17 Agustus 2008

KPK Incar Pelayanan Publik DKI

Pemprov Warning SKPD Nakal

Pemprov DKI Jakarta mulai waspada terhadap munculnya indikasi dugaan korupsi di setiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang tersebar di lima wilayah DKI. Headline Harian INDOPOS, 13 Agustus 2008. Hal itu menyusul gebrakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang akan memperlebar sayap memeriksa seluruh layanan publik. Salah satunya di DKI.
Menurut ketua KPK Antasari Azhar, pengawasan terhadap layanan publik tersebut sudah lama direncanakan. Namun, banyak kalangan yang mencibir langkah KPK tersebut dianggap kurang greget. "Banyak yang mencemooh saya, masak KPK ngurusi pungli-pungli kayak gitu. Saya bilang, itu justru penting karena banyak dikeluhkan masyarakat," ujarnya usai memberi pengarahan pejabat Pemprov DKI Jakarta di Balai Kota kemarin.
Di antara layanan publik yang bakal dibidik KPK tersebut terkait layanan kesehatan,sekolah, KTP serta sejumlah layanan publik lainnya yang rentan terjadinya korupsi by need. Sebab, meskipun negara tidak dirugikan secara signifikan, masyarakat selalu mengeluhkan layanan publik tersebut. "Ini yang akan kami bimbing dan dibina. Tapi kalau korupsi yang rakus, kami sikat," tegasnya.
Pengawasan melekat itu penting untuk direalisasikan dalam rangka good governance. Bagaimana menciptakan partisipasi publik untuk mencegah terjadinya korupsi. Seperti masalah anggaran harus transparan. Apa, di mana serta jumlahnya berapa. Seluruhnya harus diungkap agar bisa diketahui publik masyarakat Jakarta. Termasuk rencana pembangunan di DKI yang belum terealisasi atau mangkrak. Harus ada ketegasan apakah akan diteruskan atau dihentikan. "Seperti monorel, biar masyarakat tidak bertanya-tanya terus. Soalnya publik banyak tanya ke KPK," ungkapnya.
Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo menyatakan, masukan dari KPK tersebut akan segera direalisasikan ke seluruh SKPD yang tersebar di lima wilayah DKI. Sehingga, dalam mengelola pemerintahan bisa dilakukan dengan transparan. Saat ini, pihaknya mengaku sudah mengawalinya dan akan terus ditindaklanjuti. Seperti layanan publik sudah bisa diakses lewat internet. Begitu juga dengan anggaran APBD. Dalam waktu dekat, rencana pembangunan kota juga akan dimasukkan dalam internet agar masyarakat bisa mendapat informasi dan ikut berperanserta dalam melakukan pengawasan. Namun, jika dalam layanan publik tersebut masyarakat membutuhkan legalisasi, tentu tidak hanya bisa melalui internet, tapi harus datang dan ada retribusinya. "Begitu juga tender pengadaan barang. Secara bertahap akan diumumkan kepada publik. Sebab, prosesnya memang rumit," ungkapnya.
Untuk memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), tidak bisa dilakukan dengan cara sepihak. Tapi harus melalui sistem. Sehingga, jika sistem telah diperbaiki, tata kelola pemerintahan yang baik bisa diwujudkan.
Diakuinya, KPK sendiri sudah banyak menerima masukan dan keluhan dari masyarakat DKI. Seperti soal pungutan buku sekolah. Pihaknya menyambut baik lantaran itu menyangkut pelayanan publik.
Selain soal pelayanan publik, KPK, ungkap Foke juga menyinggung soal gratifikasi. Jika ada pemberian hadiah dari satu keluarga yang lain, tidak bisa disebut gratifikasi jika tidak ada keterkaitan dengan jabatan. Namun, jika ada kekhawatiran, pejabat terkait wajib lapor kepada KPK.
Pihaknya berharap, dengan pengarahan dan pembinaan dari KPK tersebut, tidak ada lagi SKPD yang takut kepada KPK dalam merealisasikan anggaran. "Sejak awal saya bilang, kalau berpegangan dengan aturan yang berlaku, kenapa harus takut," terangnya.
Di lingkungan Pemprov DKI Jakarta, unit kerja terdiri dari, sekretariat dewan, tujuh badan, 26 dinas, lima samsat, 11 biro, sembilan kantor, 15 UPT serta Kabupaten Kepulauan Seribu.
DKI memang tidak lekang oleh pungli pada layanan publik. Banyak di antara pasien miskin ditolak rumah sakit, pungli KTP, bahkan orang yang meninggal masih terkena pungli makam. Seperti pungli sekolah misalnya.
ICW melaporkan, sedikitnya 130 sekolah diduga melakukan pungli. Jumlah tersebut diperoleh berdasarkan pengaduan dari masyarakat serta survey yang digelar mulai 2004 hingga 2008 yang melibatkan sampel 1.600 sekolah. Khusus DKI Jakarta ada 80 sekolah. Headline INDOPOS, 30 Juli 2008.
Dari temuan ICW, pungli yang terjadi di sekolah dengan berbagai modus. Mulai pembelian buku pelajaran, seragam, administrasi, uang pembangunan gedung, biaya perpisahan, ulang tahun sekolah serta yang lainnya. Besarannya antara Rp 500 ribu hingga Rp 2,5 juta.
Sementara, keluhan adanya pungli yang masuk Dinas Pendidikan Dasar DKI hingga 1.130 aduan. Jumlah tersebut yang sudah ditindaklanjuti sebanyak 300 aduan. Sebanyak 10 kepala sekolah dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran tersebut dan telah dijatuhi sanksi.
ICW sendiri berusaha mengawal pemberantasan itu dengan melaporkan ke Kejagung. Sebab, Kejati DKI tak kunjung bergerak. Padahal, dari tahun ke tahun terus meningkat sekitar 10 persen.
Maraknya pungli memang sangat disayangkan. Dana BOS dan BOP cukup signifikan. Dana BOS yang bersumber dari APBN, tingkat SD pada 2008 sebesar Rp 21.166 per bulan per siswa. Jumlah total anggaran mencapai Rp 52 miliar lebih.
Untuk SMP, setiap siswa menerima bantuan sebesar Rp 29.500 per bulan. Total anggaran sebanyak Rp 82,7 miliar.
Untuk alokasi anggaran pendidikan yang bersumber dari APBD melalui BOP, bagi siswa SD sebesar Rp 493,8 miliardan untuk SMP sebesar Rp 327,7 miliar. (aak)

Tidak ada komentar: