan dan Pengawasan
Bangunan (P2B) DKI Hari Sasongko.
Jika untuk membongkar, itu memang sudah menjadi kewajibannya. Tapi, hal itu tidak lantas membuat para pengelola atau pemilik bangunan jera. Habis dibongkar, akan dibangun kembali. "Makanya saya usulkan agar siapa saja yang membangun bangunan tidak sesuai peruntukan bisa dipenjara," katanya.
Kenapa? karena selama ini, kata Hari, para pelanggar hanya mendapat sanksi tindak pidana ringan. Dendanya pun cukup terjangkau tidak sampai membuat efek jera.
Sebagai warga, mendengar janji dua penentu kebijakan itu membuat hati sedikit lega. Setidaknya, jika bangunan elit di dekat kampungku belum dibongkar, pasti yang lain sudah dibongkar. Manfaat buat lingkungan di sekitarnya pun benar-benar bisa dirasakan masyarakat banyak.
Semoga, janji-janji itu tak pernah ditarik lagi. Jika tidak, sampai di akhirat pun pasti akan aq tagih.
Kalau bangunan elit yang bikin kampungku banjir tidak segera dibongkar, di akhirat aq pasti menjadi orang pertama yang akan interupsi kepada malaikat. "Pak malaikat, tanya tuh kepada gubernur. Kenapa bangunan elit yang bikin rumahku dan ratusan rumah warga tidak dibongkar-bongkar,".

Saat banjir terus menenggelamkan rumahku, 18 April 2008

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Kawan Rob,
Aku telah membaca sebagian dari tulisan-tulisanmu. kalo saja ada waktu, aku akan sempatkan lagi membacanya. Harapanku semoga kawan tetap bertahan di situ. Saya rasa, di bawah langit manapun kita tinggal, tantangan selalu ada. salam buat kawan2 di jakarta. sam

Ibnul A'robi mengatakan...

Thanks kawan dah sempetin mampir. Aq juga kadang ga sempet update blog ni soalnya banyak tugas. BTW, gimana kabar Lombok? informanku di sana katanya kawan kita ini lg aktiv kampanye pilkada. lagi banyak proyek ya, sukses aja.
Kapan merapat ke Monas? we wait you