15 April 2008

Pemprov DKI Menyimpang Lagi Rp 81, 2 Miliar


Hasil audit yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sungguh mengejutkan. Belum usai pengusutan dugaan korupsi filling cabinet yang merugikan negara Rp 4,6 miliar, terdapat tiga satuan perangkat daerah (SKPD) yang ditemukan menyimpang dengan indikasi merugikan negara Rp 81,2 miliar lebih. Di antaranya Dinas Perhubungan DKI, Dinas Pekerjaan Umum (PU) DKI, BLU Transjakarta serta Dinas Pendidikan Dasar DKI. Soal ini aq kupas di HARIAN INDOPOS, 15 April dan 16 April 2008.
Menurut Kepala Perwakilan BPK RI di Jakarta I Gede Kastawa dalam siaran persnya, dalam pemeriksaan pada tahap II 15 November hingga 28 Desember 2007 ditemukan beberapa penyimpangan. Seperti di Dinas Pendidikan Dasar DKI. Dari cakupan pemeriksaan realisasi APBD 2007 senilai Rp 92,1 miliar, ditemukan penyimpangan sebesar Rp 1,3 miliar atau 1,43 persen. Temuan tersebut berindikasi pada kerugian daerah sebesar Rp 755,1 juta dan kekurangan penerimaan sebesar Rp 559,6 juta.
Sedangkan untuk Sudin Dikdas Jakarta Pusat, ditemukan penyimpangan Rp 72,2 miliar, Sudin Jakarta Selatan Rp 275, 5 juta serta Sudin Jakarta Timur Rp 5,3 miliar.
Selain Dikdas, ada lagi penyimpangan di Dinas Pekerjaan Umum DKI. Dari cakupan anggaran yang diperiksa Rp 770,5 miliar, ditemukan penyimpangan sebesar Rp 27,1 miliar atau 3,52 persen. Hal tersebut berindikasi kerugian daerah sebesar Rp 631,7 juta. Terdiri dari kekurangan penerimaan Rp 167,3 juta serta administrasi Rp 26,3 miliar dengan 20 item penyimpangan.

Sedangkan untuk Sudin PU Jalan Jakarta Pusat, ditemukan penyimpangan Rp 16,3 juta, Sudin PU Tata Air Jakarta Pusat Rp 195,6 juta, Sudin PU Jalan Jakarta Selatan Rp 246,8 juta, Sudin PU Tata Air Jakarta Selatan Rp 2,1 miliar serta Sudin PU Jalan Jakarta Timur Rp 955,9 juta dan Sudin PU Tata Air Jakarta Timur Rp 255,1 juta.
Penyimpangan juga terjadi di BLU Transjakarta. BPK menemukan penyimpangan Rp 24,1 juta, Dishub DKI Rp 1,5 miliar, Sudin Jaksel Rp 26 juta, Sudin Jakpus Rp 22,2 juta serta Sudin Jaktim Rp 36 juta.
Atas temuan tersebut, kalangan dewan pun mendesak Gubernur segera menuntaskan persoalan tersebut dengan cara mengembalikan kerugian negara serta memberikan sanksi tegas kepada aparatnya yang secara sengaja melakukan penyimpangan itu. "Temuan itu sudah fixed. Jadi harus dipenuhi," ungkap sekretaris komisi B Nurmansyah Lubis.
Bahkan Wakil DPW PAN DKI Sugiyanto mengecam aparat Pemprov DKI yang melakukan penyelewengan itu. Kepada BPK, pihaknya mendesak agar segera mengumumkan item penyimpangan mana saja yang sengaja dilakukan dan mana saja yang terjadi alasan kesalahan administrasi. "Kalau perlu KPK harus segera turun tangan. Karena ini jumlahnya sudah miliaran," tegasnya.
Sejauh ini, aq tidak tahu persis apa yang melatarbelakangi penyimpangan itu. BPK sendiri tidak menyebut secara rinci apa yang menyebabkan kerugian negara itu.
Gubernur DKI Fauzi Bowo hanya menyatakan akan memeriksa lebih lanjut dengan berkonsultasi kepada BPK. Apakah di balik penyimpangan miliaran itu lantaran disengaja, kesalahan administrasi atau keterlambatan pembayaran.
Memang, dari penelusuranku di sejumlah SKPD, ada yang sudah menyetorkan. Seperti di Dinas PU misalnya. Untuk penyimpangan pekerjaan sheet pile di Kali Angke yang merugikan negara Rp 112 juta sudah dibayar ke kantor kas daerah. Itu aq lihat dari kuitansi pembayarannya. Tapi untuk yang lain aq tidak melihatnya.
Apalagi di Dikdas yang jumlahnya paling tinggi atau di Dishub, jangankan untuk melihat ada atau tidaknya kuitansi, untuk konfirmasi saja harus dioper2. (tentu saja, hal itu membuat kecurigaan semakin bertambah). Sebab, prinsipku, hanya orang yang melakukan kesalahan yang lari tunggang langgang ketakutan.
Jika temuan BPK itu benar dilakukan secara sengaja oleh oknum atau sejumlah oknum, sekali lagi aq menyatakan, SEMOGA Tuhan lekas menghukumnya jika hukum di kota ini tidak mampu menjangkaunya. Sebab, dalam pengalaman beberapa kasus, ketika sebuah penyimpangan melibatkan pejabat teras, entah mengapa kasus tiba2 menguap tanpa ada kabar kelanjutannya. Sebut saja kasus filling cabinet yang melibatkan 5 walikotamadya se-DKI serta satu Biro Perlengkapan. Hingga kasus pertama kali mencuat karena memang diumumkan Kejati dua bulan lalu, hingga saat ini nyaris tak ada kabarnya lagi.
Kejati yang pada awal kasus sangat ramah terhadap wartawan pun tiba2 berubah sikap. Jangankan untuk bisa wawancara secara terbuka, konfirmasi via phone saja ditutup.
Apakah ini wajah hukum kita? seperti apakah wajah hukum kita?
Mungkin, hanya kalian yang pernah berperkara di depan hukumlah yang tahu jawabannya. Apakah hukum telah berpihak pada keadilan, atau justru masih bertuhan kepada siapa yang mampu membayar lebih besar! (wallahu a'lam).

Sendiri saat rumahku banjir, 16 April 2008

Tidak ada komentar: