18 Agustus 2008

1,7 Juta Warga DKI Buang Limbah ke Sungai

Pemprov Gagas Jamban Komunal

Pemprov DKI Jakarta mulai menggagas pembangunan jamban komunal yang terintegrasi di lima wilayah DKI. Hal itu menyusul masih banyaknya warga DKI yang tidak memiliki sarana pembuangan limbah tersebut. Diperkirakan, sebanyak 1,7 juta warga DKI tidak memiliki jamban. Akibatnya, seluruh limbah tersebut mencemari 13 sungai yang melintas di DKI. Harian INDOPOS, 15 Agustus 2008.
"Kami akan bangun jamban komunal untuk menggantikan WC-WC helikopter yang ditertibkan. Seperti yang sudah ada di Petojo Binatu," ujar Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo kemarin.
Sejumlah jamban komunal tersebut nantinya akan dibuat terintegrasi dalam satu wilayah. Tidak seperti saat ini. Meskipun warga sudah mulai banyak mengandalkan jamban komunal, limbahnya tetap mengalir ke sungai.
Dengan membangun jaringan terintegrasi, setiap kawasan padat penduduk akan dibuatkan jaring Instalasi Pengelolaan Air limbah (IPAL).
Pembangunan IPAL tersebut sempat dirintis 20 tahun lalu. Namun, terhenti dan tidak ada penambahan di setiap wilayah padat penduduk lantaran terkendala masalah dana dan perilaku masyarakat. Sebab, untuk membangun jaringan jamban komunal yang terintegrasi membutuhkan dana yang cukup besar. Sementara, warga tidak mungkin bersedia membayar untuk setiap kotoran yang mereka buang.
Tak heran jika data dari Departemen Pekerjaan Umum menyebutkan, di DKI, khusus untuk rumah tangga yang membuang limbah dengan saluran terrtutup ada 1.460.079 rumah tangga atau 63,4 persen, yang membuang limbah dengan saluran terbuka ada 784.568 rumah tangga atau 34 persen. Sementara yang membuang limbah tanpa saluran ada 56.139 rumah tangga.
Menurut Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Daerah (BPLHD) DKI Budirama Natakusumah, limbah rumah tangga seperti tinja dari kamar mandi, amonia, BOD (biological oxigen demand) serta COD (chemical Oxigen Demand) saat ini sudah banyak masuk ke saluran 13 sungai di DKI. Pencemaran sudah mencapai 70 persen.
Sebenarnya, untuk meminimalisasi pencemaran tersebut, Pemprov DKI Jakarta telah menerbitkan Pergub no 115 tahun 2005 tentang IPAL. Setiap pengembang yang membangun perumahan di DKI harus menyediakan sistem IPAL komunal. Semua limbah rumah tangga dalam kawasan tertentu dalam satu kawasan perumahan ditampung dalam satu IPAL.
Selain itu, setiap perumahan padat penduduk baik di sepanjang aliran sungai atau perumahan padat penduduk juga akan dibangun IPAL dengan perbandingan 30 rumah dibangun satu IPAL. Proyek percontohan akan dilakukan di Jakarta Timur, Jakarta Barat dan Jakarta Utara.
Saat ini, pihaknya tengah menyiapkan lokasi yang akan menjadi pilot project. Diharapkan, pada November mendatang sudah bisa terealisasi. IPAL yang akan dibangun tersebut memiliki dua saluran. Satu untuk pembuangan tinja yang akan dimanfaatkan sebagai biogas serta untuk pembuangan air. Air tersebut akan melalui tahap penyaringan (filtrasi). Sehingga, air yang dibuang ke sungai sudah bersih.
Diakuinya, saat ini, masih banyaknya limbah rumah tangga yang dibuang ke sungai lantaran minimnya sarana yang tersedia. Sehingga, penegakan hukum juga tidak bisa diberlakukan dengan efektif. Sesuai UU no 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan, jika secara sengaja melakukan pencemaran lingkungan diancam pidana penjara 10 tahun atau denda Rp 500 juta. Jika mengakibatkan jatuhnya korban meninggal atau luka berat diancam pidana penjara 15 tahun atau denda Rp 750 juta. Jika terjadinya pencemaran akibat kelalaian diancam pidana penjara 3 tahun atau denda 100 juta. Jika menyebabkan korban meninggal atau luka berat diancam pidana penjara 5 tahun atau denda Rp 150 juta. (aak)

1 komentar:

samsulbahri mengatakan...

Jika sudah demikian keadaannya, sudah saatnya, Ibukota negara dipindah. Jangan lagi Jakarta. Bukan begitu, kawan?