23 April 2008

Setelah 2 Orang Ditetapkan Tersangka

Setelah Kejari Jakarta Selatan menetapkan dua orang tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan lemari arsip tahan api (filling cabinet) yang merugikan negara Rp 4,6 miliar, dipastikan beberapa pejabat Pemprov DKI Jakarta yang diduga terlibat bakal segera diperiksa. Dua orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka masing-masing ketua panitia pengadaan barang dan jasa Pemkodya Jakarta Selatan berinisial TSW (Tri Sasongko Witjaksono) serta Direktur CV Dharmakusuma berinisial WSZ (Wawan Subhan Zhabet) selaku rekanan Pemkodya Jakarta Selatan dalam pengadaan filling cabinet tahun 2006 itu.
Menurut Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta Muhammad Yusuf, setelah ditetapkannya dua tersangka tersebut, pihaknya akan segera memeriksa para pejabat di Pemprov DKI yang diduga ikut terlibat dalam kasus tersebut.
Sayangnya, Yusuf enggan menyebutkan, siapa saja yang bakal segera diperiksa untuk kemudian dijebloskan ke terali besi jika terbukti ikut terlibat kasus tersebut. Begitu juga soal waktu yang dijadwalkan untuk pemanggilan para pejabat itu. "Tunggu saja," ungkapnya merinci siapa yang bakal dibidik selanjutnya.
Menurut anggota penyidik Bayu Adhinugroho, tim penyidik telah memeriksa 21 saksi. Di antaranya, Budiman Simarmata, Paryanto, dan sembilan anggota panitia lelang. "Kami juga akan memeriksa Dadang Kafrawi sebagai saksi," ujarnya. Selain para pejabat Pemkot, tak tertutup penyidik memanggil para pejabat dari Pemprov DKI.
Diakui Yusuf, penanganan kasus dugaan korupsi filling cabinet memang berjalan lambat. Namun, bukan berarti tidak berjalan sama sekali. Sebab, saat ini, fokus pemeriksaan dipusatkan di masing-masing wilayah. Dari lima wilayah tersebut, Kejari mendapat tugas memeriksa di tingkat kotamadya seperti panitia lelang, seko, walikota serta pihak ketiga. Sedangkan Kejati memeriksa di tingkat provinsi. Yakni dugaan keterlibatan Biro Adwil yang dikomandani Agus Salim Utud.
Dari lima wilayah DKI, saat ini memang baru Kejari Jakarta Selatan yang berhasil menetapkan dua tersangka. Penetapan itu hasil penyelidikan selama tiga bulan terakhir.
TSW dan WSZ dinyatakan terlibat setelah beberapa kali diperiksa oleh aparat Kejari Jakarta Selatan. Dua orang tersebut ikut melakukan penggelembungan dana pengadaan 600 unit filling cabinet yang merugikan negara Rp 4,6 miliar. "Saya sudah perintahkan agar para tersangka itu segera ditahan," bebernya.
Sementara, empat daerah lain belum ada penetapan tersangka. Tapi penanganan sudah berjalan 80 persen untuk sampai pada penetapan tersangka baru. "Saya sudah perintahkan agar pemeriksaan di masing-masing wilayah bisa digencarkan. Untuk yang di Biro Adwil DKI kami memang belum bergerak," ungkapnya.
Penyelidikan kasus dugaan korupsi tersebut dimulai sejak ada penemuan dugaan penggelembungan dana pengadaan filling cabinet dengan nilai total Rp 15 miliar. Setelah diungkap pada September 2007. Kemudian, pada Januari 2008, penyidik meningkatkan statusnya ke penyidikan dan menemukan unsur kerugian negara hingga ditetapkannya para tersangka tersebut.
Selain soal penggelembungan dana, Yusuf juga menyatakan, ada yang tidak beres dalam pengadaan tersebut. Sebab, masing-masing wilayah tidak pernah mengajukan anggaran tersebut. Alokasi anggaran murni atas inisiatif kalangan DPRD DKI dan masuk di draft anggaran komisi A.
Namun, ketua komisi A Ahmad Suaidy membantah jika anggaran itu murni dari internal komisi A. Sebab, anggaran filling cabinet merupakan proyek titipan dari komisi C terbukti dengan adanya tanda tangan dari ketua komisi C Daniel Abdullah Sani.
Sekda Pemprov DKI Jakarta Muhayat saat dikonfirmasi terkait akan dibidiknya pejabat Pemprov DKI belum bisa memberikan keterangan. Namun, sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo menyatakan, tidak akan menutup-nutupi jika ada kesalahan yang dilakukan aparatnya. "Kalau terbukti bersalah, silakan diproses hukum," katanya.
Munculnya kasus dugaan korupsi filling cabinet di lingkungan Pemprov DKI Jakarta berdasarkan hasil penyelidikan yang dilakukan inteligen Kejaksaan Tinggi DKI. Ditemukan enam kasus tindak pidana korupsi pada pengadaan filling cabinet tahan api di lima wilayah DKI. Masing-masing kantor Walikotamadya Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Jakarta Utara serta Kantor Biro Administrasi Wilayah (Adwil) Pemprov DKI.
Dalam pengadaan tersebut, Biro Adwil mendapatkan anggaran Rp 2,5 miliar atau dengan jumlah keseluruhan Rp 15 miliar yang bersumber dari APBD DKI. Dugaan korupsi berawal setelah proses munculnya anggaran tersebut tidak prosedural lantaran muncul tanpa ada usulan dari masing-masing kotamadya se-DKI Jakarta.
"Selain dugaan mark up, juga total loss pengadaan tidak penting dan pemborosan.
Sebenarnya sudah ada filling cabinet, tapi beli lagi yang tahan api," ungkap Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Harry Hermansyah saat membeberkan temuannya di kantor Kejati DKI saat kali pertama mengungkap kasus tersebut.
Dugaan korupsi tersebut didasari alasan pada pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh masing-masing kotamadya se-DKI Jakarta dan Biro Adwil DKI diduga tidak sesuai dengan ketentuan Kepres no 80 tahun 2003 tentang tata cara pengadaan barang dan jasa pemerintah. Antara lain, dalam menyusun spesifikasi filling cabinet tahan api oleh panitia atau penguasa anggaran telah menunjuk pada merek tertentu. Yakni Lacera. Selain itu, panitia lelang telah menetapkan hasil perhitungan sendiri (HPS) tanpa melakukan survey pasar dan pabrik. Panitia hanya mengacu kepada patokan harga satuan yang dikeluarkan Biro Perlengkapan DKI.
Lebih lanjut, Harry mengungkapkan, panitia atau kuasa pengguna anggaran dalam evaluasi teknis dan harga serta dalam menetapkan pemenang lelang tidak cermat dan tidak profesional. Seperti yang terjadi di Jakarta Timur yang menetapkan CV Mahabani sebagai pemenang lelang dengan harga Rp 21.050.000 per unit dan PT Landalo Sejati sebagai pemenang di Kodya Jakarta Pusat dengan harga Rp 21.825.000 per unit. Padahal, masih ada perusahaan lain yang sanggup memproduksi filling cabinet tahan api dengan harga yang lebih murah dengan spesifikasi sama dan kualitas yang sama. "Seperti yang ditawarkan PT Teleni dengan merek Okida dengan harga Rp14 juta serta merek lain yang lebih murah seperti Cassa dan Chubb," bebernya.
Yang sangat disayangkan lagi, panitia lelang telah merekayasa sama peserta lelang dengan nama fiktif. Seperti PT Karya Cipta Utama tidak pernah mendaftar sebagai peserta lelang. "Bahkan, PT Landaru tidak memiliki izin usaha serta belum pernah memproduksi filling cabinet. Produksi diserahkan perusahaan lain seperti PT Lodd Indonesia dan PT Sarandi," ungkapnya. (aak)

2 komentar:

zakyalhamzah.blogspot.com mengatakan...

teruskan buat berita-berita yang bermutu, kawan...disini disono dimana-mana, dunia memperhatikanmu ha haaaa....

Ibnul A'robi mengatakan...

sometimes, i feel so lonely. No one with me. You no that! ever you feel like it. We run so fast. On the other side, someone who want to take a chance, shoot behind us. What ju gona do?