29 Mei 2008

Kabiro Adwil DKI Dibui


Diduga Korupsi Rp 1 Miliar

Keseriusan Kejaksaan Tinggi DKI untuk menyeret pejabat Pemprov DKI yang tersangkut korupsi akhirnya dibuktikan. Kemarin sore pukul 16.00, Kepala Biro Administrasi Wilayah Pemprov DKI Agusalim Utud dijebloskan ke dalam penjara rumah tahanan (rutan) Salemba cabang Kejari Jakarta Selatan.
Agusalim Utud ditetapkan tersangka setelah melalui pemeriksaan intensif yang dilakukan secara maraton terhitung mulai pukul 10.00 hingga pukul 16.00. "Dia diduga ikut terlibat dalam korupsi pengadaan filling cabinet yang merugikan negara Rp 4,6 miliar," ungkap Asisten Pidana Khusus (Adpidsus) M Yusuf kemarin sore.
Dari hasil pemeriksaan, Agusalim diduga ikut terlibat korupsi sekitar Rp 700 juta hingga Rp 1 miliar. Sebelumnya, Kejati juga menahan penyandang dana bernama Burhanudin. Pria tersebut diduga mendanai proses lelang di lima wilayah DKI. Sementara Adang Sudarmaji selaku pemenang lelang sudah berulang-ulang dipanggil untuk pemeriksaan namun tak kunjung juga datang. Praktis, dengan ditahannnya Agusalim Utud, tersangka dugaan korupsi pengadaan filling cabinet tahan api tahun 2006 tersebut yang sudah ditahan sebanyak 11 orang. Jakarta Timur tiga orang, Jakarta Selatan dua orang, Jakarta Barat dua orang, Jakarta Utara satu orang, Jakarta Pusat satu orang serta DKI dua orang.
Sementara itu, Kepala Biro Hukum Pemprov DKI Sri Rahayu saat dikonfirmasi mengakui adanya penahanan Kepala Biro Hukum Agusalim Utud. Selama pemeriksaan, pria yang masih aktiv di Pemprov DKI itu didampingi pengacara Devy Anwar. Setelah dinyatakan harus ditahan, Biro Hukum telah menyampaikan secara lisan untuk penangguhan penahanan. Namun, secara resminya akan disampaikan Jumat (30/5) hari ini.
Koordinator divisi korupsi politik ICW Ibrahim Fahmi Badoh menyatakan, banyaknya kasus korupsi di tingkat pemerintahan daerah akibat rendahnya tingkat pengawasan internal. Terutama dalam proses pengadaan barang dan jasa. Rata-rata, penyelewengan terjadi akibat dana yang diajukan tidak begitu signifikan namun jumlahnya banyak dan merata di setiap satuan unit kerja pemerintah daerah (SKPD).
Pemborosan pada pengadaan filling cabinet itu lantaran sekali pengadaan bisa tahan hingga tujuh tahun sejak awal pembelian. Sehingga, jika masih ada barang yang sama belum sampai melewati rentang masa ketahanan tersebut, pengadaan baru dianggap pemborosan. Apalagi jika terjadi mark up. Akibatnya, anggaran publik menjadi berkurang, sementara anggaran aparatur membengkak. "Ini harus dituntaskan dan diproses," tandasnya.
Penyelidikan kasus dugaan korupsi tersebut dimulai sejak ada penemuan dugaan penggelembungan dana pengadaan filling cabinet dengan nilai total Rp 15 miliar. Setelah diungkap pada September 2007. Kemudian, pada Januari 2008, penyidik meningkatkan statusnya ke penyidikan dan menemukan unsur kerugian negara hingga ditetapkannya para tersangka tersebut.
Sekadar diketahui, munculnya kasus dugaan korupsi filling cabinet di lingkungan Pemprov DKI Jakarta berdasarkan hasil penyelidikan yang dilakukan inteligen Kejaksaan Tinggi DKI. Ditemukan enam kasus tindak pidana korupsi pada pengadaan filling cabinet tahan api di lima wilayah DKI. Masing-masing kantor Walikotamadya Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Jakarta Utara serta Kantor Biro Administrasi Wilayah (Adwil) Pemprov DKI.
Dalam pengadaan tersebut, Biro Adwil mendapatkan anggaran Rp 2,5 miliar atau dengan jumlah keseluruhan Rp 15 miliar yang bersumber dari APBD DKI. Dugaan korupsi berawal setelah proses munculnya anggaran tersebut tidak prosedural lantaran muncul tanpa ada usulan dari masing-masing kotamadya se-DKI Jakarta.
Dugaan korupsi tersebut didasari alasan pada pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh masing-masing kotamadya se-DKI Jakarta dan Biro Adwil DKI diduga tidak sesuai dengan ketentuan Kepres no 80 tahun 2003 tentang tata cara pengadaan barang dan jasa pemerintah. Antara lain, dalam menyusun spesifikasi filling cabinet tahan api oleh panitia atau penguasa anggaran telah menunjuk pada merek tertentu. Yakni Lacera. Selain itu, panitia lelang telah menetapkan hasil perhitungan sendiri (HPS) tanpa melakukan survey pasar dan pabrik. Panitia hanya mengacu kepada patokan harga satuan yang dikeluarkan Biro Perlengkapan DKI.
Panitia atau kuasa pengguna anggaran dalam evaluasi teknis dan harga serta dalam menetapkan pemenang lelang tidak cermat dan tidak profesional. Seperti yang terjadi di Jakarta Timur yang menetapkan CV Mahabani sebagai pemenang lelang dengan harga Rp 21.050.000 per unit dan PT Landalo Sejati sebagai pemenang di Kodya Jakarta Pusat dengan harga Rp 21.825.000 per unit. Padahal, masih ada perusahaan lain yang sanggup memproduksi filling cabinet tahan api dengan harga yang lebih murah dengan spesifikasi sama dan kualitas yang sama. Yang sangat disayangkan lagi, panitia lelang telah merekayasa sama peserta lelang dengan nama fiktif. Seperti PT Karya Cipta Utama tidak pernah mendaftar sebagai peserta lelang. Bahkan, PT Landaru tidak memiliki izin usaha serta belum pernah memproduksi filling cabinet. Produksi diserahkan perusahaan lain seperti PT Lodd Indonesia dan PT Sarandi. (aak)

Tidak ada komentar: