17 Juni 2008

Sepekan Air PAM Mati, Warga Konsumsi Air Hujan

Krisis air di DKI sejak sepekan terakhir membuat warga kelabakan. Pasalnya, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, warga terpaksa memanfaatkan air hujan. Soal ini aq tulis dan menjadi headline di Harian INDOPOS, 16 Juni 2008. Untungnya, sejak krisis melanda, hujan masih terus mengguyur Ibu Kota. Sebab, jika harus membeli air bersih dari penjual air keliling, minimal warga harus mengeluarkan kocek Rp 50 ribu untuk satu gerobak. Itu pun habis untuk keperluan satu hari saja.
Tidak diketahui pasti kapan pasokan akan kembali normal. Sebab, pada saat terjadi krisis air, PAM Jaya dan operator air justru sibuk berpolemik dengan menuding hal itu akibat adanya pengurasan air di Tarum Barat oleh Perum Jasa Tirta (PJT) II. Sementara, pihak Perum Jasa Tirta membantah telah melakukan pengurasan yang menyebabkan menurunnya pasokan.
Menurut Camat Tanjung Priok Darwis M Aji, pasokan air sudah terganggu sejak sepekan terakhir. Bahkan seperti di Kompleks Setneg Kelurahan Sunter Agung RW 09, air sama sekali tidak keluar dari saluran pipa PAM. Kondisi tersebut sangat merepotkan warga. Bagi yang mampu, warga masih bisa membeli air bersih yang ditawarkan penjual air keliling melalui gerobak dorong. Namun, bagi warga golongan kelas menengah ke bawah, banyak di antaranya yang memanfaatkan air hujan yang mengguyur akhir-akhir ini. Seperti yang terjadi di Sunter Agung.
Sebenarnya, sejak krisis air bersih pekan lalu, warga langsung melayangklan surat kepada aparat pemerintah setempat. Kemudian diteruskan kepada PAM Jaya. Namun, hingga saat ini belum ada respon untuk mengatasi persoalan tersebut. "Kalau begini, kami yang repot. Tidak betul kalau PAM sudah menormalisasi aliran air. Dirut PAM Jaya turun ke lapangan dong, jangan ngomong saja. Selama ini PAM jarang koordinasi," ungkapnya sedih lantaran banyak dikomplain warganya.
Menurut Direktur Utama PT PAM Jaya Hariadi Priyohutomo, pasokan air ke DKI memang sempat terganggu beberapa hari terakhir. Hal itu akibat adanya pengurasan air di Tarum Barat untuk meminimalisasi terjadinya kekeruhan lantaran banyak lumpur. Akibatnya, pasokan air baku ke instalasi pengolahan air bersih di Pulogadung turun hingga 30 persen. Namun, saat ini pasokan air sudah kembali normal. "Memang sempat ada hambatan minggu lalu. Tapi sudah langsung diperbaiki dan sekarang sudah normal," ungkapnya singkat.
Sayangnya, pria yang akrab disapa Didiet itu tidak menjelaskan apakah membaiknya pasokan air itu untuk seluruh jaringan atau hanya sebagian kecil saja. Pihaknya juga tidak menyebut apakah sudah melakukan survey ke lapangan atau belum. Sebab, seperti kondisi pasokan di Tanjung Priok, pernyataan Didiet tersebut sangat bertolak belakang.
Menurut Direktur Komunikasi dan Hubungan Eksternal PT Aetra Rhamses Simanjuntak, hingga saat ini pihaknya belum menerima keluhan dari para pelanggan di kawasan Jakarta Utara terkait terganggunya pasokan air bersih. Jika memang ada gangguan, pihaknya akan mengecek ke lokasi untuk kemudian akan menyalurkan air bersih ke para pelanggan melalui mobil-mobil tangki. "Saya belum tahu persis, akan saya cek ke bagian operasional dulu," katanya singkat.

Satu hari Kemudian

Pasokan Air Ditolak Warga, Petugas Diduga Mau Pungli

Krisis air yang melanda kawasan Jakarta Utara masih terus berlanjut. Harian INDOPOS, 17 Juni 2008. Upaya perbaikan yang dilakukan PAM Jaya belum dirasakan hasilnya oleh masyarakat. Operator air terpaksa mengirim air bantuan melalui mobil tangki. Terutama bagi para pelanggan air yang tidak mampu membeli air yang dijual gerobak keliling.
Sayangnya, bantuan air tersebut justru ditolak warga lantaran diduga ada pungli. Praktis mobil tangki air yang dikirim PT Aetra kembali dengan tangan hampa.
"Kami sudah suplai air bantuan melalui mobil tangki. Tapi ditolak warga," ujar Direktur Komunikasi dan Hubungan Eksternal PT Aetra Rhamses Simanjuntak kemarin.
Sebenarnya, pasokan air via mobil tangki tersebut akan dikirim ke Kompleks Setneg Kelurahan Sunter Agung RW 09 sesaat setelah PT Aetra mendapat laporan pasokan air PAM di kawasan tersebut mati sama sekali. Bantuan pasokan air itu diberikan sambil menunggu membaiknya aliran air ke warga. "Karena ditolak, ya sudah. Tapi kami yakin aliran akan membaik," ungkapnya.
Para petugas pemasok air sendiri sebelum menyalurkan air ke warga sempat kebingungan. Mereka mencari siapa yang harus bertanggungjawab atas pengiriman. Bahkan petugas sempat bertanya kepada wartawan dan kemudian diarahkan untuk menemui Camat Tanjung Priok atau Lurah Sunter Agung atau ketua RW setempat. Tidak diketahui pasti apa yang dilakukan petugas di lapangan. Sesaat kemudian muncul kabar pasokan air mobil tangki ditolak warga.
Camat Tanjung Priok Darwis M Aji saat dikonfirmasi mengaku belum mengetahui jika ada pengiriman bantuan air. Pihaknya juga tidak pernah merasa diajak koordinasi. "Tidak ada itu pengiriman bantuan air. Tidak ada pihak operator yang berkoordinasi dengan kecamatan," terangnya.
Disinggung pasokan air ditolak warga, hal itu tidak mungkin. Warga hanya menolak bantuan jika dipungut biaya. "Seperti dulu-dulu juga begitu. Kalau disuruh bayar, warga pasti menolak. Kalau gratis, ya jelas diterima. Itu biasa ulah petugas di lapangan," ungkapnya.
Menurut pengakuan warga, aliran air di wilayah Sunter Agung memang kerap tersendat. Tidak hanya saat terjadi krisis air. Pada hari biasa pun, air mengucur hanya malam hari. Sementara siang hari praktis macet. Hanya warga yang memiliki pompa yang bisa menikmati air secara lancar. "Itu sudah lama terjadi. Ga sekarang, dulu-dulu juga begitu," aku Puspita.
Seperti diberitakan sebelumnya, krisis air di DKI sejak sepekan terakhir membuat warga kelabakan. Pasalnya, untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari, warga terpaksa memanfaatkan air hujan. Untungnya, sejak krisis melanda, hujan masih terus mengguyur Ibu Kota. Sebab, jika harus membeli air bersih dari penjual air keliling, minimal warga harus mengeluarkan kocek Rp 50 ribu untuk satu gerobak. Itu pun habis untuk keperluan satu hari saja.
Tidak diketahui pasti kapan pasokan akan kembali normal. Sebab, pada saat terjadi krisis air, PAM Jaya dan operator air justru sibuk berpolemik dengan menuding hal itu akibat adanya pengurasan air di Tarum Barat oleh Perum Jasa Tirta (PJT) II. Sementara, pihak Perum Jasa Tirta membantah telah melakukan pengurasan yang menyebabkan menurunnya pasokan.
Sejak terjadinya krisis air selama sepekan terakhir, pasokan air dari operator PT Aetra menurun hingga 30 persen. Dari pasokan 3.660 liter per detik menjadi 2.562 liter per detik. Sedangkan pasokan air dari operator PT Palyja menurun sekitar 10 persen. Dari pasokan 6.200 liter per detik menjadi 5.580 liter per detik. (aak)

Pojok Balaikota, 17 Juni 2008

Tidak ada komentar: