01 Mei 2008

Upah Minim dan Gerakan Bom Molotov


Di Balik Ancaman Gerakan Bom Molotov Masuk Jakarta

Peringatan Hari Buruh yang jatuh pada 1 Mei terancam rusuh. Hal itu menyusul informasi adanya gerakan yang bakal mengacaukan kawasan Ibukota dengan bom molotov. (Begitu aq menulis dan menjadi headline hal 1 di Harian INDOPOS, 30 April 2008).
Kelompok bawah tanah itu ditengarai bakal ikut menunggangi aksi masa peringatan Mayday yang digelar selama dua hari mulai Rabu(30/4) dan Kamis (1/5).
"Info dari inteligen seperti itu. Tapi kami harapkan mereka sadar untuk tidak membuat Jakarta tidak kondusif," ujar Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto usai rapat gabungan pengamanan peringatan hari buruh yang digelar di Balaikota.
Hadir dalam pertemuan itu, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Adang Firman, Kajati DKI Harry Hermansyah, Pangdam Jaya Mayjend TNI J Suryo Prabowo, ketua DPRD DKI Ade Surapriatna, Sekda Muhayat serta sejumlah asisten dan kepala dinas.
Menurut Prijanto, munculnya ancaman gerakan yang akan mengerahkan bom molotov tengah diteliti lebih lanjut keberadaannya. Sebab, informasi tersebut masih dipastikan kebenarannya. Namun, pihaknya tetap berharap, peringatan Mayday di Jakarta bisa berlangsung aman.
Menurut Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Adang Firman, pasukan pengamanan yang disiapkan sebanyak 15 ribu orang. Terdiri dari kepolisian, TNI serta Tramtib dan Linmas. "Kami tidak ingin kecolongan. Jumlah pasukan akan ditambah sesuai dengan kondisi yang berkembang," terangnya.
Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kerusuhan, pihaknya akan memperketat pengamanan di tempat-tempat yang menjadi titik konsentrasi massa serta sejumlah gedung vital lainnya. Selain pasukan terbuka yang diterjunkan, pasukan tertutup juga disebar di lima wilayah DKI. Termasuk dengan memasang sejumlah sniper.
Selain menyesuaikan jumlah massa yang turun jalan, antisipasi jika terjadi kerusuhan juga disiapkan. "Kalau ada indikasi kerusuhan, kami akan langsung bertindak untuk segera mengamankan," ungkapnya.
Sayangnya, Adang enggan menyebutkan, gerakan pengacau dari kelompok mana yang bakal mengancam Jakarta dengan bom molotov itu.
Menurut Plh Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DKI Sumanto, menyambut Hari Buruh tahun ini, pihaknya tetap mengimbau agar seluruh perusahaan yang ada di DKI bisa menerapkan UMP yang ditetapkan sebesar Rp 972.604,80. Jika tidak, perusahaan yang bersangkutan akan dikenai sanksi pidana 1 hingga 4 tahun penjara atau denda Rp 100 hingga 400 juta. "Di DKI ada 40.288 perusahaan yang harus mengikuti aturan itu. Sejauh ini baru ada enam perusahaan yang keberatan. Tapi yang kami kabulkan hanya tiga perusahaan," bebernya.
Menurut wakil Fraksi Demokrat Ahmad Husin Alaydrus, meski hari libur, aksi massa memperingati Hari Buruh itu harus diberi ruang. Sebab, mereka menyuarakan haknya. Apalagi, UMP yang ditetapkan di DKI dianggap belum sepenuhnya sesuai dengan kondisi yang ada. Idealnya, untuk Jakarta, UMP sudah harus minimal Rp 1,2 juta. Hal itu mengingat tingginya kebutuhan serta semakin melonjaknya harga kebutuhan pokok. Sehingga, pihaknya segera akan mengusulkan revisi perda untuk bisa merubah ketetapan UMP yang baru diterapkan 1 Januari lalu.
Menurut dia, selain gaji yang kecil, banyak di antara perusahaan di DKI yang tidak memenuhi persyaratan UU no 23 tahun 2003. Di antaranya tentang standar jaminan kesehatan. Pihaknya menengarai ada sekitar 70 persen dari seluruh perusahaan yang ada di DKI tidak memberikan jaminan kesehatan bagi para pekerjanya. "Jika UMP sudah diketok Rp 1,2 juta dan perusahaan tidak mau membayar sesuai UMP, sanksi bisa diterapkan. Seperti pajak dinaikkan atau paling ekstrem izin dicabut," tegasnya.
Mendengar ada gerakan bom molotov itu, anganku mencoba mencari celah kenapa semua itu terjadi. Benarkah itu dari kelompok dari buruh? lalu kenapa harus dengan kerusuhan. Apakah dengan kerusuhan tuntutan pasti dipenuhi?
Sehari setelah berita itu mencuat di sejumlah media massa, kelompok organisasi buruh se-Jabodetabek memberikan klarifikasi. Sinyalemen adanya gerakan bom molotov hanya black campaign yang dilakukan Pemprov DKI untuk melarang aksi massa.
Terlepas benar atau tidak, itu bukan menjadi soal yang penting. Apapun gerakan yang membuat Jakarta rusuh, saya sangat sepakat jika Polda bisa bertindak tegas. Penyiapan puluhan sniper aq pikir juga tidak berlebihan. Mengingat dampak kerusuhan Mei 1998 lalu, tidak hanya pemerintah yang rugi, warga masyarakat juga kena dampaknya.
Namun, besarnya tekad buruk untuk memperjuangkan haknya juga harus dihargai. Sebagai salah satu pekerja, aq juga akan mengangkat tangan kiri ke atas seraya mengepalkan rapat-rapat.
Jika mendengar jeritan para kaum buruh itu, aq kembali teringat saat di kampus dulu. Suara lagu perjuangan yang dikumandangkan saat menggelar aksi terdengar melengking hingga lubuk sanubari. "Mereka dirampas haknya..tergusur dan lapar..Tuhan relakan darah juang kami..dst". Setidaknya, aq bisa merasakan betul karena saat ini aq juga hidup di Ibukota. Dengan gaji kecil, untuk bisa menyambung hidup saja harus kembang kempis. Bisa menyambung hidup esok hari tidaklah persoalan penting. Yang penting bagaimana hari ini bisa tetap. Bahkan, dua hari yang lalu, ketika ada saudara yang meminta bantuan untuk keperluan mendesak dan terpaksa mencari uluran tangan, istriku sempat menangis tersedu-sedu.
Kenapa ketika orang membutuhkan pertolongan selalu larinya kepada kita. Begitu kata istriku sambil terisak. "Untuk makan hari ini saja kita belum cukup. Beli rokok ayah, beli pulsa ayah, beli bensin ayah saja harus mengambil tabungan untuk persiapan kelahiran," kata istriku sambil tak henti-hentinya meneteskan air mata.
Yah, mau bagaimana lagi. Kalau memang seperti itu keadaannya. Kenapa harus disesali. Toh Tuhan pasti akan memberi esok hari. Begitu kataku menghibur istriku. Gaji yang aq dapat dari kantor memang tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari. Sekali ambil dari ATM, langsung ludes untuk bayar kontrak rumah Rp 400 ribu, bayar listrik 100 ribu dan bayar motor Rp 300 ribu. Dan itu sudah aq alami selama tiga tahun berada di Jakarta. Tapi Gusti Allah selalu memberi jalan keluar setiap ada kesulitan.
Kembali kepada aksi buruh. Di antara mereka itu banyak yang meneiakkan hal serupa seperti yang aq alami. Gaji yang belum dibayar, status yang tidak jelas serta berbagai persoalan lainnya. Bayangin saja, untuk pegawai ambulan Dinas Kesehatan DKI saja ada 200 pegawai yang tidak dibayar gajinya terhitung mulai Januari hingga saat ini. Padahal, sehari-hari mereka harus menghidupi anak istri. Anak-anak butuh sekolah, istri butuh menyalakan kompor untuk masak setiap hari. Lalu dengan apa semua itu bisa tetap berjalan seperti biasanya?
Hal yang sama juga dialami 90 kusir delman yang diusir dari Monas. Alasannya, kotoran dan kencing kuda membuat polusi dan menyebabkan penyakit ISPA bagi para pengunjung Monas. Apakah pengusiran itu juga disertai solusi? jawabannya TIDAK. Lalu dengan apa mereka menghidupi keluarganya? bukankah mereka telah diusir sejak Juni tahun lalu? hanya kusir delman, tetangganya dan Tuhan yang tahu.
Dalam keadaan ekstrim seperti itu, munculnya gerakan molotov memang sangat dimaklumi. Meski hal itu jelas dilarang lantaran bisa menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Tapi apa boleh buat, mungkin begitu yang ada di dalam pikiran mereka. Daripada penindasan merajalela, revolusi lokal itulah yang harus dilakukan. Untuk membuka lebar-lebar mata para pemegang kebijakan agar tidak berbuat sewenang-wenang. Bahwa, kita juga masih butuh hidup. Bahwa kita juga butuh menghidupi anak istri.
Kita tidak ingin hidup mewah dari hasil uang pajak rakyat, kita hanya ingin bertahan hidup. Kita hanya menuntut hak yang harus kita terima atas jerih payah peras keringat siang dan malam di bawah terik matahari. Kita tidak ingin apa-apa. Kita hanya ingin diberi ruang untuk bisa mengais sisa-sisa rezeki yang tercecer. Apakah itu salah?
hanya hati nurani yang jernih yang bisa menjawabnya. BTW, thank buat pemred Indopos yang baru mas Imam Syafi'i. Bertepatan dengan mayday, sebuah hadiah yang tidak disangka-sangka tiba-tiba muncul. Alhamdulillah, gajiku naik..alhamdulillah..alhamdulillah.. thanks banget mas. Sukses selalu.


Saat para buruh bergerak menyuarakan haknya, 1 Mei 2008

Tidak ada komentar: